Lihat ke Halaman Asli

Doharman Sitopu

Manajemen dan Motivasi

Keteguhan Hati Seorang Anak Guru-Tani

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gunung putri-Bogor, January 2009

Saat mentari melintas di atas kepala

Terbayang rentang waktu panjang berlalu

Letih Rasa mengenang lintasan

Napak tilas yang tak kunjung henti

Ini perjalanan panjang nan melelahkan

Tiada henti naik mendaki bukit

Naik rakit menelusuri sungai berkelok-kelok

Menelusuri lorong yang panjang pula gelap

Takkan Kulupa mukadimah, asa melimpah

Dengan semangat yang membara, memburu

Tiada siang dan malam, sama dirasa

Terus menerjang dan menjelang kurun kehidupan

Kegagalan-demi kegagalan,harapan dan janji

Ranting demi ranting, rintang demi rintang

Yang aku temui dan jumpai, bendahara perkara

Di Tiap kota kehidupan yang kutemui

Aku tersungkur, tersingkir , tak kunjung tersohor

Tiada Daya, tiada asa tersisa, pasrah berserah

Menangis, mengais dan meratap

Seolah kudapan mewah nan mewabah dimusimnya

Walau sukma meratap, wajah menatap

Sisa asa dan rekayasa jiwa yang terdalam

Yang aku cipta guna pengobat rindu

Akan damai sejahtera nan tak kunjung tiba

Ataukah Damaisejahtera itu hanya semu?

Ataukah Imajiner Belaka?

Ataukah Hanya semacam pernyataan

Yang tidak pernah dipertanyakan?

Ohh…Rekayasa jiwa tolonglah

Yang aku cipta untuk sebuah hargadiri

Yang aku cipta untuk menepis rasa iri

Yang aku cipta untuk melukis rasa iba

Rasa iba yang menghiba-iba terhadap sanubari

Sanubari yang jiwanya terkoyak-koyak

Terkoyak pergolakan jiwa sosial yang memang sial

Dan sial-sial yang selalu ber inkarnasi berulang-ulang

Seandainya hati ini tidak terekayasa, asa yang teguh

Mungkin tidak dapat aku bayangkan banyak prahara

Yang akan datang menjelang dan menantang

Kelak akan menendang dan menentang jiwaku

Seandainya aku tidak pernah mendengar

Petuah, pepatah , pepitih yang walau tertatih

Aku latih dan racik masuk ke dalam hati

Tak terbayangkan cedera mental yang terjadi

Dengan asa tersisa, dan tenaga terpaksa

Aku lihat Mentari melintas di atas kepala

Aku berjanji padamu, Mentari , Lambatkan jalanmu

Agar Hatiku sembuh terapi api sinarmu

Mentari takkan berhenti bersinar, berbinar, berkibar

Ayunkan lagi langkahku yang sempat goyah

Seperti sediakala pertama aku menantang

Setiap Prahara, masalah, pertanyaan, dan pernyataan

Aku memang terjebak dalam kebodohan

Aku memang terperdaya oleh Bumi

Kala aku lihat melalui kaca mata kuda

Kini aku lihat dengan kaca mata Paradigma Baru

Paradigma Baru dan Rekayasa mental

Yang tercipta sendiri secara mandiri

Pada saat aku iri, pada saat aku sendiri

Rasanya seperti menemukan obar penawar

Untuk mengobati semua Luka di Hati

Untuk mengobati semua kecewa di jiwa

Untuk sebuah pengharapan baru menjelang

Untuk Langkah Baru yang tidak Goyah

Mari mulai menguntai dan merajut waktu tersisa

Mari mulai menorehkan warna demi warna

Warna kehidupan yang bersemi dan bersahaja

Demi perjalanan yang nyaman dan damai

Terbayang tanah yang penuh lebah dan subur

Merentang hijau di depan mata dan jalanku

Terimakasih Tuhan, Kau selalu memberi Harapan

Melalui Keteguhan Hati aku anak seorang Guru-Tani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline