Lihat ke Halaman Asli

Don Zakiyamani

Penikmat Kopi Senja

Disorientasi Pendidikan Aceh

Diperbarui: 16 Maret 2023   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto steemit.com

Pada suatu malam yang cerah, bersama para pengambil kebijakan tingkat sekolah dan kampus, kami berbincang soal pendidikan. Dalam perbincangan singkat itu kami menemukan beberapa masalah pendidikan di Aceh. Lalu bagaimana agar masalah itu tidak menjadi 'kanker' pendidikan? 

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Legal standing itu memberi informasi, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana. Itu artinya pendidikan harus dilakukan dengan kesadaran, oleh manusia yang sadar. Manusia yang memahami substansi pendidikan. Bukan berdasarkan like/dislike akan dunia pendidikan. Sehingga akan melahirkan perencanaan.

Perencanaan berkaitan dengan visi dan misi para pengambil kebijakan dunia pendidikan. Dengan sendirinya akan kita ketahui kemana arah pendidikan nantinya. Bagaimana dengan arah pendidikan aceh, apakah berada di jalan yang lurus dan benar. Apakah dinas pendidikan aceh memiliki visi dan misi menuju jalan itu, atau hanya sekedar mempertahankan kekuasaan dengan program dadakan?

Bila kita dalami makna dari UU di atas, anak didik diharapkan memiliki kemerdekaan dalam proses belajar-mengajar. Pertanyaannya, apakah selama ini guru dan kepala sekolah diberikan hak yang sama. Bagaimana kita berharap anak didik merdeka, sedangkan guru mereka dalam keadaan terpenjara. 

Menurut pandangan saya, kepala sekolah dan guru harus menjadi teladan. Itu artinya mereka harus diberi hak aktif dan merdeka dalam mengembangkan diri. Tentu saja bukan dalam tataran retorika belaka. Mereka harus diberi ruang mengembangkan diri dan sekitarnya sehingga dapat menularkan hal baik pada siswa. Jangan lagi ada kolonialisme dalam dunia pendidikan apalagi dilakukan para atasan.

Kita tidak pernah berharap hal itu terjadi. Beban kepala sekolah dan guru yang begitu banyak jangan lagi ditambah. Ada kecenderungan kepsek dan guru menjadi tim pencitraan para atasan. Mereka dituntut agar siswa memiliki nilai kelulusan yang baik sementara kebijakan para atasan tidak memihak mereka. Bahkan mereka seolah dilarang mengkritisi kebijakan atasan yang hanya paham tataran teoritis. 

Akibatnya apa, kepsek dan guru dianggap 'robot' pelaksana keinginan atasan. Padahal mereka adalah ujung tombak dunia pendidikan. Bagaimana berharap anak didik berpikir kritis sementara guru dan kepsek dilarang berpikir logis apalagi kritis. Lalu bagaimana kita membedakan mereka dengan robot?. 

Sekarang bayangkan jika ujung tombak tumpul. Bayangkan bila mereka (guru) hanya robot mainan kadis. Apakah pendidikan kita (Aceh) sudah berada di jalur yang benar. Apakah pendidikan kita sudah sesuai dengan tujuan pendidikan kita. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

KBBI memaknai cerdas sebagai sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb); tajam pikiran. Jika demikian, pendidikan aceh sudah salah arah. Pendidikan aceh tidak mengusahakan anak didik menjadi cerdas, bahkan para guru tidak diarahkan menjadi komunitas cerdas. Bukankah selama ini dinas pendidikan aceh sudah melakukan usaha peningkatan kualitas guru dan kepsek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline