Disekitarku memang ada banyak orang, tapi tetap saja aku kesepian. Lelucon, joke-joke yang kulemparkan jarang bisa melahirkan tawa. Terus.. harus gimana ngobrolnya dan di topik apa?!!. Ampuuuun... sepiii...!!! Akhirnya, jeda-jeda waktuku kulewatkan dengan berlama-lama memandangi kembang-kembang dalam tiga pot plastik tepat di depan pintu "mess". Sudah tiga pekan mereka jadi "soulmate' pelarian-ku. Aku tidak tahu nama mereka, jenisnya, apalagi bahasa ilmiahnya. Yang jelas penampilan mereka tidak teramat indah dan jauh dari kesan mahal. Ranting-ranting dan ujung-ujung bilah daunnya ada yang sudah kuning dan mengering. Tadinya mau kubersihkan saja ranting dan daun2 kering itu. Tapi kalau itu kulakukan berarti aku jahat seperti satpol pp yang mengobrak-abrik kaki lima atas perintah pemda demi keindahan kota atau pesanan pengusaha2 tamak luar biasa. Jadi kubiarkan saja. Sukur-sukur menghijau lagi. Kalaupun mau mati, matilah sesuai takdirnya. Sungguh aku tidak kuasa mengatur jatah dan lahan hidup makhluk ciptaan Tuhanku. "Siape elu?", mungkin gitu yang Tuhan gw bakal bilang. Sebagai laki-laki yang terobsesi dengan sebutan macho, maskulin, dan jantan abis (kalau perlu perut ini kotak-kotak), untuk pertama kalinya dalam hidupku aku suka kembang. Hi..hi.. jadi malu. Tapi moga2 aja ada yang mau kirimi aku kembang dengan aneka makna. Virtual pun jadi lah. Mudah2an nggak jadi nyablak he..he... Pepatah say with flower sudah diikutin banyak orang. Mereka yang tidak cakap bertutur-kata atau malas jadi pujangga bisa menyatakan cinta dengan mengirimi perempuan pujaannya setangkai kembang. Begitupun untuk urusan duka cita dan bahagia. Lalu apa gerangan urusan yang terjadi padaku. Kembang di pot-pot itu bukan kiriman orang. Mereka ada jauh hari sebelum aku datang dan bukan pula untuk kepentingan penyambutan. Dan kemarin sore ba'da ashar ketika untuk kesekian kalinya kukunjungi mereka di hari itu, kulihat mereka seperti berkata-kata.. "Tuhan, terimakasih telah Kau kirimkan makhluk-Mu dari kalangan manusia yang setia menyirami kami sesuka hati. Kami sendiri sebenarnya tidak kekurangan air. Tanah di sini cukup nutrisi dan sangat baik bagi kehidupan kami. Tapi semburan air dari botol aqua bekas yang tutupnya dilubangi kecil-kecil, terasa lembut membelai seluruh permukaan tubuh kami.. Tuhan.. Kau maha mengetahui apa maunya orang ini.. Sedangkan kami tidak terlalu menarik untuk lama-lama dipandangi. Pernah kami lihat mulutnya bergetar seperti menahan tangis.. Pernah kami lihat matanya berkaca-kaca seperti memendam duka.. Tuhan.. Kalau dia mau perempuan, jadikan kami perempuan-perempuan molek nan rupawan! Untuknya, kami letih jadi perlambang. Tuhan.. Kalau dia mau uang, jadikan daun-daun dan kelopak kami lembar uang ratusan! Darinya, kami sadar telah dikerjai. Tapi Tuhan.. Kami khawatir dia gila memahami betapa ajaibnya hidup ini. Jadi Tuhan.. Kalau kelak dia masuk neraka, jadikan kami sedikit teteduhan." Amiiin.. Amiin.. (Sang Dokterandes - 25 Juni 2009)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H