Dini hari tadi, akhirnya Napoli harus menyusul Juventus, sebagai wakil Italia, tersingkir di babak perdelapan final Liga Champion 2019/2020. Mereka ditaklukkan Barcelona, Runner Up Liga Spanyol dengan skor telak 3 -1 (agregat 4-2). Saat ini, hanya tersisa klub Atalanta, sebagai wakil Liga Italia di babak perempat final Liga Champion, kompetisi prestisius di daratan Eropa ini.
Lengkap sudah penderitaan Napoli di musim ini, sudah gugur di Liga Champion dan di Seri A mereka hanya mampu bertengger di urutan 7 klasemen, artinya di musim depan Napoli harus absen di Liga Champion dan harus puas bermain di kompetisi Piala UEFA, kasta kedua kompetisi klub di Eropa.
Napoli memang seperti berjudi ketika memilih Gennaro Gattuso sebagai pelatih. Bagaimana tidak, dengan pengalaman kepelatihan yang minim, statistik kepelatihan mantan pemain Milan ini juga tidak begitu bagus. AC Milan, tim terakhir yang ditangani Gattuso sebelum Napoli, juga gagal menembus Liga Champion.
Padahal semenjak dilatih Maurizzio Sarri, Napoli identik dengan tipikal bermain menyerang. Dengan formasi baku 4-3-3, ditahun terakhir Sarri melatih -musim 2017/2018- El Partenopei Gli Azzuri mampu mencetak 77 gol, alias hampir 2 gol/pertandingan. Pelatih Napoli selanjutnya, Carlo Ancelotti juga mampu menjaga produktivitas gol Napoli. Dengan tetap bermain offensif, Napoli di era Ancelotti mampu menciptakan 74 gol di Seri A.
Ada yang berubah, setelah Napoli dilatih oleh Gennaro Gattuso. Selain produktivitas gol yang melorot jauh -hanya mencetak 60 gol dalam semusim-, ciri khas permainan offensif tim dari Italia Selatan ini juga menghilang. Deretan pemain tajam Napoli seperti Dries Marten dan Lorenzo Insigne seperti kehilangan taji.
Nasib Gattuso memang tidak seberuntung Pep Guardiola atau Zinedine Zidane, pelatih yang memperoleh kemewahan melatih tim yang sedang stabil dan diberkahi materi pemain yang ciamik.
Mereka juga diberi diberi kewenangan dan dana untuk memburu pemain yang diinginkannya. Berbeda jauh dengan pemain yang dijuluki Si Badak ini, menilik karier kepelatihannya, seperti ditakdirkan untuk melatih tim yang sedang krisis.
Mulai dari klub yang dilatihnya untuk pertama kali, Sion, sampai dengan klub terakhir saat ini Napoli, semua ditangani oleh Gattuso pada saat mengalami krisis. Gattuso sendiri mengambil alih kepelatihan Napoli dari Carlo Ancelotti, pada saat terjadi konflik internal di dalam klub, pemain memberontak terhadap kebijakan pemilik tim Napoli,Aurelio De Laurentis.
Tidak seperti ketika menjalani karir sebagai pemain, Dewi Fortuna memang belum sudi menyinggahi Gattuso. Padahal pemain yang berjulukan Si Badak ini, punya modal paripurna sebagai pelatih, selain jenjang sertifikat kepelatihan yang lengkap, pengalaman gemilang beliau semasa bermain di Milan dapat dijadikan modal untuk memotivasi para pemain.
Selain itu kepribadian pelatih yang berteman akrab dengan Andrea Pirlo juga sangat mendukung karir kepelatihannya. Sebagaimana diceritakan oleh Andrea Pirlo dalam autobiografinya, Pirlo berkata teman karibnya ini adalah pribadi yang sangat kompetitif dan disiplin.
Nah, dengan kekalahan di Liga Champion dan pencapaian Napoli musim ini yang yang hanya bertengger di posisi ke 7 Seri A, Gattuso sepertinya harus banyak berdoa dan berharap pada Dewi Fortuna demi langgengnya karir kepelatihan beliau di Napoli, mengingat durasi kontraknya di Napoli hanya untuk 2 musim. Selain itu, kabar mengejutkan pemecatan Maurizio Sarri dari Juventus, dapat mengancam keberadaan Rhino di Napoli.