Beberapa hari ini kita kembali "dihebohkan" dengan pemberitaan tentang adanya masyarakat yang diproses secara hukum akibat memelihara hewan yang terlarang dan hewan yang dilindungi.
Adalah Piyono, seorang kakek berusia 61 tahun divonis hukuman 5 bulan penjara gara-gara memelihara hewan ikan Aligator.
Pengadilan Negeri Malang memvonis Piyono melanggar pasal 88 juncto pasal 16 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004, tentang Perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2020.
Sementara itu, I Nyoman Sukena, Warga Kabupaten Badung, Bali, juga terancam hukuman 5 tahun penjara karena memelihara hewan Landak Jawa. Sukena ditangkap polisi pada awal Maret 2024 atas laporan masyarakat dan ia dianggap melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Dalam UU tersebut, khususnya pada Pasal 21 ayat 2, disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Mengacu pada Lampiran Permen LHK 106/2018, Landak Jawa atau hystrix javanica merupakan jenis satwa yang dilindungi.
Pentingnya Pengetahuan Masyarakat
Secara aturan, tidak ada yang salah atas apa yang telah dilakukan aparat penegak hukum terhadap kasus tersebut. Apalagi, negara kita adalah negara hukum, setiap pelanggaran hukum harus ditindak sesuai dengan perbuatan yang dilanggarnya.
Namun, apakah penindakan hukum tersebut telah memenuhi unsur keadilan? Ini yang patut menjadi perhatian.
Pasalnya, dari dua kasus tersebut, seluruh tersangka/terpidana, diberitakan mereka tidak mengetahui bahwa hewan yang mereka pelihara merupakan hewan yang dilindungi dan dilarang dipelihara tanpa izin.
Oleh sebab itu, wajar jika masyarakat menjadi "heboh" karena memang banyak orang yang belum mengetahuinya.