Lihat ke Halaman Asli

Donald Haromunthe

Guru Seni Budaya di SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Kita Masih Sangat Freudian

Diperbarui: 8 Januari 2016   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya baru saja menilik postingan di Facebook dan Twitter. Biasanya jam paling ramai untuk melihat apakah postingan kita direspon atau tidak adalah ya pada jam pulang kerja seperti ini. Kita pun rela terlambat pulang ke rumah bertemu dengan keluarga hanya untuk mengecek apakah si penulis posting membalas respon kita juga dengan pertanyaan atau malah tanda tanya dan tanda seru yang tidak tahu persis maksudnya apa. Barangkali sambil menunggu lewatnya jam macet, secara khusus bagi langganan jalur macet di kota-kota besar. (Iya. Termasuk Jakarta, tentu saja).

:-(

Dan begitulah aktivitas "berkomunikasi" di dunia maya terjadi di dunia maya saban hari. Ada sedikit gejolak rasa setiap kali muncul angka dalam lingkaran merah di notifikasi Facebook kita. Ada gelombang halus yang begitu saja mengalir setiap kali notifikasi biru muncul di akun Twitter kita. Begitu juga pada akun G+ atau ribuan sosial media lain, termasuk Kompasiana ini, yang masih mampu kita kelola dan masih didukung oleh kuatnya RAM dan spesifikasi setiap gadget yang kita gunakan.

Dan umumnya setiap komentator akan memberi kontribusinya masing-masing.

Ada yang mendukung: "Mantap, gan".

Ada yang memancing respon berikutnya: "Saya awam dalam hal ini. Mungkin bawah ane bisa kasih pencerahan".

Ada yang "ikut nyimak" saja. A

da yang sekedar meninggalkan jejak dengan emoticon yang hanya dia dan tuhannya yang tahu apa maksudnya. Dan hasilnya luar biasa. Kita betah berlama-lama di sana.

Kita pun semakin semangat mengkonfirmasi setiap permintaan pertemanan di akun Facebook. Ada rasa riak senang kecil yang berbuih menculik perhatian kita setiap kali ada akun twitter yang mem-follow kita.

Meski seiring dengan hal itu pula ada resiko yang mengintai. Misalnya suatu kali kita membuat posting yang yang tidak berkenan di hati salah seorang dari mereka, terutama jika mereka menanggapinya dari isu SARA, meski kita tak punya tendensi ke arah itu: Mereka bisa bersekongkol di balik layar dan ramai-ramai me-rudal atau me-report akun kita. Jadilah kita harus menanggapi pemberitahuan untuk memverifikasi akun kita kembali ke otoritas yang bersangkutan.

Kerap kali suatu posting bertahan berhari-hari, baik itu di akun pribadi, di sebuah fanpage Facebook ataupun di group. Atau sebuah hashtag bisa menjadi trend di Twitter. Lepas dari fenomen "pasukan nasi bungkus" yang rela dibayar hanya untuk mem-viralkan suatu issue meski mereka bisa saja sadar bahwa sebenarnya itu bertentangan dengan akal sehat mereka, mesti diakui bahwa tema politik dan agama adalah interest tertinggi yang bisa mencetak tread yang panjangnya melebihi jalan tol Sumatera (yang kita harapkan akan terwujud secepatnya).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline