Lihat ke Halaman Asli

Doharman Sitopu

Manajemen dan Motivasi

Fenomena Batu Apung

Diperbarui: 4 April 2017   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Fenomena Batu Apung

“Saya orang terkuat di sini.”

“Enak saja, saya lebih kuat dari kamu.”

“Ayo, coba tunjukkan kekuatan kamu!”

“Ini, lihatlah betapa besarnya ototku, dan betapa kokohnya leherku.”

“Ini lebih besar lagi, nih lihat leherku terbuat dari beton, urat baja.”

***

Dalam keseharian, kita cenderung mengandalkan otot ketimbang otak. Lebih memilih Ngotot dan memberontak, ketimbang menggunakan akal sehat. Mengandalkan kekuatan dan keakuan dibanding kekompakan. Demikian juga mengandalkan kekerasan dibanding kelemah-lembutan. Intinya, mengandalkan kekuatan ataupun power.

Tak semua hal dapat diselesaikan dengan kekuatan. Tak semua perkara dapat diselesaikan dengan power. Namun memilih cara yang tepat, alat yang tepat, demikian juga siasat yang tepat bukanlah perkara mudah.

Terinspirasi akan cara pengrajin untuk memotong dan menghaluskan intan.

Sebagaimana kita ketahui, intan adalah benda paling keras di jagad ini. Dalam ilmu mekanikal klasik, tingkat kekerasan paling tinggi diwakili oleh materi yang bernama intan.

Pada awalnya saya berfikir bahwa benda yang sanggup memotong ataupun menghaluskan permukaan intan adalah benda yang lebih keras dari intan. Bukankah intan adalah benda paling keras? Benda apa lagi yang mampu memotongnya jika intan adalah material paling keras?

Nah, sekarang mari kita ngintip para pengrajin intan. Mereka menggunakanbatu yang dinamakan batu apung untuk menghaluskan, dan memotong intan.

Mari kita raba permukaan batu apung. Dialah batu yang paling ringan, dan paling lunak. Biasanya mereka berwarna putih. Jangan tanya perbandingan harga antara keduanya. Bagaikan langit dan bumi.

Namun bagaimana mungkin batu apung dapat menghaluskan dan memotong benda paling keras itu?

Kembali lagi, bahwa kekuatan (baca: Kekerasan ) tidak efektif bila dipakai menghadapi kekerasan.

Begitu pula dengan intan yang keras, tak akan mempan jika ditebas dengan batu yang keras. Bisa dipastikan yang muncul adalah api (emotion).

Disinilah sebuah fenomena alam dapat kita maknai. Benda yang keras hanya dapat dopotong oleh benda yang lunak. Kendati perbandingannya sangat besar . Artinya untuk memotong secuil permukaan intan dibutuhkan sejumlah batu apung.

Bagaimana makna selanjutnya? Batu apung yang lunak, lembut, harus berkorban dalam jumlah yang berlipat ganda untuk menaklukkan secuil intan. Demikian juga proses pemotongan akan memakan waktu yang tak sedikit. Namun ketekunan dan kelemah lembutan batu apung akan mampu menghaluskan, memotong, dan mengilapkan intan.

Sudah jelas kekerasan tak berkesudahan bila dilawan dengan kekerasan bukan?

Oleh karenanya marilah kita ciptakan metoda penyelesaian dengan cara yang unik dan kreatif. Dengan cara yang beda.Kita sudah mengetahui keras lawan keras adalah api. Pakailah cara yang berbeda. Keras dilawan lembut = Nilai tambah. Belajarlah dari batu apung.

Salam Inspirasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline