Saat ini beredar info bahwa penyakit Covid-19 bisa diobati dengan obat-obat murah yang memang sudah digunakan dalam jangka waktu lama oleh masyarakat yaitu Aspirin, Steroid dan Kolkisin, dan berbagai informasi yang baru muncul setelah berbagai riset tentang Covid-19 di publikasi.
Adapun informasi tersebut antara lain:
1. Pada pasien dengan infeksi Covid-19 derajat sedang dan berat dapat terjadi sindrom badai sitokin (sitokin storm syndrome), karena reaksi inflamasi, sehingga dapat menyebabkan komplikasi berupa terjadi hiperkoagulasi (pengumpulan darah), bukan virus langsung yang menyebabkan blood clot tetapi melalui proses sindrom badai sitokin tersebut.
Jika hal ini terjadi, dokter bisa mengetahui dari pemeriksaan sistim koagulasi darah pasien yaitu dari APTT/PTT/D dimer yang memang telah terjadi koagulasi maka dokter akan memberikan antikoagulan bukan anti platelet/aspirin.
Blood clot ini akan menyumbat kapiler paru dan pembuluh-pembuluh darah organ dalam. Sekali lagi, obatnya bukan Aspirin tapi antikoagulan untuk mengatasi kondisi ini. Kondisi sumbatan ini akan menyebabkan kegagalan pada berbagai organ tubuh pasien.
2. Sindrom Badai Sitokin (Sitokin storm syndrome) memang bisa diatasi dengan obat anti inflamasi antara lain Steroid, seperti yang disampaikan oleh tim peneliti Universitas Oxford yang informasinya disebarkan secara luas oleh BBC. Hasil riset seperti yang kita ketahui, hanya mengurangi kematian pada kasus sedang dan berat dan tidak efektif pada pasien ringan (tanpa support suplementasi respirasi).
3. Untuk Kolkisin, obat ini digunakan untuk penyakit gout artritis, biasanya pasien yang mengalami serangan radang sendi karena asam urat tinggi efektif diberikan obat ini.
Efek inflamasi dan imunomodulator dari obat ini yang menjadi alasan obat ini diberikan pada pasien Covid-19, walau hasil risetnya belum ada dan obat ini juga belum menjadi terapi yang diberikan untuk pasien-pasien Covid-19 di Indonesia.
Dari informasi di atas, diketahui bahwa ketiga obat yang murah disebutkan ini ternyata hanya obat Steroid yang bisa digunakan pada kasus infeksi Covid-19 yang sedang dan berat, sedang untuk Aspirin tidak ada perannya, sedangkan Kolkisin masih dalam tahap penelitian.
Ada hal lain yang memang menjadi pertanyaan, kenapa pada beberapa pasien perjalanan penyakitnya cepat sehingga dalam waktu seminggu telah terjadi kematian. Pada pasien Covid-19 dapat terjadi Happy hypoxia, yang dimaksud memang pada pasien ini tidak merasakan sesak nafas padahal kadar oksigen darah sudah turun.
Tetapi, dengan pemeriksaan monitor pernafasan akan terdeteksi kalau frekuesi nafas pasien sudah meningkat, dan dengan pemeriksaan oximeter semakin jelas adanya penurunan kadar oksigen. Makanya, pada beberapa kesempatan kalau pasien sesak biasanya sudah masuk minggu kedua perjalanan penyakitnya.
Oleh karena itu anjuran untuk pasien datang ke RS kalau sudah sesak nafas merupakan informasi yang sangat menyesatkan karena perjalanan penyakitnya sudah berat, dan pasien sudah mengalami kekurangan oksigen dalam waktu lama.