"Jika disuruh memilih membaca buku bentuk ebook (digital) atau buku berfisik (analog), saya lebih memilih baca buku berfisik! Kenapa? Alasannya praktis, bisa menyentuh halaman, membau aroma kertas (apalagi buku baru), merasakan jilid punggung buku, menggarisbawahi, menandai halaman buku."
Begitu sepenggal pernyataan saya dalam sebuah postingan status di akun facebook saya (@Doni'Aaron'Ben'Siwabessy), tertanggal 03 November 2022.
Status facebook itu saya buat sebagai bentuk sambutan pada berlakunya program pemerintah RI kala itu, yaitu program migrasinya TV analog ke digital. Tanggal 03/11/2022 itu adalah hari pertama program itu diberlakukan atau dilaunching.
Apa hubungannya program pemerintah itu dengan buku? Ah, saya sengaja waktu itu gunakan moment itu untuk proklamasikan pada para friend FB saya, bahwa sekalipun teknologi TV sudah berdigital rupa, saya tetap mencintai buku beranalog rupa. Sesungguhnya itu maksud utama status fb itu. Ya, hitung-hitung sekalian pamerlah bahwa saya pencinta buku, haha.
Memang saya lebih lebih suka memilih membaca buku berbentuk fisik (analog) ketimbang buku yang berbentuk ebook (digital) sebagaimana alasan praktis pada pernyataan awal tulisan ini.
Belakangan saya baru tahu ada jurnalis bernama Nicholas Carr mengungkap sebuah fakta menarik lewat sebuah artikelnya yang dipublis di The Atlantic Magazine pada Juli 2008, dengan judul yang provokatif, "Apakah Google Membuat Kita Bodoh?", bahwa membaca teks digital dapat mengganggu konsentrasi dan mempercepat kelemahan mental. Fakta itu semakin menguat cinta saya pada buku analog.
Bebicara soal cinta buku, banyak orang mewujudnya dalam bentuk berbeda. Ada yang dengan cara memborong beli banyak buku, apalagi misalnya ada event bazar buku di Gramedia, wah makin asik cintanya, hehe.
Ada yang seperti keluarga dari guru besar filsafat Franz Magnis Suseno, beliau mengkisahkan bahwa keluarganya sangat mencintai buku, hampir di setiap sisi rumahnya bisa ditemui buku diletakkan di situ agar mudah dijangkau untuk dibaca. Saya pernah dengar cerita ada juga orang yang sampai di kamar mandinya pun diletakkan buku di situ, wah ini mah lebih asik lagi cintanya, hehe.
Saya pribadi lebih mewujudnya dengan membaca buku sambil membawa pena dan stabilo untuk menandai atau menggaris bawahi bagian penting, atau juga membuat catatan pinggir pada halaman buku, sekadar menulis point yang didapat, semacam menandai supaya mudah ditemukan bila sewaktu-waktu diperlukan.
Kebiasaan membaca buku demikian itulah yang saya maksud seni mencintai buku. Dan lebih asyik lagi seni itu dilakukan bukan dengan menjaga kesucian dan kemolekkan bentuk tubuh buku, namun dengan menggauli hingga mengotorinya.