Di era kapitalis ini, mustahil bakal calon presiden tidak dibiayai bohir dan cukong. Lalu siapakah bohir dan cukong dibelakang Anie, Prabowo, Ganjar, Erick, dan kandidat presiden lainnya? seberapa besar peran mereka dalam pengambilan keputusan nantinya? Apa kerugian dan keuntungan didukung bohir dan cukong?
Tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tentu saja akan didapati subjektifitas dalam jawaban-jawaban yang akan diberikan. Nah mari kta awali dengan pemaknaan bohir dan cukong agar kita tidak debat di kosakata.
Bohir (bouwheer) adalah dua suku kata dalam bahasa Belanda. Bouwen (membangun) dan heer (tuan). Disederhanakan dalam bahasa percakapan sehari-hari sebagai penyokong dana politik. Meski secara bahasa berarti pemborong, kontraktor, pemilik proyek.
Sementara cukong berarti pemimpin, ketua atau bos besar. Berasal dari bahasa hokkien, zhugong. Cukong biasanya merujuk pada pemilik perusahaan besar di Indonesia. Awal penggunaan kata cukong sampai 1950-an, kata ini masih berkonotasi positif. Belakangan (1970-an) cukong dikonotasikan negatif, perusahaan besar yang dekat dengan kekuasaan dan melakukan tindakan KKN.
Secara sederhana bohir dan cukong dapat kita maknai sebagai orang atau kelompok orang yang kaya harta, pemilik modal. Dan dengan kekuatan modalnya (uang dan harta) dapat memengaruhi ekonomi negara.
Mahalnya cost politik di Indonesia, mau tidak mau, kandidat kepala daerah hingga kepala negara harus berteman dengan bohir dan cukong. Itu realitas yang tak terbantahkan. Itu realitas yang telah, sedang dan akan dilakukan politisi di semua level. Akibatnya, regulasi apapun harus mempertimbangkan kepentingan bohir dan cukong.
Lihatlah pertarungan pilpres selama 10 tahun ke belakang. Kedua kubu dipastikan didukung para pemilik modal, jika tidak mustahil pertarungan melibatkan orang-orang berpengaruh di negeri ini. Bukan hanya itu, media, lembaga survei, akademisi, bahkan pemuka agama ikut terlibat.
Propaganda dan hoaks tumbuh subur. Rakyat termakan opini dan pendapat orang-orang yang diteladaninya. Antiklkmaksnya, kedua kubu bersatu dan berbagi kekuasaan. Bahkan IKN dikerjakan bersama-sama, proyek besar IKN sangat menggoda bohir dan cukong. Hanya dengan proyek (uang) para bohir dan cukong mau bersatu.
Lalu bagaimana dengan pilpres 2024, apakah bohir dan cukong tetap bermain. Pastinya untuk mengamankan proyek-proyeknya mereka tetap bermain. Mari kita telaah siapa di belakang dalam pilpres 2024 mendatang.
Anies Baswedan, mantan gubernur DKI Jakarta ini dipastikan didukung Surya Paloh. Semua kita mengenal tokoh sentral dari partai nasdem itu. Surya Paloh dapat dipastikan sebagai pemodal utama kampanye-kampanye Anies nantinya. Anies butuh Surya Paloh guna memenangkan kontestasi pilpres 2024. Bukan hanya dukungan politik namun finansial.