Lihat ke Halaman Asli

Doharman Sitopu

Manajemen dan Motivasi

Memaknai Kekalahan

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_67717" align="alignleft" width="200" caption="Kalahkan diri anda ( dari google )"][/caption]

Kekalahan bukan aib

Kemenangan, kesuksesan, kebahagiaan, adalah suatu kondisi yang selalu kita idam-idamkan. Positive thinking, semangat berkompetisi, strategy to win adalah how to ( cara ) yang sedang marak dan menjadi trend yang sedang mewabah di mana-mana dan di semua kalangan.

Semua orang mendambakan penghasilan lebih besar (Bigger), semua menginginkan posisi lebih tinggi (higher), semua bercita-cita menjadi manusia yang paling baik (better).

Oleh karena persaingan hidup dan ethos kerja yang selalu digembar-gemborkan, demi loyalitas pada pekerjaan dan integritas diri, dan pada akhirnya orang ingin meraih suatu hasil yang gilang-gemilang, sehingga tidak jarang terdengar motto sukses adalah sebuah keharusan.

Tidak jarang para motivator dan profokator berlomba-lomba mem-branding diri dan bahkan memasang tarif untuk memberi pembelajaran tentang bagaimana caranya untuk menjadi orang sukses.

Itu semua sah-sah saja, dan tak ada salahnya. Namun dibalik arus yang demikian derasnya, tidak sedikit manusia mengalami kegagalan yang berakhir pada keputusasaan akibat ketidaksiapan menerima kekalahan.

Pada dekade akhir-akhir ini, kalah adalah suatu kondisi yang harus dihindari, bila perlu diusir jauh-jauh dari kehidupan setiap orang. Kalah adalah pecundang yang merupakan aib memalukan, yang membuat harga diri turun, yang membuat rating melemah bak harga saham yang ada di pasar modal.

Namun di balik itu semua,mereka lupa bahwa apabila tidak ada yang kalah, maka tidak ada pula yang menang. Mereka juga sering tidak sadar, bahwa sebuah batu yang duduk di pincak gedung pencakar langit, tidak mungkin jika tidak ada batu yang mengalah menjadi pondasi.

Coba kita perhatikan proses pengasahan perhiasan intan. Bagaimana jadinya apabila batu apung tidak rela mengalah dan menjadi debu, sehingga intan menjadi mengilap dan bernilai jual yang tinggi? Apa jadinya sebuah patung kayu yang sedang diukir, apabila tidak ada kertas ampelas yang rela kalah demi menghaluskan sang patung?

[caption id="attachment_67719" align="aligncenter" width="232" caption="Kalah atau menang dapat bayaran ( dari google )"][/caption]

Menyikapi kekalahan, ukuran kedewasaan

Menjadi pemenang, seringkali membuat orang jumawa, sombong, dan lupa diri . Begitu pula saat menjadi pihak yang kalah sering kali membuat kita sedih, malu dan rendah diri. Menyikapi kedua hal itu hendaknyalah dengan kearifan dan kebijaksanaan. Itulah ciri kedewasaan.

Orang yangsudah dapat dikatakan dewasa adalah orang yang dapat menerima kekalahan maupun kemenangan. Selanjutnya kedewasaan yang sempurna akan menjadikan kita manusia yang bijak. Orang bijak akan selalu tersenyum, kendati didera kekalahan. Dalam semua hasil yang Ia peroleh selalu mengambil makna untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Dengan membawa alam pikiran kita ke dalam kondisi ketidak rumitan alis kesederhanaan, dan kehampaan, maka sebenarnya fenomena kalah dan menang adalah gejala alamiah. Dikatakan alamiah, adalah karena sifat dasar dari alam yang mengakomodir semua perbedaan.

Jika ada kemenangan, maka ada pula kekalahan. Jika ada jalan mendaki, maka ada pula jalan menurun. Jika ada puncak, maka ada pula lembah. Semua itu sudah diciptakan sang khalik sebagai dasar falsafah dan dasar pemikiran untuk kita jadikan acuan.

Tak terbayangkan apabila dalam dunia ini terjadi uniform-isasi dalam segala hal. Wajah semua orang sama, demikian juga hobby dan kesenanganya. Apabila seseorang senang main bola, dalam waktu dan tempat yang sama pula semua orang akan main bola. Bisa dibayangkan betapa kacau dan carut-marutnya situasi permainan tersebut.

Jika semua permukaan bumi ini berada pada ketinggian yang sama, maka yang terjadi adalah banjir di mana-mana, karena air akan menggenangi seluruh permukaan bumi.

Kesimpulanya, kalah itu dibutuhkan untuk memberi peluang bagi yang akan menang. Tidak mungkin semua menang pada saat dan tempat yang sama. Namun lain kesempatan siapa yang tahu?

[caption id="attachment_67723" align="aligncenter" width="390" caption="kelemahan (kekalahan) kita jadikan kekuatan"][/caption]

Kekalahan itu proses

Kekalahan juga adalah sebuah proses untuk membuat kita lebih mengilap bak intan, dan menghaluskan kita bak patung yang memiliki nilai seni yang tinggi. Selanjutnya pula kekalahan yang disikapi dengan arif dan positive akan dapat meningkatkan kesabaran dan kesadaran akan makna dari kekalahan itu sendiri.

Kekalahan itu pula yang membuat kita rendah hati, karena menyadarkan siapa kita sebenarnya. Kekalahan akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi kita, sehingga bertekad untuk tidak mengulanginya. Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. Kekalahan adalah ujian untuk naik kelas pada tataran yang lebih tinggi.

Dari contoh-contoh di atas, dapatlah kita pahami bahwa menang bukanlah segalanya. Janganlah dalam kemenangan kita tergelincir oleh ketinggian yang membuat kita gamang. Sehingga kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Selanjutnya kita akan mabuk kepayang, dan tidak dapat merencana akan kemana kita selanjutnya.

Sebaliknya kekalahan, apabila disikapi dengan arif dan bijaksana, akan dapat memperluas kolam hati kita. Disebut kolam, karena hati kita sebenarnya dapat dianalogikan dengan kolam yang luas. Kolam yang luas tidak mudah dikotori oleh berbagai kotoran. Tapi jika kolam hati kita hanya sebesar cangkir, maka sedikit saja kotoran yang masuk ke dalamnya, air itu langsung menjadi keruh dan terkontaminasi.

Kolam yang luas akan lebih mampu mengakomodir semua asam, garam, gula dan bahkan kotoran yang dituangkan ke dalamnya. Namun kolam yang sempit akan mudah kena imbas dari asam, garam, gula maupun berbagai kotoran yang akan memengaruhinya.

[caption id="attachment_67726" align="aligncenter" width="300" caption="Mengalah mempowerlesskan diri ( dari google )"][/caption]

Mempowerless-kan diri

Powerless adalah suatu kondisi dimana kita tidak lagi memiliki kekuatan, jabatan, posisi, maupun kekuasaan.

Kehilangan powersering dinamakan power syndrome. Seseorang yang memiliki posisi yang cukup tinggi, hendaknya berlatih untuk meniadakan posisinya dalam beberapa hal. Janganlah posisi dan jabatan anda melekat selama 24 Jam.

Kendati terhadap anak buah, kalahkan lah diri anda dalam beberapa hal. Ini adalah sebuah pembelajaran yang sangat berharga untuk melatih kesabaran anda.

Tanyakanlah kepada orang yang statusnya lebih rendah dengan anda,”Apa yang dapat saya Bantu?”Dengan begitu anda akan latihan diatur oleh orang lain. Berkebalikan dengan keseharian anda yang selalu mengatur orang lain.

Sangat senang rasanya, karena pada hari ini saya diminta tolong oleh anak buah saya, “Pak saya sangat sibuk , sementara 2 staff saya sakit, sehingga untuk menangani project P saya butuh bantuan Bapak.”

Sejenak saya merenung, apakah ini intruksi, atau memang benar-benar minta tolong. Namun karena berniat untuk melatih kalah dan mengalah untuk meningkatkan kesabaran dan kesadaran, saya menerima permintaan itu, dan setelah melakukanya saya melaporkan padanya.

Apa yang saya peroleh? Sebuah apresiasi yang tulus, “Terimakasih ,Pak.”

Salam Kalah bermakna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline