Lihat ke Halaman Asli

Implikasi Pergantian Lambang Palang Merah

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13473583301242443700

Saya sedikit terkejut ketika membaca berita di detik.com dan tulisan "Lambang Palang Merah Akan Diganti Bulan Sabit Merah?" tentang wacana perubahan lambang Palang Merah Indonesia (PMI) oleh Baleg DPR. Pada saat saya masih aktif sebagai ketua relawan di PMI Kota Surabaya, memang PMI sedang menggencarkan kampanye Satu Lambang, Satu Gerakan dan Satu Negara. Tidak disangka lambang yang akan diusung adalah Bulan Sabit Merah, bukan Palang Merah. Pemakaian Lambang ini sebenarnya sudah menjadi masalah konflik bertahun tahun sejak di Indonesia berdiri lembaga Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) pada tahun 2002. Konflik ini terjadi karena, sebenarnya Bulan Sabit Merah dan Palang Merah adalah satu organisasi dan satu gerakan dibawah IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies). IFRC sendiri adalah lembaga yang muncul setelah Perang Dunia I usai sebagai ide untuk saling bantu membantu sesama lembaga kemanusiaan untuk menolong korban perang. Representasi resmi IFRC di Indonesia saat ini adalah PMI. Di Indonesia sendiri, zaman dulu kita memilih lambang Palang Merah karena dianggap lebih universal dan tidak memihak agama tertentu sebagai lambang kemanusiaan. Jika perubahan ini ternyata jadi diimplementasikan, Implikasi lambang kemanusiaan ini besar. Karena bukan hanya merubah lambang PMI menjadi BSMI, namun semua atribut netral dalam perang dan medis harus dirubah menjadi Bulan Sabit. Seperti lambang Bakti Husada milik Depkes dan Logo Tim Medis Angkatan Perang. [caption id="attachment_198471" align="aligncenter" width="300" caption="Logo Bakti Husada milik Depkes yang harus dirubah jika PM diganti BSM"]

13473596691946858767

[/caption] Dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina, tahun 1965. Lambang palang merah dan bulan sabit merah diperuntukan bagi dinas kesehatan angkatan perang suatu negara serta perhimpunan nasional yang dibentuk atau ditunjuk oleh negara. Karena lambang ini dapat digunakan sebagai tempat perlindungan ketika perang terjadi. Negara yang berkonflik tidak dapat menyerang lambang lambang ini. Jika di Indonesia ada dualisme lambang, maka akan terjadi kebingungan ketika konflik ini terjadi. Hal ini berbahaya sekali, karena akses untuk menolong korban jadi sangat terbatas. Namun pun demikian, dalam konteks gerakan, ketika perubahan ini terjadi maka PMI yang ada saat ini (sebagai representasi ratifikasi konvensi Jenewa) akan dirubah menjadi BSMI. Dan BSMI yang ada saat ini akan terpaksa untuk merubah lambangnya dikarenakan adanya UU tersebut. Tentu hal ini akan semakin membuat bingung dan ruwet dengan pergantian semua lambang" yang ada. Belum juga duit yang diperlukan untuk merubah dan mensosialisasikan logo baru PMI dan BSMI. Tapi kan ya yang ruwet dan mbulet itu kan yang bikin korupsi semakin mudah toh.. Bagaimana menurut kawan kawan? :) Wallahu a'lam bi ash-shawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline