Lihat ke Halaman Asli

H.D. Silalahi

orang Tigarihit

Maaf KAMI, Politik Itu tentang Citra dan Persepsi

Diperbarui: 21 Agustus 2020   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi (Sumber : Kompas.com)

Sehari setelah hari Kemerdekaan RI ke-75, Komite Aksi Menyelamatkan Manusia (KAMI) resmi dideklarasikan. Menurut para deklaratornya, gerakan moral ini dicetuskan untuk menyelamatkan Indonesia. 

Sepertinya deklarasi KAMI ini sudah terkonsep dengan matang. Terlihat dari lokasi deklarasi yang dilaksanakan di Tugu Proklamasi, monumen bersejarah untuk mengenang Proklamasi 17 Agustus 1945.  

Pemilihan nama KAMI juga tergolong unik, nama ini seperti mengajak masyarakat untuk mengingat kembali kiprah KAMI, Kesatuan Aksi Mahahasiwa Indonesia, yang turut andil dalam menyerukan Tritura pada tahun 1966, pasca pemberontakan PKI. Nah, KAMI versi terbaru ini, aksinya juga hampir sama. Sebagaimana diketahui KAMI versi millenial ini langsung menyerukan 8 tuntutan kepada Pemerintah.

Tetapi kiprah gerakan yang baru brojol ini tidak seindah namanya, gagal juga mendompleng sejarah lokasi pendeklarasiannya. Sehari setelah deklarasi, 2 tokoh yang hadir disana langsung mengkonfirmasi bahwa mereka tidak sengaja hadir disana. Mengutip berita dari media arus utama, Dubes Palestina dan putri proklamator Meutia Hatta menolak disangkupautkan sebagai deklarator KAMI. Dubes Palestina bahkan dengan tegas mengatakan bahwa Palestina tidak akan mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia.

Memang tidak bisa dipungkiri, meskipun para deklarator KAMI kukuh menyatakan bahwa KAMI adalah gerakan moral, tetapi mengingat para inisiator Gerakan ini banyak yang berkecimpung di dunia politik, aroma politik dalam kelahiran gerakan ini tidak bisa dihindari.

Persepsi para pengamat dan warga juga sama, mereka langsung mengkaitkan gerakan ini dengan manuver politik. Mungkin pengamat dan masyarakat bercermin dari sejarah kelahiran Ormas Nasdem dan Perindo, sebutan ormas hanya decoy, muaranya partai politik.

Politik terkini di Indonesia memang hampir tidak ada bedanya dengan dunia hiburan (entertainment). Eksisnya seorang  public figur tergantung dari citra dan persepsi publik yang terbentuk. Nah, sekali saja seorang publik figur berbuat salah, publik akan menghukumnya dengan kejam. Karir seorang entertainer tergantung persepsi publik, terlepas itu persepsi negatif atau positif.

Demikian juga dengan para deklarator KAMI ini, para pentolannya kebanyakan diisi politikus yang sudah malang melintang di dunia perpolitikan bangsa ini. Sebut saja Gatot Nurmantyo, apabila menyebut mantan tentara ini, persepsi publik langsung mengarah ke pencalonan Presiden. Begitu juga dengan Rocky Gerung, tidak bisa dihindari persepsi publik langsung mengkaitkan dengan koalisi Prabowo di Pilpres 2019.

Faktanya begitu, seandainya KAMI ini digawangi oleh mahasiswa (seperti di tahun 1966) atau tokoh yang tidak aktif di perpolitikan, sangat dimungkinkan kelahiran gerakan ini akan menciptakan efek kejut bagi pemerintah dan akan bergaung positif di masyarakat.

Sayang sekali, padahal dari 8 tuntutan yang diserukan oleh KAMI,meskipun beberapa poin kelihatan absurd dan tidak mempunyai dasar, tuntutan di  poin nomor  5 sangat aktual dengan kondisi terkini bangsa ini yaitu  tuntutan untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta sistem dan praktek oligarkhi, kleptokrasi, politik dinasti, dan penyelewengan/penyalahgunaan kekuasaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline