Lihat ke Halaman Asli

Dr.Ari F Syam

TERVERIFIKASI

Akademisi, Praktisi Klinis,

Hati-hati Menggunakan Lensa Kontak karena Ada Risikonya!

Diperbarui: 21 Januari 2018   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Alodokter.com

Pemakaian lensa kontak lunak semakin merebak di masyarakat. Lensa kontak lunak lebih dipilih untuk mengatasi keluhan penglihatan kabur dibanding kacamata karena beberapa keunggulan, seperti memberi lapang pandang yang luas dan unggul secara kosmetik. Pemakaian kaca mata yang tebal untuk mengatasi mata minus tinggi menyebabkan penampilan wajah yang tidak diinginkan, sehingga kebutuhan lensa kontak untuk mengatasi gangguan penglihatan pada kasus seperti tersebut. Belum lagi maraknya pemakaian lensa kontak lunak berwarna untuk kebutuhan kosmetik pada mata normal tanpa gangguan penglihatan.

Data menunjukkan lensa kontak lunak masih mendominasi peresepan lensa kontak. Penjualannya pun semakin marak tanpa ada pengaturan oleh Kementrian Kesehatan atau Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini menyebabkan konsumen pengguna lensa kontak lunak terpapar terhadap resiko efek samping penggunaan lensa kontak lunak. 

Tidak jarang, efek samping infeksi kornea, yang mengakibatkan kebutaan, dialami oleh pengguna lensa kontak lunak. Efek tersebut disebabkan salah satunya oleh kurangnya oksigen di kornea karena pemakaian lensa kontak lunak menghalangi sampainya oksigen ke kornea. Oleh karena itu, deteksi dini kondisi kekurangan oksigen tersebut, dengan menggunakan penanda biomolekular, menjadi sangat penting. Peneliti FKUI Dr. dr. Tri Rahayu, Sp.M(K), FIACLE, staf Departeman Mata FKUI/RSCM meneliti beberapa penanda biologis yang kerap muncul pada kondisi kekurangan oksigen, seperti Hypoxia Inducible Factor-1, Lactate Dehydrogenase (LDH), dan Malate Dehydrogenase (MDH).

Dengan demikian, dapat ditentukan penanda biomolekular mana yang paling menggambarkan kondisi kekurangan oksigen, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai modalitas deteksi dini. Ada dua hal utama yang diteliti oleh Dr.Tri Rahayu yang disampaikan pada promosi doktornya, pada hari Rabu, 10 Januari 2018 di Gedung IMERI FKUI, efek pemakaian lensa kontak lunak terhadap penanda biologis dan keadaan klinis kornea, serta efek penghentian pemakaian lensa kontak lunak terhadap faktor-faktor tersebut.

Penelitian ini, membuktikan bahwa pemakaian lensa kontak lunak dengan daya hantar oksigen yang baik selama 2 bulan tidak menimbulkan keadaan kekurangan oksigen kornea, namun pemakaian lensa kontak lunak yang terbuat dari bahan yang daya hantar oksigennya rendah dalam jangka panjang menyebabkan gangguan berupa perubahan klinis kornea yang belum membaik dengan penghentian lensa kontak selama 1 bulan.

Penelitian ini juga menemukan bahwa aktivitas enzim LDH dan MDH serta rasio LDH/MDH air mata tampaknya berkorelasi tinggi dengan perubahan klinis kornea pada pemakaian lensa kontak lunak, sehingga perubahan enzim ini dapat dijadikan sebagai penanda biomolekular keadaan kekurangan oksigen di kornea pada pemakaian lensa kontak lunak.

Penelitian doktor ini juga mendapatkan temuan yang membantah teori yang ada sebelumnya, bahwa pada pemakaian lensa kontak lunak yang terbuat dari material dengan daya hantar oksigen yang baik, keadaan endotel kornea, yang merupakan lapisan terdalam dari kornea, yang selama ini diyakini merupakan faktor utama yang mempengaruhi ketebalan dan transparansi kornea, tidak terbukti. Justru kondisi epitel, bagian terluar dari kornea, mempunyai korelasi kuat dengan ketebalan dan kejernihan kornea.

Hasil penelitian ini menjadi informasi penting untuk para pengguna kontak lens baik yang memang untuk mengatasi mata minus tinggi atau hanya untuk gaya dan membuat mata lebih indah padahal kondisi mata masih normal untuk berhati-hati, karena risiko infeksi dan berlanjut sampai kebutaan jika tidak digunakan dengan hati-hati. Penemuan biomarker untuk mendeteksi kekurangan oksigen di kornea pada pemakaian lensa kontak lunak. Juga menjadi terobosan penting dalam mendeteksi kelainan mata yang terjadi akibat penggunaan kontak lens.


Mudah-mudahan penelitian Staf FKUI/RSCM ini bermanfaat untuk dunia kedokteran khususnya di Indonesia tercinta ini.

Humas FKUI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline