NATALIA Pikay. Begitu nama yang tertera di Kartu Keluargamu.. karena Engkau terlahir dari clan Pikay. Natalia Migow juga namamu, seperti katamu.. lantaran Engkau dibesarkan Mama Tua-mu, Budhe-mu yang ber-clan Migow.. ..hmm.. siapa pun nama aslimu, Engkau tetap lah NATALIA yang kukenal. Insan indah. Telah terpatri begitu di sudut hatiku. . . . . . . Sore itu ..awal tahun 1977. Serasa panjang bagiku. Menyenangkan. Riang, kata yang tepat, gambarkan suasana hati ini ..memulai hari yang baru di rumah dinas baru Ayah, di antara deretan pusat perkantoran Kabupaten Paniai [note: sebelum berganti nama menjadi Kabupaten NABIRE, Papua ..kini], Kompleks KPPD, Jl.Merdeka Nabire, Irian Jaya.. setelah beberapa bulan transit sementara di salah satu rumah petak sempit - sederhana di Bukit Meriam, usai (mengalah) pindah dari eks rumah dinas Bupati di Kota Lama, yang sisakan trauma, akibat pilihan tindakan aneh salah satu Tetangga baru, sang Kepala Kantor Pengadilan Negeri Nabire yang baru saja menjabat, memaksa Ayah & kami sekeluarga pindah, lantaran sang Beliau merasa rumah dinas jabatan Beliau lebih sederhana dari eks rumah dinas Bupati yang di-SK resmi-kan oleh pejabat yang berwenang kepada Ayah kami, jauh sebelum Beliau tiba. ..hmm.. berkah pendulum "ingin" sang insan terbatas yang tiada tertahankan.. bagi Keluarga sederhana kami.. . . . . Natalia, Sang Pemilik Agung selalu anugerahkan yang terbaik.. di waktu yang telah ditetapkan-NYA. Rumah dinas ke-3 yang ini jauh lebih lapang. Meski kondisi rumahnya lebih simple dibanding rumah dinas Bupati yang kami tempati sebelumnya.. yang memang ber-arsitek rumah tropis gaya Belanda. . . . . Yang lalu, sepeninggal Ayah ke Yogyakarta tahun 1993, dirombak total menjadi Guest House PemDa Kabupaten Nabire. Yang lalu berubah jauh lebih megah dari wujud kediaman kami sebelumnya. Terdiri atas beberapa bagian bangunan, dalam satu lokasi. Konon disewakan pula sebagai Gedung Pertemuan. Itulah lokasi kediaman Keluarga kami.. rumah dinas Ayah kami, dulu. Masih ingat jelas khan, Natalia? . . . . ..lokasi pijakan masa kecil.. yang di setiap jengkal tanahnya jadi saksi bisu tumbuh kembangku sedari berusia 6 tahun, Natalia.. ..yang di setiap jejak halaman sekitarnya.. juga menyimpan banyak kisah masa kecilmu, Natalia.. dan rekan-rekan sekitar kita di KPPD.. dan Karang Mulia kita. . . .
Natalia, selalu ada makna di balik setiap peristiwa. Sebrutal apa pun kisah pendahulunya. Kami sekeluarga telah beroleh pembe
lajaran akan kesabaran.. dan nilai kepasrahan, dari peristiwa itu. [ ..hmm.. tentu tidak se-dasyat ketika kami sekeluarga harus lebih dari satu kali mengungsi di tengah malam. Ketika Ayah-Bunda beserta ke-6 Buah Hati yang masih kecil-kecil.. (disertai beberapa Yokaa) berlarian menembus lebatnya hutan belantara dalam kondisi hujan deras.. serta jalan setapak berlumpur, licin, terjal..di area lereng-lereng perbukitan.. dari satu tempat ke tempat berikutnya, saat jelang masa PEPERA, tahun 1968, di pedalaman. Engkau masih ingat licinnya jalan setapak sepanjang Epouto-Enarotali, khan Natalia..? ..di gelapnya malam, pula.... di tengah berpacunya detak jantung kami lantaran himpitan rasa takut, di masa genting itu. ] . . . . . . . . . . . Kembali ke siang itu.. Di sela riangku.. kutahu beberapa pasang mata mengintip dari kejauhan, dari arah Barat halaman rumah kami.. Iya. Iya, Engkau ada di antaranya. Natalia, begitu Engkau sebutkan namamu. Malu-malu. Nama yang indah. Ternyata, kita bertetangga. Engkau & Keluargamu tinggal di seberang, di rumah ter-Timur bangunan couple KPPD itu. Artinya, meski berbatas tanah kosong cukup lebar & luas, rumahmu terdekat dengan rumahku, dibanding rumah lainnya di situ. Yang kutahu lalu, kita berteman. Kebetulan pula, jarak usia antar kita tiada seberapa jauh berbeda. Engkau lebih muda beberapa tahun saja, dari usiaku. Untungnya lagi, genetikmu berbeda dariku. Kau tumbuh jauh lebih cepat dari aku. Yang karenanya, siapa pun pasti menduga, kita seusia. Ingatkah Engkau akan ranumnya buah Kokuto.. kecutnya buah Kui di lahan hutan.. sebagian Bukit milik Ayah, tepat di depan/Selatan rumah kami, yang Ayah beli murah ("hadiah" salah satu sesepuh Clan Ekagi atas dedikasi Ayah mendidik Putera/i Ekagi), tepat berdempet dengan Bukit ber-Gua Jepang.. di belakang Kantor TELKOM, sebelah relay station TVRI itu? ..menyenangkan, yea? . . . . . . . . Ingatkah detik-detik kita menggoda Mas Edy, kakak tersayangku.. yang sedang menyepi di situ.. belajar sendiri, persiapkan diri hadapi Ujian Akhir SMP-nya? ..nakal, yea kita.. . . . . . . . . ..juga di detik kita khayalkan diri menjadi Penguasa Kota? ..asyik, yea.. Bagaimana tidak. Karena bila kita berjalan terus telusuri sang Bukit ke arah Barat, kita akan sampai di puncak Bukit bertebing melandai.. yang darinya kita dapat menikmati pemandangan seluruh isi Kota Nabire.. termasuk bentangan pantai perawan indah-nya yang diapit dua semenanjung di kanan kirinya.. plus deretan pulau-pulau kecil di sekitarnya.. lengkap dengan ............ach! Tiada terlukis indahnya karya Sang Hyang Pencipta di ranah Papua.. Indah, yea Natalia.. . . . . . . . . . . . Oya, Yufinia, kakak tertua-mu sangat rajin membantu Bunda kami. Mencuci pakaian Keluarga kami. Bunda pun mendukung sebagian kecil pembiayaan sekolahnya. Dan, sekarang.. Beliau telah menjadi salah satu Bidan yang dikenal di Nabire. Betapa bahagianya kami. Dukungan kecil kami ternyata berbuah indah. Ingatkah Engkau.. hampir setiap petang sang Bunda membagi sebagian santapan sore Keluarga kami pada Keluargamu? ..yang lalu dihabiskan beramai-ramai oleh Kalian, sambil berlari-lari riang.. berkejaran di halaman rumah Kalian? Natalia.. Oh, Natalia.. sejujurnya, setiap menyaksikan itu, hatiku sangat sedih. ..selalu saja menelusur pedih yang dalam di ujung sukma-ku.. bercampur iba. Detik ini pun.. saat menuliskannya.. aku (kembali) menitikkan butiran demi butiran bening.. spontan dari kedua pelupuk mata ini.. ......................................................................................................................................... . . . . . . . . . . Kemiskinan Putera/i Bangsa. Bagaimana bisa...? Setelah sekian puluh tahun merdeka.. mengapa problem kelaparan masih saja mendera? ..Bumi Papua sedemikian asli berberkah kaya. Emasnya? Jangan ditanya. Hanya berbekal pacul ataupun linggis saja, bongkahan emas murni bisa diperoleh, di Nabire. Engkau pun pernah melakukannya sebelum berangkat wujudkan mimpi menjadi sarjana ke pulau Jawa, bukan? . . . . . . . . . . Masih ingatkah juga Engkau.. pada detik-detik ceria di waktu berkala, ketika Kami sekeluarga menggelar tikar & menyusun kardus di halaman rumah.. tumpukkan baju-baju pantas pakai yang ingin kami bagikan ke para Tetangga? ..semua terkekeh ceria memilih.. Ingatkah baju biru indah yang kau kenakan itu? Masih terekam jelas di dokumen photo pribadiku. Kau begitu ceria, tunjukkan tawa lepas-mu.. berdiri tegap di samping Ayah kami.. mengenakan baju itu.. yang tampak terlalu sempit di bagian perutmu..kontras dengan kondisi tangan & kaki-mu yang tampak kelam, kuyu & kurus.. Kesempitan kah? ..ataukah detik itu ada yang sedang Engkau derita, di bagian perut-mu? Apa yang Engkau rasakan, Natalia? ..sakitkah? ..seringkah alami diarrhea? ..atau.. terlampau sering menahan jerit rasa lapar, sebelumnya? Apa saja yang sering Engkau makan? ..hanya betatas? [betatas: ubi jalar] ..maafkan, aku telah pindah Sekolah ke Yogyakarta, saat itu. Aku tidak leluasa menemani harimu lagi.. . . . . . . . . . . . Aku tahu, itu belum berujung. Ada sekian deret kisah serupa yang sedang menggejala di Bumi Papua, hingga kini. Ada banyak yang sungguh masih kelaparan.. dan kedinginan.. di sana. . . . . . . . . . . . Singkat cerita, tiba-tiba saja Engkau muncul di kost.. Jl.Legi 32 A Papringan-ku, pagi itu.. ketika aku sudah berstatus Mahasiswi FKG UGM. Jujur, aku kaget. Seperti biasa-mu, sambil cengar-cengir penuh canda tawa, Engkau mengajak-ku ke rumah kontrakan-mu. O, haii..!! Engkau sudah pindah ke Yogyakarta, rupanya. Sejak kapan? Engkau pun mulai cerita kisah petualangan heroik-mu.. Natalia, O..Natalia. Aku salut padamu.. Tekat bulatmu untuk maju bawamu bergulat sebegitu gigih. Bahkan hanya untuk bisa sampai di tanah Jawa, Engkau sedemikian rela korbankan banyak hal.. "Ingin bisa jadi sarjana seperti anak-anak Budhe. Yaa, seperti Kak Titus, Kak Anto, Kak Edy, Kak Erna.. dan Kak Rien. Kak Rien sebentar lagi su mau jadi dokter, khan.. Sa pingin Irian maju. Supaya sarjana semakin banyak. Bisa bangun Irian menjadi maju. Juga, supaya bisa dekat lagi dengan Budhe", begitu alasanmu sedari awal.. Begitu polos.. sederhana.. jujur, tapi (nyata) berdasar. Natalia, O..Natalia.. aku berhutang semangat & kegigihan, padamu.. ..Begitulah.. Hari demi hari terlewati.. hingga ku diberi tahu Bundaku, Engkau berhasil kuliah di Surabaya. Yang benar? Oh, syukurlah.. satu jenjang lagi 'kan terlampaui. Engkau, sang Gigih, sang Semangat dari Bumi Papua akan unjuk gigi. Engkau studi Psikologi Pendidikan, di sana. "Natalia membiayai sendiri hidupnya dengan menjalani tanggung jawab selazimnya pembantu bagi rekan-rekan satu kost-nya, lho Rien", sang Bunda bercerita, suatu pagi. Hah? . . . . . . Engkau HEBAT, Natalia.. ..setelahnya, kita masih sesekali bertemu di kediaman Bundaku di Yogyakarta. Masih ingat, bukan? Engkau pun beberapa kali menginap di sana. Tapi, lantaran kesibukanku, waktu pertemuan kita selalu saja sangat singkat. Natalia, Engkau pun telah tumbuh semakin dewasa. Ragamu jauh lebih tinggi & gemuk di banding aku.. ..dan, ......aha!! Kau semakin asyik dengan handphone pula, rupanya. Sebentar sebentar berdering.. ..hmm..dari (..*__**)kah? Iya..iya..Engkau telah beranjak dewasa. Aku paham. Dan lalu, darinya pula kita menjadi sering berkirim khabar. Seperti biasa, Engkau rajin bagikan detail bahagiamu.. di sela sibukku rampungkan studi. Hal indah yang selalu juga Engkau sharing-kan ke Bundaku, Kak Thress, Kak Titus, Kak Anto, Kak Edy, dan Kak Erna. Engkau insan yang sungguh perhatian.. dan bersahaja. Natalia, aku berhutang sikap sederhana, perhatian & kebersahajaan padamu. "Kak Rien...!! Aku lulus. Sekarang aku sudah sarjana. Praise The LORD..!! Kak Rien masih kerja di Jakarta, khan? Aku sedang transit sebentar di rumah teman.. mau kembali ke Nabire. Aku boleh mampir? ", suaramu nyaris saja memecah gendang telingaku, siang itu. Iya, iya. Natalia.. Engkau sedang bungah. Bahagia atas tercapainya satu babak penting dalam titian rencana masa depanmu. Sayangnya, jadualku sedang padat. Waktunya pun sedemikian sempit. Kita gagal bertemu langsung di Jakarta, hari itu. "Kak Rien, apa khabar? ..aku sedang di Enarotali.. Ini, di samping Dr.Otto Kayame, teman sekelas Kak Rien di SMP Sint Antonius dulu. Masih ingat, khan?.. hehe..", tiba-tiba Engkau hadir kembali. Seperti biasa, beri kejutan, by phone. ..sang detik kembali berputar, sang pesan singkat masih terus mengalir deras dari-mu.. Kadang di tengah hari.. sesekali dini hari. Kapan pun. Tentang indahnya Bumi Papua.. dan tersering, tentang isi perenungan prosesi internal-mu.. .. ..lama berselang, rutin berisi doa.. harapan indah tentang semua mimpi-mu tentang Bumi Papua.. tentang indahnya persahabatan.. kerukunan.. perdamaian ..... ...................................................................................................................... ..hingga di detik kepulanganku kembali ke Jakarta. "Natalia sudah meninggal, Rien..", bagai disambar geledek.. aku mendengarnya dari Bundaku. "Meninggal, Mom?", tanyaku belum percaya. "Ya, iya. Dua bulan lalu. mBaq Tien telphon. Karena cancer rahim stadium lanjut. Tidak ada dana untuk berobat.." , Bunda melanjutkan beritanya. O'ow... Mengapa, Natalia? ..mengapa tidak pernah bercerita tentang sakitmu? Mengapa? ..tidak percayakah Engkau pada sahabat kecilmu ini..?? Maafkan aku. ..itukah pula mengapa sudah beberapa waktu terakhir, pesan-pesan singkat tengah malam indah-mu bak lenyap ditelan sang Bumi? ..maaf. Tadinya kuduga, Engkau sedang sibuk jalani hari-hari penuh semangat-mu penuhi mimpi indahmu tentang Bumi Papua.. Ternyata................. . . . . . . . . . . . . . . Natalia, kini ragamu telah menyatu dengan sang Bumi Papua.. seperti plasentaku yang masih terkubur di dinginnya Epouto (wilayah pedalaman Papua yang juga sangat indah) ..sebelum semua mimpi indah-mu tuntas Engkau wujudkan. ..selamat jalan, Sahabat. Setiap detail prosesi bersahaja-mu telah mewujud jadi INSPIRASI, bagi hidupku. 'makasih, yea.. NAGAYAWEGE. Engkau nyata INDAH. . . . . . ..akhirnya, tanya tertunda-ku kepada sang BUMI PAPUA: .. Bumi Papua yang sungguh nyata KAYA.. ..tiada mampukah dengan kekayaan melimpah-mu, Engkau membangun sarana prasarana Kesehatan bertaraf Internasional ?? ..dengan kekayaan asli Alam (termasuk Emas & Berlian) yang tiada terkira, tiada mampukah kekayaan-mu memberi makan setiap insan di dalamnya, bebaskannya dari setiap pendulum rasa LAPAR? Bukankah Engkau pun sungguh mampu melunasi biaya Pendidikan Putera/i Papua.. sehingga tiada lagi Natalia Natalia lain yang terpaksa menjalani tanggung jawab pembantu bagi rekan-rekan se-kost nya di detik masa studinya, hanya untuk dapat menyambung asa, jalani keberlangsungan hidup di tanah Jawa, demi gelar sarjana yang ingin diraihnya untuk membangun Bumi Papua.. tanah warisan sang Leluhur-nya? Bukankah Engkau sebetulnya sungguh mampu dirikan Sekolah di tingkat mana pun.. setinggi apa pun jenjangnya.. dan selenggarakannya GRATIS.. dengan menggaji para Dokter mumpuni dari seluruh Negeri, demi terjaminnya Kesehatan setiap insan di Bumi Papua? MENGAPA BELUM..?? . . . . . . ..sisakan speechlessssss. . . . . . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H