Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman kami dan tentang wibawa dokter dimata masyarakat jaman dahulu dan saat ini

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_142393" align="alignleft" width="300" caption="Dialog antara pasien dan dokter. (Sumber foto dari google.com)"][/caption] . Saya di bagi tautan facebook oleh bapak Andika yang berjudul “Salah Obat Dokter, Siapa Tanggung Jawab?” .Juga artikel beliau berjudul “Doktor itu bersalah, sebabkan mati” Kemudian ada beberapa artikel lainnya yang muncul sehingga saya merasa bahwa demikiankah kami sebagai dokter ? Menurut saya artikel bapak Andika adalah wajar wajar saja. Sebagai kenyataan bahwa dokter juga manusia telah saya buatkan artikel saya yang berjudul“Dokter perintah ronsen betis kanan, paramedik foto betis kiri, ternyata sakitnya di hati !” . . http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/11/03/salah-obat-dokter-siapa-tanggung-jawab/ http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/11/08/doktor-itu-bersalah-sebabkan-mati/ http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/11/08/dokter-perintah-ronsen-betis-kanan-paramedik-foto-betis-kiri-ternyata-sakitnya-di-hati/ Sebelum kami memulai menulis artikel yang mudah mudahan mampu menjelaskan profesi dokter lebih gamblang kepada masyarakat umum. Semua dokter yang lulus dari luar negeri dan dalam negeri, harus melakukan sumpah Dokter Indonesia, sebelum kami diijinkan praktek melayani masyarakat. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Dokter_Indonesia [caption id="attachment_142394" align="alignleft" width="300" caption="sumber foto : google.com"][/caption] Bila dilihat dari sumpahnya, saya merasa bahwa dokter itu seakan akan bukan manusia tetapi Superman!Bukan superman yang serba kuat, tetapi memang manusia yang sangat super sempurna dalam kehidupan, ilmu, pengabdian dan pelayanan. Semua itu demi.... demi kesehatan masyarakat menuju bangsa yang sehat. Bangsa yang cerdas dan sehat akan mampu menjadikan negara yang berdaulat dimuka bumi ini. Untuk meluruskan profesi kami sebagai dokter tentu saja perlu pandangan yang jauh. Bukan saja kaca mata saat ini tetapi juga melihat perkembangan jaman sebelumnya. Sehingga kami menuliskan pengalaman kami sebagai anak dokter dan juga sebagai dokter. Di jaman tahun 1958an orang tua saya lulus sebagai dokter dari Universitas Indonesia dan mengabdi kepada nusa dan bangsa serta membawa citra bendera Merah Putih ke manca negara. . Jaman itu adalah jaman yang masih sangat sopan santun. Dimana dokter dianggap sebagai profesi terhormat. Dan tidak banyak yang mampu berprofesi sebagai dokter. Tidak mudah untuk mampu lulus di Universitas Indonesia dan masih tidak banyak universitas yang mendidik kedokteran. Saat saya mulai praktek umum diawal tahun 1991, saya masih menerima pasien dengan membungkuk badan dan mengatakan “selamat sore tuan dokter muda.” (Tuan dokter tua adalah orang tua saya). [caption id="attachment_142395" align="alignleft" width="300" caption="Sumber foto : google.com"][/caption] Sekilas tentang orang tua saya. Bila kita lewat jalan di Jakarta Pusat dari jalan Bunggur Besar menuju jalan Gunung sahari 3, ada terminal yang sejak jaman dahulu di teriakkan... manto ... manto... Praktek bapak saya bukan saja dibilang “ces pleng” tetapi memang pasien saya pun pernah dari Lampung sampai Cilacap dan Cirebon. Dijaman itu, kalau saja hari raya, bapak saya mendapat ratusan parcel dari keluarga pasien yang kaya dan puas pelayanan orang tua saya. Jam praktek orang tua saya cuma sore hari dari jam 17 s/d 19. Tetapi nyatanya sudah sangat banyak pasien dari jam 12 siang sampai jam 24 malam. Tetapi... sehebat hebatnya orang tua saya.... dengan ribuan pasien.... dan sulitnya obat dijaman itu. Pernah saya sekitar tahun 1969, harus mencari obat dari Jakarta Utara sampai Jakarta Selatan. Saya harus naik sepeda untuk cari obat. Obat jaman itu tidak sebanyak seperti sekarang dan bisa beli bebas apa saja. Dokter juga manusia..... dalam masa praktek orang tua saya, beliau pernah menyuntik dua kali meninggal. Siapapun yang menyebabkan kematian manusia dengan sengaja atau tidak sengaja, maka itu adalah kelalaian dan harus terkena pemeriksaan polisi. Walaupun sudah disaksikan keluarga bahwa pasien sangat parah sakitnya dan tidak mampu berobat di rumah sakit dan tetap mohon minta dirawat jalan oleh orang tua saya. Jaman itu puskesmas belum ada disekitar lingkungan kami. Resiko sebagai dokter harus berurusan dengan hukum polisi dan dua kali bapak saya berurusan dengan polisi. Tetapi setelah dijelaskan dan dipahami tidak pernah bapak saya sengaja atau bermasalah dengan hukum pindana dan nyatanya bisa terus berprofesi sebagai dokter alias praktek dokter. Sampai beliau almarhum adalah dokter yang berhasil dalam keluarga maupun citra dokter hebat di mata pasiennya. [caption id="attachment_142396" align="alignleft" width="300" caption="Sumber foto : google.com"][/caption] Karena itu..... tidaklah mudah bila seorang dokter di vonis oleh dokter lain dengan kalimat “woww” atau sejenisnya..... Itu sudah pasti tidaklah etis..... Sebagai dokter yang disumpah mungkin saja “kebablasan” atau pula ada salah interprestasi dari sang pasien. Mungkin saja “wowww... anak bapak dulu sakitnya berat yah ?’ Bila saja orang tua saya yang sangat idealis sebagai dokter dan sangat terkenal dijamannya, maka tidaklah luput dari kesalahan walaupun sampai batas batas tertentu tidak bisa di persalahkan secara hukum. Yang utama adalah prosedur kedokteran tidak boleh diabaikan. Lepas dari dokter pribadi penyanyi tenar yang meninggal, menurut kami juga itu adalah MAL PRAKTEK yang pasti akan dituntut secara hukum pidana. Yah itulah resikonya sebagai dokter yang bermain dengan “api” Jadi... artikel tentang dosis yang tidak pas, seperti juga telah di komentarkan oleh seorang dokter, memang sangat bervariasi dari situasi dan kondisi pasien saat itu. Tiap dokter yang melihat dan membaca data pasien yang sudah sekian waktu tidaklah wajar dan tidak etis untuk memberikan komentar sejawatnya secara gamblang. Lalu bagaimana bila sejawatnya melalukan MAL PRAKTEK ? Saya berikan contoh pada keluarga saya sendiri. Sebelum anak saya di operasi caesar, saya di tanya ulang oleh dokter anak bahwa saya tidak ijinkan salah satu vaksin. Setelah lahir, saya ditanya ulang tentang tidak setuju di vaksin. Setelah 3 hari ternyata di vaksin ! Saya dididik di Jerman untuk sangat hati hati dalam bertindak. Dan juga saya disumpah untuk menjalankan tugas saya dengan berhormat dan bermoral tinggi. Maka sayapun selesaikan kasus mal praktek dan salah prosedur vaksin didalam forum komite rumah sakitnya. Dan selesai... saya tidak menuntut.... dan saya paham..... itu salah prosedur rumah sakit. [caption id="attachment_142397" align="alignleft" width="300" caption="Sumber foto : google.com"][/caption] Bila saja dari kita sendiri sudah ada niat untuk melakukan sumpah dokter, maka semoga semua akan berjalan dengan baik. Bila saja ada kelakukan dari para dokter yang memang MAL PRAKTEK, maka silahkan juga dan hak pasien juga untuk mendapatkan penjelasan dari pihak lain dan juga menuntut sang dokter. Bila saja ada pasien di jaman modern ini yang merasa tidak puas terhadap pelayanan medis dari seorang dokter atau dari rumah sakit, maka masih ada jalur hukum selama musyawarah tidak berlanjut. . Saat ini ada undang undang perlindungan konsumen. Selain itu juga ada hukum kedokteran yang akan memayungi tugas dokter maupun hak sebagai pasien. Dijaman serba modern ini dan dimana arus data maupun informasi serba cepat, kadang kala pasien pun salah paham. Kami tidak pungkiri tentang kemampuan teman teman sejawat dalam menjalankan profesinya. Tetapi sering pula pihak pasien yang serba sibuk dan ingin puas diri dalam pelayanan akhirnya kebablasan dalam memahami penyakitnya. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/10/24/menjawab-pertanyaan-bapak-andika-hari-dokter-dan-pelayanan-pasien/ [caption id="attachment_142398" align="alignleft" width="300" caption="Sumber foto : google.com"][/caption] Yah... itulah dinamika kehidupan dan jaman sudah berubah.... tidak ada lagi pasien yang menyambut dengan “selamat sore tuan dokter” sambil membungkukkan badan. Dan sudah jarang pula dokter yang niat dan sabar menjelaskan pasiennya sampai puas dan paham tentang penyakitnya. Yang ada saat ini bisa bisa "sang pasien lebih pintar" dari sang dokter yang kuliah 6 tahun. Contohnya : Pasien duduk depan meja dokter dan langsung berkata : "dokter saya sakit maag !" Dan sang dokter binggung, koq pintaran pasien nya  yang tidak kuliah kedokteran ? Semoga program Indonesia Sehat mampu meningkatkan taraf pelayanan kesehatan termasuk dengan program asuransi kesehatan untuk semua masyarakat Indonesia. . Semoga drajat pandangan masyarakat kepada para dokter, polisi, guru, pemimpin Negara juga akan kembali ke era sopan santun yang lebih bermatabat.

Artikel terkait: Sang dokter ternyata Android http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2011/10/09/sang-dokter-ternyata-android/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline