Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Guru untuk Murid

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjadi Guru Untuk Murid

oleh, Domingos De Araujo, S.Pd

Judul di atas merupakan judul dari sebuah buku karangan St. Kartono yang sengaja diambil sebagai judul dari artikel ini. Guru dalam pelayanannya merupakan sosok yangdipandang sebagai panutan dalam masyarakat dimana ia berada. Dalam sosok guru tertanam nilai Tut Wuri Handayani seperti yang diharapkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Tut Wuri Handayani merupakan gagasan suci yang harus disadari oleh seorang guru dalam mendampingi muridnya. Singkatnya guru diajak untuk menjadi motivator bagi murid yang didampinginya. Menjadi motivator berarti guru hadir untuk murid bukan murid hadir untuk guru.

Guru hadir untuk murid memiliki maksud bahwa guru bersedia hadir tanpa pamrih dan tanpa memandang asal usul dari siswa tersebut. Guru hadir bukan seolah-olah untuk dua hal yaitu menaikkan derajatnya di mata masyarakat atau seolah-olah hanya demi materi. Pertama, bila seorang guru hadir di tengah murid hanya mengejar popularitas maka yang terjadi adalah murid ditindas dengan perlakuan yang tidak pantas. Salah satu fakta yang dapat kita lihat bersama yaitu terkadang sebagian guru menggangap bahwa dirinya memiliki kuasa penuh di dalam kelas dan dengan tegas mengatakan kepada muridnya “Saya adalah guru dan kau adalah murid, maka jangan banyak protes, tau!”. Sikap seperti inikah yang diinginkan para murid? ataukah ini adalah bukti dari keegoisan seorang guru yang mementingkan popularitas?.

Kedua, bila guru hadir di tengah murid hanya atas dasar materi, maka yang terjadi adalah murid selalu dilihat sebagai suatu beban dan kegagalan murid dalam belajar adalah kerugian dari murid itu sendiri bukan kerugian dari guru. Kebiasaan klasik yang sering diungkapkan oleh sebagian guru adalah “Mau belajar atau tidak belajar itu urusanmu, yang penting tiap bulan saya menerima gaji”. Fakta lain yang dapat dilihat yaitu beberapa guru di daerah pedalaman seperti Asmat-Papua dan Kalimantan sering meninggalkan muridnya untuk mencari tambahan lain di luar gaji yang telah dibayar oleh pemerintah atau yayasan. Guru-guru tersebut kadang meninggalkan sekolah selama berbulan-bulan dan mereka akan kembali ke sekolah sebulan sebelum ujian semester atau ujian kenaikan kelas. Jika dilihat, gaji yang diterima dari pemerintah atau yayasan sungguh cukup bahkan lebih. Fakta lain yang terjadi pada daerah-daerah tersebut yaitu dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS sering disalahgunakan demi kepentingan pribadi.

Peristiwa-peristiwa yang terungkap di atas memunculkan banyak pertanyaan dalam benak kita sebagai insan pencinta pendidikan, “masih adakah hati nurani dari guru-guru tersebut dalam mendidik tunas muda bangsa ini? ataukah pikiran dan nurani mereka sudah tertutup oleh kerakusan materi dan kehormatan duniawi? Dan untuk siapakah mereka hadir dalam dunia pendidikan?. Demi menjawab pertanyaan itu maka guru harus menyadari bahwa murid yang dididik adalah titipan dari Allah. Oleh karena itu, kehadiran guru di sekolah hanya semata untuk murid dan bukan untuk yang lain. Untuk hadir dan berkorban demi murid, seorang guru harus berani menggambil sikap keluar dari keegoisan pribadi dan mencoba untuk masuk dalam dunia murid. Guru wajib mencari tahu apa yang dibutuhkan anak dalam belajar bukan apa yang dibutuhkan guru untuk anak atau apa yang harus dilakukan anak untuk guru.

Oleh karena itu, ada dua hal yang harus disadari oleh seorang guru yaitu pertama tujuan dan hakekat pendidikan dan yang kedua adalah guru sebagai agen pembentukkan karakter anak. Guru harus menyakini dan menyadari bahwa tujuan dan hakekat dari pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar kesadaran itu maka pijakan dalam mendidik adalah bagaimana murid didik menjadi cerdas dalam mengolah hidupnya yang lebih manusiawi. Untuk mencerdaskan murid maka guru harus cerdas dalam mengatur hubungan dalam proses belajar mengajar. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan guru dengan murid, hubungan kesesuaian materi ajar dengan situasi anak dan hubungan materi ajar dengan lingkungan siswa berada. Dengan demikian, hal apa saja yang dipelajari oleh guru dan murid di sekolah semuanya merupakan cerminan kecerdasan bagi seorang murid di masa yang akan datang.

Selain tujuan pendidikan di atas maka guru juga merupakan agen pembentukkan karakter murid. Karakter seseorang bukan hal yang mudah untuk dibentuk termasuk murid yang didik bahkan termasuk guru. Untuk itu, guru sebagai agen pembentukkan karakter memiliki tugas yang berat dalam mewujudkan karakter atau membentuk karakter murid. Pembentukkan karakter bukanlah sebuah teori semata-mata atau dengan kata lain bukan hanya terbatas pada kata-kata melainkan membutuhkan tindakan nyata. Sifat lain dari pembentukan karakter adalah seperti pisau bermata dua. Artinya adalah, ketika guru menganjurkan murid untuk datang ke sekolah tepat waktu, maka anjuran itu bukan saja untuk murid melainkan juga untuk guru juga. Seringkali kita mendengar ada murid yang mengatakan “ lihat pak guru A itu, ia mengatakan kepada kita untuk tidak merokok, namun ia merokok di depan kita, apakah itu contoh yang baik?”. Hal ini memunculkan pertanyaan baru, sebenarnya kita sebagai guru hadir di sekolah karena siapa? jika kita hadir karena murid maka kita dituntut untuk tidak membohongi mereka melainkan kita dituntut untuk menjadi contoh yang baik untuk para murid.

Untuk menjadi contoh yang baik dalam kehadiran kita di depan para murid adalah berusahalah mengenal mereka satu persatu secara dekat, lakukanlah pertama kali apa yang kita katakan kepada mereka, sadari bahwa mereka juga anak kandung kita yang berada di sekolah selain anak kandung kita yang berada di rumah hasil perkawinan sah antara kita dengan suami atau istri kita, sadari bahwa mereka adalah titipan dari Allah yang harus kita didik. Kehadiran kita yang baik akan di kenang seumur hidup selama mereka hidup di dunia bahkan kita akan dijadilkan idola jika kelak murid kita menjadi seorang guru. Hal terakhir sebagai harapan dari tulisanku ini adalah “jangan hianati martabat kita sebagai guru hadirlah ditengah murid atas dasar cinta pada murid bukan atas dasar cinta pada materi atau kegilaan pada suatu kehormatan”.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline