Lihat ke Halaman Asli

Doharman Sitopu

Manajemen dan Motivasi

Membaca Sama dengan Menulis (2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai lanjutan dari tulisan saya yang bertajuk “Membaca Sama Dengan Menulis” yang saya posting siang ini, maka saya menyajikan lagi pemikiran-pemikiran baru untuk dibagikan pada kompasianer. Oleh karena saya merasa masih pemula, maka untuk kompasianer yang lebih senior , mohon jangan merasa tergurui. He he. Sebaliknya bagi kita Kompasianer yang masih junior, mari belajar terusssss….

Kembali lagi menelisik topik kita, yakni membaca dan menulis. Jika belum apa-apa kita sudah melihat atau mengalami kendala dalam menulis, saya ajak anda untuk melihat peluang di depan, sebagai tantangan bagi seorang penulis. Ternyata seorang penulis, seperti komentarnya Bung Erias Sumarna pada tulisan saya siang ini:

”writer is someone who writes.That’s all”. - ( Gore Vidal,novelist and social commentator)

Mudah bukan, yang penting kita selalu menulis, maka kita pun akan menjadi penulis. Jangan pikirkan kualifikasi atau peringkat yang akan kita capai. Hal ini pun saya praktikkan sesuai dengan trik dan strategi yang selalu ditanamkan oleh senior saya di Writer schoolen, Andrias harefa. Apa beliau bilang, “kalau menulis, ya menulis saja. Alirkan ide anda melalui tangan ke keyboard, tanpa berhenti, dan teluslah menulis. Itulah resepnya”, ungkap Andrias harefa. Jangan coba-coba mengeditnya. Bagian editing adalah tugas dari seorang editor. Kecuali anda ingin menjadi penulis dan sekaligus editor.

Nah ternyata lebih gampang lagi bukan?. Sekarang saya akan bagikan mengenai tantangan dan peluang apa yang akan mengganjar anda apabila sukses menjadi seorang penulis (baca: seorang penulis selalu memiliki ciri masing-masing, jangan lupakan itu )

Seorang teman saya, Edy Zaqeus, dapat menggantungkan hidupnya dari menulis. Dan Ia pun selalu meyakinkan saya dan teman-teman untuk dapat seperti Dia. Edy, memutuskan untuk professional dalam dunia kepenulisan setelah belajar otodidak. Beberapa bukunya , berhasil menembus pasar hingga harus naik cetak berulang-ulang. Berdasarkan penuturanya, Ia dapat menghidupi keluarganya dengan sangat layak dari Royalti bukunya yang terjual setiap bulan. Belakangan ini, Edy malah menerbitkan bukunya sendiri. Melalui badan usaha yang Ia bentuk yaitu Bornrich dan Fivestar Publishing, Ia berhasil menerbitkan beberapa buku karangan sendiri dan buku karangan penulis yang berasal dari Writer Schoolen yang lain. Saya pun termotivasi dengan kesuksesan seorang Edy Zaqeus yang memulai kariernya dengan menjadi office boy ini. Padahal Ia seorang sarjana lo.

Sama halnya dengan senior kami Andrias Harefa, yang telah berhasil menelurkan 40-an buku. Rata-rata sekali enam bulan satu buku. Suatu hal yang luar biasa. Dan Ia tetap mengejar cita-citanya untuk mewariskan 100 buku intuk anak negri ini. Semoga Pak Andrias dapat mewujudkan cita-citanya yang luhur. Andrias Harefa-lah yang menggawangi Proaktif Schoolen, yang membina orang-orang yang tertarik di bidang WTS ( Writer, Trainer, Speaker ). Untuk lebih jelas baca www.pembelajar.com. Dapatkah anda membayangkan betapa mereka yang saya sebutkan di atas telah mencitrakan bahwa menjadi penulis juga dapat “makan” di negri kita?

Masih belum yakin juga? Belum yakin, belum percaya?

Kalau belum percaya, nggak apa-apa. Seperti yang saya tulis kemarin tentang pentingnya sebuah proses, segala sesuatu memang perlu waktu. Tapi kalau kelamaan mikirnya, entar bisa basi, semangat nulisnya bisa mengalami erosi. Lama kelamaan bisa hilang dimakan waktu.

Sebagai penutup tulisan saya kali ini, saya menceritakan seorang tokoh di dunia kepenulisan, namanya Helen Keller. Ia adalah seorang wanita, yang oleh karena penyakitnya , pada usia 19 bulan menderita kebutaan dan sekaligus tuli. Tapi ternyata Helen Keller bukanlah orang yang gampang menyerah, disamping itu ia adalah orang yang Genius. Dengan bantuan seorang guru yang memberikan perhatian yang sangat besar padanya, Ia dapat membaca dan kemudia menulis dengan huruf Braille. Puncak kariernya adalah sewaktu ia menjadi dosen dan meraih gelar Phd. Hal yang paling menakjubkan adalah buku-buku yang ia tulis dengan sangat mengesankan, dan telah diterjemahkan kedalam tulisan biasa dan kedalam 50 bahasa di seluruh dunia. Luar biasa Penulis kita yang satu ini.

Jika hellen keller yang menderita kebutaan dan tuli saja dapat berprestasi melalui tulisanya, mengapa kita Tidak?

Salam Sukses, Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline