Lihat ke Halaman Asli

Ormas (agama), Hantu Komunisme dan Keganjenan Politik

Diperbarui: 21 Agustus 2015   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di beberapa bagian kota Bandung (entah di kota lain), termasuk lingkar Cibiru dan pagar pembatas jalan di depan alun-alun Ujungberung, ada beberapa spanduk putih yang bertuliskan:

"PANCASILA YES!
KOMUNIS NO!"

Saya setuju saja dengan teksnya. Adalah janggal memang kalau di negeri demokrasi ini justru membiarkan keberadaan komunisme. Tapi kesetujuan saya jadi terusik, tatkala sepintas saya lihat bahwa spanduk itu dibuat oleh beberapa ormas berbau keagamaan seperti FUI (di dalamnya sudah pasti ada FPI). Aduh, bukan....bukan karena 'Islam'nya. Jangan salah sangka. Saya tak ada masalah dengan Islam. Hanya saja, kredibilitas dan integritas ormas-ormas itu yang membuat statement pada spanduk itu 'mencurigakan'.
Alasan saya adalah ini:
1. Spanduk itu saya kira tak pantas/ tak memenuhi kepatutan dipublikasikan di sekitar moment HUT Proklamasi RI ke-70. Untuk apa? Apakah ada Izinnya? Kalau tidak ada, kenapa dibiarkan? Mestinya masyarakat punya (diberikan) hak untuk mencabut spanduk model itu.

2. Kalau ingin menunjukkan bahwa ormas-ormas itu pro Pancasila, maka mereka mestinya juga mencantumkan kalimat ini:

"Khilafah No!"
atau
"Teokrasi No!"

Itu baru fair dan clear.

3. Keganjenan politik beberapa ormas (berjubah) agama ini semakin memprihatinkan (memuakkan dan membahayakan) bagi tumbuh kembang proses demokrasi dan pembauran (persatuan) bangsa, serta fakta anugerah keragaman suku, etnis, agama, ras dan agama di Indonesia.

4. Bisa saja agenda tersembunyi dari gerakan beberapa ormas ini yang patut diwaspadai dan ditelusuri oleh pihak pemerintah dan intelejen Indonesia. Mereka menggunakan jargon 'pro Pancasila' untuk membangun opini publik / umat - seolah mewakili umat (Islam) - dengan tujuan provokasi dan atau menggalang dukungan publik. Mereka paham, bahwa jika mereka frontal menggunakan kata 'Islam' sebagai 'tagar' utama, masyarakat belum tentu 'setuju'. Maka dipakailah kata 'Pancasila' sebagai selimut agenda sesungguhnya. Apa itu? Hanya ormas-orams itu dan Tuhan yang tahu pasti. Tapi ada 2 kemungkinan :

a. Merontokkan pemerintahan Jokowi - JK, karena kebijakkan-kebijakkannya yang dianggap menyumbat sumber dana (bansos) bagi gerakan mereka. Dan lagi-lagi, selalu diangkat isu / opini bahwa pemerintah 'anti Islam' pada publik melalui spanduk, selebaran, tablig, media sosial, jurnalistik abal-abal, serta khotbah (mimbar).

b. Mengalihkan sementara perhatian publik dari isu khilafah yang telah 'dibombardir' oleh NU dan Muhammadiyah, kepada isu komunisme, nasionalisme dan Pancasila. Mereka pun selalu berkelit dan menggunakan ketakutan pada istilah ‘sekularisme, liberalisme dan pluralisme’, seolah ketiga istilah itu salah 100%. Tentu saja, mereka pun mengambil makna yang sempit untuk ketiganya.

5. Komunisme memang perlu diwaspadai tapi tidak perlu jadi paranoid. Kalau ada diskusi / seminar terkait nama tokoh Karl Marx, Stalin, Lenin, Mao, atau Aidit, atau mempelajari sejarah komunisme, lantas buru-buru disimpulkan sebagai bibit penyebaran komunisme, padahal belum tentu. Itu namanya pembusukan intelektual. Dan hal yang selalu dihembuskan adalah hasutan bahwa komunisme identik dengan etnis tertentu (China). Ini namanya pembodohan publik. Faktanya komunisme ada di China, Korea Utara, Vietnam, dan Rusia (UniSoviet dulu).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline