Lihat ke Halaman Asli

Donald Haromunthe

Guru Seni Budaya di SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Save Pariwisata Alami Lombok

Diperbarui: 30 April 2016   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek Pembangunan Hotel Katamaran di Pantai Senggigi (Dokumentasi Pribadi)

Beberapa tahun terakhir Lombok sering dijuluki sebagai The Second Bali. Lombok menjadi pilihan ter-favorite para wisatawan internasional setelah Bali. Bahkan beberapa tahun ke depan Lombok diyakini dapat berdiri sejajar atau melebihi Bali. Keindahan pulau seribu mesjid ini memang tak kalah dengan keindahan pulau Dewata. Tapi belakangan ini, Lombok sering menjadi sorotan para pemerhati lingkungan karena tata ruangnya sangat memprihatinkan, terutama pengaturan bangunan di tepi pantai. Jika tidak ada penanganan serius, eksotisme natural pantai-pantai di Lombok yang selama ini menjadi daya tarik wisatawan akan menjadi cerita masa lalu belaka.

Para pecinta wisata alam di Pantai Senggigi sebagai salah satu situs wisata unggulan di Lombok, mulai resah menyaksikan gencarnya pembangunan resort di tepi pantai tanpa diikuti penerapan aturan yang tegas. Gambar pembangunan hotel Katamaran di tepi pantai di atas hanyalah salah satu contoh betapa buruknya penerapan aturan tata ruang di pulau kecil ini. Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa proyek pembangunan hotel Katamaran telah menyerobot ruang pantai yang seharusnya dibiarkan terbuka. 

Aturan mengenai ruang terbuka pantai diatur dengan tegas dalam UU Sempadan Pantai (Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) hanya mengijinkan pembangunan 100 (seratus) meter dari garis pantai (diukur saat pasang naik). Pasal 1 menyebutkan:

Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Bagi yang sudah pernah ke pantai Senggigi - Lombok, tentu sudah mafhum bahwa tumpukan pasir putih (yang dalam gambar terlihat dicoba dihadang dengan bangunan tembok dan pagar dari bambu) merupakan kontur garis pantai, alias titik pertemuan antara air dan daratan. Ini adalah karakteristik dari kawasan pantai Senggigi yang bertipe sandy beach.

Jika praktek-praktek penyerobotan ruang terbuka di pantai seperti yang dilakukan grup hotel Katamaran tersebut dibiarkan, tanpa upaya pemeriksaan dan penegakan aturan serta sanksi tegas, pantai Senggigi dan pantai-pantai lain di Lombok beberapa tahun ke depan akan berubah menjadi etalase-etalase wisata yang sama sekali tidak menarik bagi para pecinta wisata alam. Tanpa upaya serius mempertahankan pesona alami Lombok dari gempuran industri hospitality yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip konservasi lingkungan, bukan tidak mungkin Lombok akan kehilangan peluangnya untuk bersaing dengan destinasi wisata manapun. Keindahan alam pantai itulah yang menjadi nilai tawar kawasan pariwisata Lombok, khususnya pantai Senggigi. Orang tidak akan datang ke Lombok hanya untuk menyaksikan dan menikmati kemewahan bangunan perhotelan dan amenities-nya.  Singapura, Paris dan berbagai kota lainnya telah menawarkan fasilitas shopping dan excursion center yang lebih mewah dan menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline