Lihat ke Halaman Asli

Timbul Tenggelamnya Teori-teori

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap teori pembelajaran tidaklah sempurna, pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan – kekurangan yang dimiliki suatu teori mengakibatkan teori – teori tersebut mengalami pergeseran. Behaviorisme merupakan salah satu contoh teori yeng tergeser oleh teori lainnya. Kelemahan – kelemahan yang ada pada behaviorisme mengakibatkan behaviorisme tergeser oleh teori lain yang lebih maju. Behaviorisme lebih menekankan pada adanya stimulus dan respon. Siswa cenderung pasif, dan guru cenderung aktif dalam pembelajaran. Teori tersebut juga memaksa siswa untuk memiliki pengetahuan yang sama persis dengan apa yang dimiliki gurunya, karena guru yang selalu memberi. Ini mengakibatkan siswa kurang kreatif, inovatif, produktif dan cenderung berfikir konvergen dan linier. Inilah yang menyebabkan behaviorisme tergeser oleh teori lain.

Dari teori behaviorisme kemudian beralih pada teori koneksionisme yang mirip dengan behaviorisme, hanya pada koneksionisme ada suatu penguatan untuk mendukung stimulus dan respon. Penguatan yang dimaksud dapat berupa pemberian hadiah, pujian dan sejenisnya. Sehingga keberhasilan belajar siswa dikategorikan sebagai sesuatu hal yang pantas dipuji dan diberi hadiah. Ini menyebabkan kontrol belajar masih belum dimiliki siswa secara mandiri untuk mengeksplor dan mengembangkan kemampuannya. Pembelajaran koneksionisme yang hanya memberikan koneksi stimulus dan respon secara spesifik tidak dapat membuat siswa memecahakan sendiri masalah yang dihadapi melainkan hanya menirukan jawaban – jawaban dari masalah. Dari hal tersebutlah yang membuat koneksionisme mengalami pergeseran.

Koneksionisme yang berdalil penguatan sangatlah singkron dengan kognitivisme yang penekanannya pada kemampuan intelektual yang dimiliki siswa. Kognitivisme berdampak buruk pada siswa, yaitu yang pintar semakin pintar dan yang bodoh semakin bodoh. Karena yang pandai memaknai pengetahuannya akan semakin pintar, tetapi yang tidak akan semakin tertinggal. Yang menyebabkan hal itu dapat terjadi yaitu kemampuan masing – masing siswa yang berbeda. Sehingga pembelajaran kognitivisme cenderung lambat dan dapat menimbulkan persepsi yang berbeda pada masing – masing siswa. Selain hal itu, teori kognitivisme cenderung fanatik, hanya mementingkan kemampuan intelektual saja, padahal banyak kemampuan siswa yang perlu dikembangkan dan dieksplor.

Pengembangan kemampuan yang dimiliki siswa diharapkan dapat dikonstruk sendiri oleh siswa, itu merupakan penekanan pada konstruktivisme. Pengembangan potensi yang ada dalam diri individu sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu itu sendiri, pendidik hanyalah sebagai fasilitator pemberi pengalaman nyata bagi individu. Jadi intinya tanpa kemauan dari siswa untuk mengkonstruk pengethauannya, maka konstruktivisme tidak dapat berjalan. Kemauan, motivasi dari dalam diri siswa itulah yang terpenting, jika hal itu tidak ada, maka gagallah teori ini. Padahal ada siswa yang kurang bahkan tidak memiliki motivasi dan kemauan sendiri. Hal itulah yang belum dapat terjawab dalam teori konstruktivisme.

Konstruktivisme yang menjelaskan guru hanya sebagai fasilitator, juga dijelaskan dalam humanisme. Dalam humanisme, guru hanya berperan sebagai fasilitator yang mengkondisikan situai belajar yang dapat memanusiakan manusia, sehingga siswa dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Kelemahan dari teori ini adalah dari faktor guru atau pendidik. Tidak semua guru dapat mengkondisikan situai belajar yang tetap untuk siswa. Selain itu, teori ini juga tidak menjelaskan secara rinci tentang efek daripada memadupadankan teori – teori lain yang berinti tujuan untuk memanusiakan manusia. Padahal masing – masing teori memiliki jalan masing – masing, yang jika digabungkan akan menimbulkan suatu hal yang mungkin berefek buruk dalam pembelajaran.

Dari hal – hal serta kelemahan – kelemahan yang dimiliki masing – masing teori yang menyebabkan teori – teori tersebut mengalami pergeseran, para guru harus dapat menyeleksi dengan baik mana yang pas dan cocok diterapkan untuk situasi kondisi pembelajaran yang diciptakan. Semoga penjelasan tersebut dapat bermanfaat untuk para guru dan calon guru guna meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini. Terimakasih ^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline