Lihat ke Halaman Asli

Farhandika Mursyid

Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Cerpen | Jangan Kau Bunuh Diri

Diperbarui: 10 September 2019   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : dokumentasi pribadi

"Taruh pisaunya di bawah, Gisca!"

Suara bak gemuruh itu datang dari sebelah kanan Gisca. Itu datang dari Morin, temannya yang saat itu sedang berada di kamarnya. Tepat dua bulan sudah peristiwa mencekam itu. Kisah cintanya yang indah dengan Fritz harus kandas karena godaan yang kuat untuk menikahi Clara, si cewek yang sekarang menjadi dokter terkenal di kota Arlegnone.

Dia selalu merasa hanya dijadikan objek pemuas belaka oleh Fritz. Sudah hampir seluruh badannya dia berikan kepada Fritz. Sekarang, penyesalan yang didapatkan. Dia tidak tahu apa yang harus dia perbuat lagi. Baginya, solusi terbaik adalah mengakhiri hidupnya. Morin, teman baiknya sejak SD pun selalu mengingatkan akan risiko yang mungkin terjadi dengan Fritz.

Morin sendiri adalah anak yang religius. Dia taat beribadah dan sangat cerdas di sekolahnya. Sekarang, dia mengabdikan diri untuk mengajar di kota Arlegnone. Baginya, mendidik adalah tujuan utama hidupnya. Benar-benar definisi cewek yang sempurna. Dulu, Morin dan Gisca sering jalan bareng. Hingga, akhirnya, mereka terpisah saat kuliah dulu. Mereka hanya bisa berkontak lewat sosial media di kala ada yang ingin dibicarakan.

"Rin, aku sudah tidak tahan lagi. Sepertinya, ini akan membuatku nyaman."

"Gis, apa yang kamu lakukan dengan Fritz itu memanglah salah. Tapi, bukan berarti kamu harus seperti itu, dong. Ayo, bangun. Kembalikan pisau itu ke dapur."

"Rin, aku tahu betapa baiknya dirimu kepadaku. Tapi, bukankah kamu punya sesuatu yang harus dilakukan lagi? Muridmu atau mungkin kekasihmu? Mereka jauh lebih berharga dari aku, cewek jalang ini."

Mereka pun saling berdebat satu sama lain. Bagi Morin, Gisca adalah sahabat yang terbaik yang selalu mendukung langkahnya menjadi pendidik. Tentunya, dia tidak mau melihat sahabatnya meninggal dengan cara percuma. Morin tetap berusaha sekuat tenaga supaya Gisca tetap punya semangat hidup.

"Gis, aku akan selalu di sini menemani kamu hingga tenang. Muridmu pasti paham itu. Mereka sudah tahu bahwa kita harus hidup bersama. Kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Jangan biarkan ini berakhir hanya karena keputusanmu itu."

"Rin, terima saja ide bahwa kita makhluk yang berbeda. Lagian, aku melakukan itu semua karena memang aku nyaman. Aku nyaman dengan Fritz kala itu, hingga akhirnya kenyataan mulai brengsek padaku. Aku tentunya akan nyaman jika aku harus mati. Sudah lah."

"GISCA.. JANGAN KAMU LAKUKAN ITU.. AKAN ADA BANYAK ORANG YANG MENANGISI KEPERGIANMU.. ARGHH!!!!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline