[caption caption="Foto milik Pribadi, di foto oleh Yuni dan Yance"][/caption]Imlek identik dengan baju baru warna merah dan amplop merah sebagai ang pao.
Warna merah sebagai lambang keceriaan, sehingga perayaan imlek di penuhi dengan aneka warna merah.
(Foto diatas milik pribadi dan difoto oleh Yuni)
Saya di ceritakan oleh orang tua tentang artinya Imlek sebagai tahun baru warga Tionghoa yang masih menganut budaya leluhur. Imlek adalah pesta panen raya. Ungkapan suka cita terhadap yang maha kuasa dan sesama manusia, dalam bentuk pesta meriah dan kembang api.
Selain itu juga harus berhemat bila menghadapi musim paceklik, yang dapat dilihat dari makna kue Keranjang.
Berawal dari ribuan tahun sebelum masehi sampai di masa ke Jayaan Nabi Kong Hu Cu. Apalagi sejak beberapa tahun terakhir, kepercayaan Kong Hu Cu juga sudah diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
Jaman sudah berubah. Mungkin kalimat itu adalah benar apa yang terjadi saat ini bila kita memperhatikan perayaan imlek.
Yang menjadi perhatian saya adalah dua lokasi vihara yang saya anggap sebagai rumah leluhur.
Yang Pertama adalah Vihara Sian Jin Ku Poh di Krawang Barat, yang memaparkan silsilah keturunan di papan leluhur dan masih tercatat dengan jelas. Dari silsilah Vihara Sian Jin Ku Poh, jelas tercatat silsilah generasi ayah saya.
Sedangkan dari beberapa keluarga generasi ibu yang tinggal di Tanjung Kait, kami tidak mempunyai catatan silsilah yang jelas.
[caption caption="Foto milik Pribadi"]
[/caption]
Dan saat ini dunia sudah dalam era digital, demikian juga imlek pun di Tanjung Kait sudah banyak berubah.
Waktu saya kecil sekitar tahun 1960an, Bio Tjo Su Kong sangat tenar sekali. Bisa dilihat dari pengunjung yang datang dari luar Pulau, Aceh, Medan, Padang, Palembang maupun dari Jawa Bali, Kalimantan.
Luar biasa kendaraan yang datang; disaat perayaan ditahun 1970an, mungkin ribuan mobil maupun bus.