Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Pembelajaran (Lagi) dari Peristiwa Choirul Huda

Diperbarui: 15 Oktober 2017   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Bolasport.com

Sebuah keprihatinan yang mendalam saya rasakan saat mendengar kabar duka dari pesepakbolaan nasional. Berita kepergian kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, yang diduga disebabkan oleh cedera kepala yang beliau dapatkan saat bertanding sudah sepatutnya disayangkan.

Kasus cedera kepala dan leher (traumatic brain injury) dalam olahraga dianggap menjadi masalah serius dan telah menarik perhatian FIFA dan federasi sepak bola negara dunia. Penanganan yang kurang tepat atau terlambat pada kasus cidera kepala dan leher dalam sepak bola dapat menyebabkan kematian dan kecacatan permanen yang dapat mengakhiri karir seorang pemain profesional. First aid treatment yang diberikan kepada kiper Chelsea FC, Petr Cech, saat bertabrakan dengan Stephen Hunt sudah sepatutnya menjadi benchmark dalam penatalaksanaan cidera kepala. Petr Cech dapat kembali merumput dan meneruskan karir gemilangnya di level klub dan internasional.

Sejak saat itu, kampanye untuk melawan cedera kepala semakin diintensifkan dan telah menjadi bagian dalam FIFA Medical Development program. Namun, di tengah gencarnya kampanye FIFA akan deteksi dan penanganan terhadap cidera kepala di sepak bola, berita dari tanah air sungguh sangat mengejutkan.

Berbagai panduan telah dikembangkan untuk membantu mendeteksi dan menurunkan angka mortalitas atau risiko disabilitas paska cidera kepala. Salah satu panduan yang umum diterapkan adalah "The FA's Concussion Guidelines" yang disusun oleh federasi sepak bola Inggris (the FA) menekankan pada pentingnya deteksi potensi cedera kepala. Panduan ini didesain untuk menjangkau semua kalangan yang berpotensi menangani cedera kepala dalam persepakbolaan, baik profesional ataupun akar rumput. 

Deteksi cepat atas kecurigaan cedera kepala dapat dilaksanakan apabila personel lapangan memahami prinsip primary survey, sepertu "visible clues"(tanda yang bisa terlihat) dan "symptoms" (keluhan yang pemain rasakan), mekanisme cedera, serta screening cepat dengan "The Pocket Concussion Recognition Tool". Slogan "If in doubt, sit them out" memiliki arti jika ada keraguan dalam mendiagnosis cedera kepala, pemain harus segera ditarik dari lapangan untuk diperiksa dan ditangani lebih lanjut.

Proses evakuasi pemain harus dilakukan oleh personel-personel yang kompeten dan terlatih. ABC dan kontrol C-spine harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (no margin for error). Ketersediaan peralatan dan obat obatan emergensi (advanced first aid) juga harus diperhatikan. Silakan lihat rekaman kejadian, sudahkah proses evakuasi dilaksanakan dengan baik? Adakah sistem Emergency Action Plan (EAP) yang sudah diterapkan dengan efektif? 

Percayalah bahwa prinsip "Practice makes perfect" sangat berlaku dalam kasus ini. Sehingga, proses pelatihan yang berstandar dan kontinu terhadap staffmedis dan paramedis menjadi prioritas sehingga mereka dapat memberikan penanganan yang optimal dan terstandar. Sosialisasi terhadap seluruh elemen persepakbolaan, baik penyelenggara liga, klub, pemain, bahkan supporter, terkait kondisi kegawatdaruratan medis di sepakbola menjadi hal yang tidak dapat diabaikan.

Sebuah pekerjaan rumah besar menanti kita.
Sudah saatnya kita berbenah dan memperbaiki diri karena kepergian seorang putra bangsa adalah sebuah harga yang terlalu mahal untuk sebuah pembelajaran.

Selamat jalan sang kiper Persela, Choirul Huda.

Birmingham, 15 Oktober 2017

dr Kent A. Khurniawan
MSc Exercise and Sports Medicine (Football)
University of Birmingham
LPDP BPI PK-48

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline