Lihat ke Halaman Asli

Iwan Berri Prima

TERVERIFIKASI

Pejabat Otoritas Veteriner

Antisipasi Penularan Penyakit African Swine Fever Pasca Tertularnya Peternakan Babi di Pulau Bulan

Diperbarui: 16 Mei 2023   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis melakukan Pengawasan di salah satu Peternakan Babi di Bintan (Sumber gambar: Dok. Pri)

Penyakit hewan menular kembali menyerang di wilayah Indonesia. Kali ini, penyakit hewan menular African Swine Fever (ASF) menyerang pada peternakan babi Pulau Bulan milik PT. Indotirta Suaka di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini berdasarkan hasil uji Laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi Nomor 27003/PK.310/F.4.G/ 04/2023 tanggal 27 April 2023. Padahal, PT. Indotirta Suaka merupakan peternakan babi terbesar di Indonesia dan senantiasa melakukan Biosecurity yang ketat dalam antisipasi penularan penyakit hewan.

Selain itu, PT. Indotirta Suaka juga merupakan eksportir babi hidup ke Singapura dengan menyumbangkan 15% dari total keseluruhan kebutuhan impor babi di Singapura. Akibatnya, sejak ditemukan kasus ASF, Singapura pun menutup pemasukan babi tersebut dari pulau Bulan, Kota Batam. Padahal, sebelumnya Peternakan babi di pulau Bulan ini telah lama ditetapkan sebagai kompartemen bebas ASF dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan Keputusan Nomor 669/KPTS/PK.320/M/11/2021 tentang Penetapan PT Indo Tirta Suaka sebagai Kompartemen Bebas dari Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Ternak Babi.

Menindaklanjuti persoalan ini, maka perlu dilakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan penyakit yang cepat, tepat, efektif dan efisien sebagai pelaksanaan sistem peringatan dini (Early Waming System). Sehingga diperlukan upaya-upaya sebagai berikut:

Pertama, Penyakit African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang disebabkan oleh virus dengan angka mortalitas dapat mencapai 100% dan sampai saat ini belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahannya;

Kedua, Dinas yang membidangi urusan kesehatan hewan di seluruh Indonesia agar segera melakukan pemutakhiran data populasi ternak babi rakyat (backyard), menertibkan pemotongan ternak babi di Rumah Potong Hewan Babi (RPH-B) serta peningkatan kualitas pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem ternasuk pelaporannya ke dalam apiikasi iSIKHNAS;

Selanjutnya berdasarkan pedoman Kesiapsiagaan Darurat Veteriner Indonesia untuk daerah tertular penyakit, pengendalian dan pemberantasan yang harus dilakukan meliputi depopulasi (pemusnahan), disposal (mengubur bangkai hewan), desinfeksi/ dekontaminasi kandang (biosecurity) dengan menggunakan desinfektan, penutupan wilayah dan investigasi kasus, meningkatkan surveilans pasif, pelatihan untuk peningkatan kapasitas petugas keswan, Komunikasi Informasi Edukasi pada stake holder peternakan terutama pelarangan pemberian pakan dari sisa restoran atau hotel (swill feeding);

Ketiga, Melaporkan temuan kasus babi sakit/mati di lapangan pada kesempatan pertama ke iSIKHNAS dan Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten/Kota/Provinsi serta investigasi kasus apabila ditemukan adanya dugaan (suspect) African Swine Fever (ASF) dan mengirimkan sampel untuk uji PCR ke Balai Veteriner dan UPT Balai Pelayanan Kesehatan Hewan di daerah;

Keempat, Memperketat pengawasan lalu lintas temak babi dan produknya ke dalam wilayah bersama Balai/Stasiun Karantina/ dokter hewan karantina sebagai upaya antisipasi masuk dan tersebarnya penyakit African Swine Fever (ASF) di seluruh wilayah.

semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline