Lihat ke Halaman Asli

Dayan Hakim

persistance endurance perseverance

Kepemimpinan Kristen

Diperbarui: 3 Juli 2017   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"The best way to have a good idea, is to have a lot of ideas" Dr. Linus Pauling (Two times winner of the Nobel Prize)

Kutipan diatas diambil dari Dr. Linus Pauling yang telah dua kali memperoleh Hadiah Nobel. Kenapa idea penting? Karena idea berkaitan dengan mimpi, atau istilah kerennya visi. Sebut saja George Washington yang punya mimpi mengusir tentara Inggris keluar dari Amerika atau Abraham Lincoln yang punya mimpi untuk memerdekakan semua kaum budak di Amerika. Sukarno punya mimpi untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda. Suharto punya mimpi agar rakyat Indonesia bisa memperoleh beras dengan harga murah.

Semua pemimpin punya mimpi yang kemudian diterjemahkan dalam sebuah kalimat visi. Agar kita bisa efektif untuk menjadi pemimpin maka kita juga harus punya mimpi. Mimpi tidak perlu harus original, diperbolehkan untuk menjiplak mimpi-nya pemimpin yang sudah ada. Caranya? Banyak membaca buku! Hal ini akan memperkaya khazanah mimpi kita dan memilihnya untuk kita tuangkan sebagai visi. Visi adalah khayalan, imaginasi, mimpi yang kita miliki mengenai sesuatu hal yang akan terjadi di masa yang akan datang yang dapat kita wujudkan dalam beberapa langkah kerja. Visi dari beberapa orang ini akan membentuk suatu organisasi untuk memberi kekuatan dalam mewujudkan visi bersama. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang bisa menetapkan visi yang sesuai dengan kebutuhan pengikut dan menyusun langkah kerja pencapaiannya.

Beberapa pemimpin perusahaan besar menganggap bahwa memahami manajemen yang baik sudah memadai dalam menjalankan organisasi ataupun usaha dan mencapai keberhasilan. Hal tersebut tidak benar. Manajemen dibutuhkan untuk menata langkah kerja pencapaian visi, tapi penetapan visi ditentukan oleh kualitas dari pemimpin. Republik kita saat ini dipimpin oleh manajer yang pintar dan berkualitas, bukan oleh pemimpin yang memiliki visi. Jadi visi adalah kata kunci untuk seorang pemimpin. Baiklah jika demikian, tapi apa yang diperlukan selanjutnya?

Selanjutnya adalah memimpin. Bagaimana kita harus memimpin? Dengan cara apa? Hal ini tergantung situasi dan kondisi organisasi dan lingkungan tempat organisasi itu berada. Ada beberapa jenis cara memimpin yang kita kenal. Kurt Lewin pada tahun 1939 telah membagi 3 tipe kepemimpinan sebagai berikut:

  • Autocratic leaders, memberikan harapan pasti tentang apa yang harus dilakukan, apa yang akan dilakukan serta bagaimana cara melakukannya. Sangat diperlukan untuk organisasi yang anggotanya belum dewasa.
  • Democratic leaders, memberikan tuntunan kepada anggota kelompok namun tetap menerima saran dan masukan dari anggotanya. Kurang efektif bagi organisasi yang anggotanya kekanakan.
  • Delegative (Laissez-Faire) Leadership, pemimpin seperti ini membagi habis tugas yang ada kepada seluruh anggota organisasi untuk dilaksanakan dengan bertanggungjawab.

Pembagian tipe kepemimpinan tersebut merupakan pembagian dasar yang banyak dikutip oleh para ahli. Murray Johannsen membagi kepemimpinan dalam 19 tipe kepemimpinan. yang merupakan pengembangan dari pembagian jenis kepemimpinan versi Kurt Lewin. Adapun 19 tipe tersebut adalah sebagai berikut:

  • The Autocratic Leadership

Salah satu dimensi yang dipergunakan untuk melihat type kepemimpinan yang sesuai adalah seberapa banyak pengendalian dan pengarahan yang harus diberikan kepada anggota organisasi. Autocratic dibutuhkan bila anggota organisasinya kekanakan dan organisasi baru bertumbuh.

  • The Charismatic Style

Jika kondisi organisasi berada dalam situasi perubahan yang bergerak terus menerus, tentu hal ini membutuhkan karisma. Tapi bila situasinya berada dalam organisasi besar yang birokratis dimana kita memiliki wewenang maka karisma tidak diperlukan.

  • The Coaching
  • Pelatih yang baik selalu diposisikan sebagai pemimpin yang memiliki karunia untuk mengajari dan melatih.
  • Cross-Cultural Leadership
  • Tidak semua orang dapat beradaptasi dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpinnya, khususnya seperti di Indonesia yang memiliki ratusan suku dan etnis. Memimpin orang Jawa yang lemah lembut tentu berbeda dengan memimpin orang Batak yang bersuara keras. Untuk itu, pemimpin yang baik membutuhkan kemampuan memahami budaya dari masing-masing anggota organisasinya dalam memberikan pengarahan, perintah dan meminta hasil yang diharapkan.
  • Emergent Leadership
  • Kebalikan dari yang dipercayai banyak orang, anggota organisasi tidak secara otomatis bisa menerima boss baru mereka sebagai pemimpin. Emergent Leadership adalah pilihan yang harus dilakukan saat kita baru ditunjuk untuk menjadi pemimpin di suatu organisasi.
  • The Exchange Style
  • Disebut juga sebagai "Pertukaran pemimpin-pengikut" dimana gaya kepemimpinan ini merupakan kesepakatan dari kedua pihak. Dalam penerapannya perlu dilihat kekuatan dari masing-masing pihak dan tingkat hubungan antara kedua pihak.
  • The Laissez Faire Leadership
  • Gaya kepemimpinan ini diterapkan dalam organisasi dewasa dimana sejumlah target dan jadwal waktu telah ditetapkan. Dalam hal ini pemimpin dan pengikut harus terlatih dan memiliki tingkat motivasi yang sama.
  • Situational Leadership
  • Tahun 1950-an, sejumlah ahli manajemen dari Ohio State University dan University of Michigan mempublikasi serangkaian penelitian tentang gaya kepemimpinan dikaitkan dengan tugas dan hubungan antar personal. Hasil penemuannya sungguh mengejutkan. Tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang bisa dibakukan. Semua tergantung dari tugas dan hubungan antar personal di dalam organisasi.
  • Strategic Leadership
  • Gaya kepemimpinan ini sudah diterapkan oleh militer dan banyak perusahaan multinasional. Disini ditekankan sifat kompetisi yang terjadi dalam menjalankan organisasi dan memungkinkan untuk mengakali dan mengecoh persaingan dalam mencapai keberhasilan.
  • Team Leadership
  • Beberapa tahun yang lalu, sebuah perusahaan besar memutuskan untuk menghapuskan jabatan supervisor dan menggantinya dengan ketua tim. Saat ini perusahaan tersebut menjadi semakin cerdik dalam membentuk tim namun tetap membutuhkan masa transisi dalam membentuk tim kerja yang kuat.
  • The Transformational Leadership Style
  • Fokus utama kepemimpinan transformasi adalah melakukan perubahan terhadap hal-hal sebagai berikut:
  • Diri sendiri
  • Orang lain
  • Kelompok
  • Organisasi secara keseluruhan
  • Sehubungan hal tersebut, kepemimpinan transformasi membutuhkan sejumlah keahliah yang berbeda dan sangat dekat dengan gaya kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan visioner.
  • Facilitative Leadership
  • Gaya kepemimpinan ini khusus untuk memfasilitasi pertemuan antara pemimpin dengan pengikut. Ketimbang mengarahkan, kepemimpinan ini memberikan pola komunikasi tidak langsung yang menolong organisasi mencapai kesepakatan mengenai arah dan tujuan.
  • Influence Styles
  • Nampaknya ini lebih mengarah kepada perilaku daripada gaya kepemimpinan. Contohnya adalah mengenai pemberian penghargaan.
  • The Participative Leadership Style
  • Adalah berat untuk memerintahkan seseorang agar kreatif dan berkinerja tinggi, bekerja sebagai team, menyelesaikan masalah yang rumit, memperbaiki kualitas dan menyediakan jasa tambahan kepada pelanggan. Gaya kepemimpinan partisipasi menyajikan jalan tengah antara antara autocratic dengan laizes farredan cenderung nampak pada organisasi yang sudah mapan dan sejahtera.
  • Servant Leadership Style
  • Beberapa pemimpin mengutamakan pemenuhan kebutuhan para pengikutnya terlebih dahulu. Contohnya adalah motto Los Angeles Police Department (LAPD) "Melayani dan melindungi" namun hal ini amat jarang kelihatan pada organisasi bisnis karena sifatnya yang nirlaba.
  • Visionary Leadership
  • Sangat mengejutkan bahwa beberapa pemimpin memiliki pandangan yang jelas mengenai hal yang terjadi secara sosial maupun ekonomi. Kepemimpinan bervisi fokus kepada definisi mengenai masa yang akan datang dari pengikutnya dan bergerak untuk pencapaiannya. Langkah pencapaian merupakan gerak utama dari pemimpin.
  • Transactional Leadership
  • Pendekatan ini menekan pada melakukan hal dengan baik di bawah naungan payung status quo; hal ini kebalikannya kepemimpinan transformasi. Umumnya terjadi pada organisasi birokrasi dimana pertimbangan politik menjadi bagian keseharian.
  • Level 5 Leadership
  • Terminologi ini diperkenalkan oleh Jim Collins dalam bukunya "Good to Great: Why Some Company's Make the Leap and Other Don't". Katanya "Kami terkejut ketika menemukan gaya kepemimpinan yang meminta perubahan dari perusahaan yang bagus menjadi perusahaan yang besar.
  • Primal Leadership Styles
  • Nampaknya ketika kamu sudah terpilih, seseorang akan meletakan seperangkat label pada diri kita. Hal ini dikemukan oleh Dabek Goleman yang mempopulerkan Emotional Intelligence dan kemudian diikut dengan bukunya yang berjudul "Primal Leadership". 6 gaya kepemimpinan dapat dipergunakan sekaligus yakni: coaching, pace setting, democratic, affinitive, authoritativedancoercive.

Berbagai macam gaya kepemimpinan sudah diuraikan oleh Murray Johannsen. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelebihannya. Ada yang mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan. Betul, bila kita lihat Salomo yang sejak di rahim ibunya sudah diberkati oleh Tuhan. Tapi ada yang mengatakan bahwa kepemimpinan itu bisa dipelajari. Betul juga. King David atau Raja Daud, bertubuh mungil, berparas manis, periang, suka bernyanyi dan bermain kecapi, justru terpilih menjadi Raja Israel menggantikan Raja Saul. Dan Daud belajar untuk menjadi pemimpin dengan tugas pertamanya mengalahkan Goliath. Tugas-tugas sebagai pemimpin ini yang harus kita perhatikan saat kita dipilih menjadi pemimpin. Hal ini akan kita pelajari lebih lanjut dalam bab-bab selanjutnya.

Lantas gaya kepemimpinan yang bagaimana yang cocok dengan kita? Hal ini amat tergantung pada situasi dan kondisi organisasi. Situasi dan kondisi tersebut dipengaruhi oleh variabel Perilaku anggota organisasi itu sendiri dan struktur dari organisasi serta tingkat kedewasaan organisasi. Disamping itu juga perlu diperhatikan lingkungan tempat organisasi kita berada. Masing-masing kondisi membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Interaksi antara organisasi dengan lingkungan juga memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda. Tekanan baik dari luar maupun dari dalam dapat menjadi pemicu perubahan perilaku anggota organisasi. Struktur organisasi sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan. Organisasi besar dan birokratis tentu memiliki legitimasi untuk mengangkat kepemimpinannya dan mendelegasikan wewenang kepada pemimpin tingkat menengah.

Berdasarkan gambar diatas nampak bahwa masing-masing gaya kepemimpinan dibutuhkan pada situasi dan kondisi yang berbeda. Variabel utama yang menentukan penerapan gaya kepemimpinan adalah tingkat kedewasaan organisasi dan struktur organisasi. Organisasi yang baru dibentuk yang sebagian besar anggotanya tidak memiliki kualitas intelektual yang memadai membutuhkan gaya kepemimpinan yang keras. Contohnya yang sering disebut adalah "DKI Jakarta perlu dipimpin oleh Gubernur bertangan besi". Disisi lain, struktur organisasi juga membedakan gaya kepemimpinan yang diperlukan. Struktur organisasi yang sederhana memungkinkan untuk menerapkan gaya demokratis dimana masing-masing anggota atau pengikut diminta tanggungjawabnya secara dewasa. Struktur organisasi yang rumit memerlukan keteraturan dalam pembagian tugas dan wewenang dan menerapkan peraturan dan disiplin secara memadai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline