Lihat ke Halaman Asli

Doharman Sitopu

Manajemen dan Motivasi

Kasus Luna Alias Kasus Prita Jilid 2

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus yang serupa dengan yang dialami Prita Mulyasari kembali merebak di negri ini. Kalau Prita bersengketa dengan RS Omni International Hospital, kali ini adalah antara Artist terkenal dan cantik Luna Maya dengan Wartawan sebuah media Infotaintment.

Pasal yang dijadikan sebagai dasar untuk menuntut Luna Maya, persis sama dengan Pasal yang dijadikan mendakwa Prita mulya sari, dimana pasal-pasal tersebut oleh sebagian kalangan masih disebut undang-undang karet, alias masih bisa diulur dan ditarik. Masalahnya pasal yang merupakan peninggalan penjajah kolonial Belanda itu , didasarkan pada pencemaran nama baik.

Ya, namanya juga pencemaran, sangat sulit diukur dan sangat subjektif tergantung orang yang terlibat di dalamnya. Namun pihak yang terlibat kali ini bukanlah nama yang biasa-biasa saja. Pihak yang diwakilinya adalah artist dan Wartawan. Dalam hal ini PWI . Tapi apakah pihak media penuntut merupakan representasi dari PWI, tidak jelas. Dan apakah tuntutan media ini juga didukung oleh PWI, saya juga belum jelas.

Mengeluarkan kata-kata tidak senonoh seperti yang dilakukan oleh Luna Maya dalam akun-nya di situs jejaring sosial, bukanlah tindakan yang terpuji. Namun menuntut seseorang dengan dasar pencemaran nama baik, juga seperti makan buah simalakama bagi pers.

Tuntutan media ini akan sangat kontra produktifdengan perjuangan wartawan dalam memperjuangkan demokratisasi atau kebebasan pers yang selama ini digembar-gemborkan. Sebuah pertanyaan penting, “Bagaimana jika semua orang yang diberitakan di semua media, dan merasa namanya dicemarkan, menuntut ke pengadilan?”Repot deh…

Saran saya dalam kasus ini, agar kedua pihak berdamai saja, dalam tempo yang sesingkat-singkatya. Mari kita nikmati atmosfir kebebasan berpendapat yang sudah tercipta akhir-akhir ini, namun etika berbicara dan menulis juga tetap harus kita perbaiki.

Kita sudah dapat melakukan benchmarking dari kasus Prita Mulyasari. Tidak perlu kita ulangi lagi dengan judul yang sama alias jilid 2. Toh kalau akhirnya nanti pihak penuntut menarik tuntutanya juga, atau jangan-jangan pengumpulan sejuta koin jilid ke dua perlu dilakukan lagi?. Hendaknya kita tidak terperosok ke dalam lubang yang sama.

Salam Kebebasan Berpendapat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline