Lihat ke Halaman Asli

Di Belakang Panggung

Diperbarui: 1 Februari 2024   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suasana di kelas begitu ramai, seolah-olah pasar yang dipadati pembeli. Hampir semua orang bersaing menjadi panitia untuk kegiatan lustrum yang akan berlangsung pada bulan Januari mendatang. Kegiatan tersebut akan menampilkan pertunjukan teater dengan tema budaya Sumatera. Nesto, seorang siswa, dengan antusias mendaftar sebagai bagian dari sound. Beberapa hari berlalu, Nesto rutin berlatih di kelasnya seperti biasa. Rymala, teman sekelasnya, mengajak Nesto yang memiliki rambut keriting untuk berpartisipasi dalam pertunjukan panggung. Setelah beberapa hari yang membosankan, Nesto memohon pada Ry untuk tidak ikut tampil di atas panggung. Nesto pun mengeluarkan sindiran dengan gerakan bibir dan suara,

            "Ry, kalau aku main di panggung, susah sambil mengatur lagu juga." Ry membalas dengan logat Papua,

           "Kalau kamu tidak ikut main, bagaimana mereka yang main batok kelapa nanti? Tong (mereka) kurang nanti, batok kelapa sudah disiapkan dua, rugi mereka buat toh?" Nesto, dengan logat NTT, juga membalasnya,

           "Kamu tahu apa? Capek bolak-balik, sedangkan kamu teriak-teriak macam ayam berkokok pas hari pagi kah apa?"

Ry akhirnya setuju untuk tidak tampil setelah sindiran cukup menyebalkan dari Nesto. Beberapa minggu berlatih, Nesto mulai merasa bosan seperti lautan tanpa kehidupan. Pada saat yang sama, penari-penari yang akan tampil juga tidak serius. Koordinator kelas mulai marah, dan adu mulut tak terhindarkan. Ry mencoba menegur,

             "Woi, latihan dengan serius sudah! Jangan main-main, saya pusing teriak-teriak ni." Teman kelas Alan memberi balasan,

              "Yaudah sih, kalau kamu pusing, ya tidur saja di sana! Sini, saya anterin sekalian, hahahahahah!" Tertawaan teman-temannya menghentikan latihan. Ry memanggil Pak Marcus, wali kelasnya, dan mereka berdua pergi ke kelas.

               "Saya minta semua murid yang merasa laki-laki ke ruang BK sekarang bersama saya. Aman, tidak ada Pak Fajar dan Bu Lis," ucap Pak Marcus. Semua pergi ke ruang BK. Nesto dan temannya, Ale, merasa panik dan tersesat di keramaian. Setelah masuk, Pak Marcus mulai berbicara,

               "Valen, Alan, Bintang, kenapa kalian tidak serius latihannya? Tinggal 1 minggu lagi persiapannya. Kita semua capek, yang mengoordinir kalian capek, perkap capek, stage manager capek, kalian yang menari dan tampil pun capek." Setelah mendengar teguran Pak Marcus, mereka menjadi hening seperti dunia yang kosong. Mereka merenungkan kata-kata tersebut. Semua murid laki-laki kembali ke kelas dan meminta maaf kepada teman sekelasnya. Semangat latihan pun kembali.

Hari H-1, panitia mengadakan gladi bersih. Semua angkatan kelas 10 bersemangat untuk latihan terakhir. Gladi bersih dipimpin oleh Bu Vina, guru seni budaya. Ry berbicara kepada teman-temannya sambil menunggu giliran,

              "Ayo, pasti bisa, tinggal besok. Latihannya yang benar ya, Valen, Alan, Bintang." Mereka semua menjawab dengan semangat. Nesto bersiap di belakang panggung untuk menyiapkan lagu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline