Hari yang tak terlupakan untuk atlet ABG asal Myanmar ( volunteer yang mendampingi mereka masih memakai nama Birma) niatnya untuk pamer tato di kampung halaman berbuntut kekecewaan.
Siang tadi (1/9/2018), sambil lalu melintasi lapak tato di depan mushola Benteng Kuto Besak- Palembang. Beberapa lelaki dan seorang anak ABG sedang meributkan sesuatu.Kepo mendengar logat mereka yang unik, saya mendekat. Rupanya ABG itu sedang ngomel-ngomel, karena tatonya salah kejadian.
Wajar saja kecewa, tato tribal Kupu-Kupu yang diharap sangar menantang malah lebih mirip corat-coret anak kecil. Lebih parah lagi, saat giliran berbayar. Tanpa malu-malu lelaki yang keliatanya bos lapak tato, langsung mengukur gambarKupu-Kupu ancur itu dengan meteran.
Rupanya tato temporari yang gagal ini, masih di hitung seharga lebar X panjang. Memencet-mencet kalkulator di Hp, voila Rp.300 ribu rupiah. Mendengar angka yang disebut Volunteer yang mendampinginya, ABG itu tambah ngamuk. Pokonya dia tidak mau, membayar semahal itu untuk sebuah tato gagal.
Adik Volunteer , mencoba bernego. Melihat abang tukang tato yang banyak dalilnya, saya ikut teriak .
" Oi kasih harga yang wajar saja, jangan menekan orang!"
Akhirnya harga disepakati, dengan tidak rela anak itu mengeluarkan uang merah Rp.100.000. Dengan emosi, meminta tisu dan langsung menghapus tato lenganya.
Team Myanmar yang bersamanya tertawa garing, nampaknya mereka bilang " gue kate juga ape, kena deh lu!"
Setelah yakin urusan beres, baru saya meninggalkan lapak tato itu.
Ada malu terselip di dada, mereka itu tamu yang sudah ditunggu bertahun-tahun. Digadang -- gadang akan membawa cerita dan kenangan manis selama di Palembang. Diharapkan akan datang lagi, berkunjung kemari.
Daya upaya dan biaya sedemikian besar yang dikeluarkan republik ini, hancur berkeping-keping ditangan pelukis tato amatir bersumbu pendek***donapalembang