Lihat ke Halaman Asli

Yogyakarta is Fine

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1292424816963266002

[caption id="attachment_80052" align="alignright" width="382" caption="courtesy to talkwiththepreacher.wordpress.com"][/caption] Campur aduk rasanya hati ini mengikuti perkembangan berita mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.  Sebagai orang asli Yogya yang kebetulan masih terhubung dengan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta, saya mencoba mencari bukti nyata pendukung pernyataan bapak Presiden ketika mulai mempermasalahkan keistimewaan itu. Saya tidak menemukannya. Saya memang belum pernah berkunjung ke Inggris atau beberapa negara lain dengan kerajaan di dalamnya untuk dapat betul-betul merasakan bagaimana monarki berjalan dalam suatu negara sehingga dapat membandingkannya dengan apa yang sudah saya rasakan selama tumbuh dan besar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagaimanapun pikiran bapak Presiden dan orang-orang di pemerintahan yang mempermasalahkan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, saya bisa mengatakan dengan lantang bahwa Yogyakarta baik-baik saja dan tidak pernah "terganggu" dengan keberadaan Kasultanan Ngayogyakarta. Suatu saat di tahun 1998, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia berlanjut pada penembakan beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta dan berujung pada demonstrasi besar-besaran menuntut mundurnya mantan Presiden Soeharto, Yogyakarta mampu menjadi kota yang menggelar aksi demonstrasi damai di Indonesia. Waktu itu saya masih berseragam abu-abu, bersekolah di salah satu SMA di Yogyakarta. Bersama beberapa teman satu angkatan, kami bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar cinta Indonesia. Saya ingat betul ketika teman-teman berkabar demonstrasi di Jakarta dan beberapa kota lain berakhir rusuh padahal sebuah aksi demonstrasi damai akan segera di gelar di Yogyakarta. Kami semua khawatir dan takut hal yang sama akan terjadi di Yogyakarta. Meski demikian, persiapan terus digelar dan pada hari H, semua berjalan dalam damai. Aksi demonstrasi damai itu di gelar sejak pagi. Saya beserta seorang teman masih sempat ikut misa harian di gereja Kotabaru dan meminta berkat dari Romo untuk kelancaran aksi demonstrasi dan keselamatan kami berdua. Perkumpulan pelajar yang saya ikuti mulai berjalan kaki dari Universitas Gadjah Mada menuju ke alun-alun utara Keraton Kasultanan Ngayogyakarta. Pelajar mengenakan seragam sekolah masing-masing, mahasiswa mengenakan jaket almamater mereka, peserta-peserta lain pun demikian. Sepanjang jalan, warga ikut mengamankan jalannya aksi damai itu. Beberapa kali terlihat ibu-ibu membagikan air putih atau air teh dalam plastik untuk kami maupun peserta lainnya. Beberapa mahasiswa berorasi, demikian pula beberapa teman pelajar dari perkumpulan kami. Lagu-lagu perjuangan dan kemanusiaan dinyanyikan di sebuah panggung besar. Segala hal yang sudah di persiapkan berjalan dengan baik. Dan sore harinya pun, saya bersama beberapa teman dengan tenang berjalan kaki kembali ke daerah Universitas Gadjah Mada. Kenangan ini hanya satu diantara banyak kenangan yang saya sempat alami ketika tumbuh dan berkembang di Dearah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta is fine and is always fine no matter what.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline