Lihat ke Halaman Asli

Pembatasan Motor: Kebijakan dengan Hasil Meragukan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang jam kerja dan bubaran kantor jalanan Jakarta disemuti sepeda motor. Badan jalan mampet, trotoar pun diterobos. Di lampu merah, motor merangsek melewati batas aman. Lalu lintas yang penuh sesak pun tambah semrawut. Ruang gerak mobil praktis menyempit.

Nah, ada rencana Pemda membatasi penggunaan sepeda motor. Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Chondro Kirono seperti yang dikutip Kompas.Com (5/8) mengungkapkan akan memberlakukanpembatasan penggunaan motor pada waktu dan ruas jalan tertentu, terutama jalan yang dilalui kendaraan umum. Rencananya regulasi ini konon akan diberlkukan usai lebaran.

Hanya saja rencana pembatasan ini tampaknya akan cukup sulit diterapkan. Selain populasi sepeda motor telah terlanjur massif, kendaraan roda dua ini juga sudah terlanjur jadi sarana transportasi andalan yang populer.

Sepeda motor adalah fenomena negara berkembang, khususnya di Asia. Indonesia merupakan pasar terbesarketiga dunia setelah China dan India. Namun pasar motor di China cenderung sudah stag, kalau pun tidak menurun. Perbaikan income per kapita yang signifikan mendorong terjadinya pergeseran minat pasar dari motor ke mobil yang lebih nyaman dan secure. China membangun infrastruktur jalan raya termasuk jembatan secara besar-besaran dan meluas. Beberapa kota besar menerapkan larangan masuk untuk sepeda motor.

Di kawasan Asia Tenggara, pasar sepeda motoryang menonjol selain Indonesia adalah Thailand dan Vietnam. Sementara Malaysia pendapatan masyarakat sudah tinggi, sehingga mampu membeli mobil. Setidaknya, populasi mobil lebih besar dari motor. Di negara maju, pasar atau pengguna sepeda motor sangat marjinal. Kalau pun ada, umumnya adalah motor-motor jenis sport dan jenis touring untuk rekreasi.

AISI memprediksi total permintaan pasar (=sales) Indonesia tahun 2010 ini untuk sepeda motor menembus 7 juta unit. Sementara penyerapan mobil diperkirakan ‘hanya’ di kisaran 600.000 unit. Sesuai dengan distribusi populasi penduduk dan tingkat daya beli, diperkirakan sekitar 40% kendaraa bermotor terserap di kawasan Jadetabek. Adalah naïf untuk mengebiri industri otomotif atau pun melarang masyarakat untuk membeli apa yang dibutuhkannya.

Ada banyak factor yang mendorong pasar sepeda motor di Indonesia masih tumbuh dengan kuat.Kendaraan roda dua ini merupakan alat transportasi yang paling mungkin dijangkau oleh mayoritasmasyarakat. Pengoperasiannya sangat praktis, efisien, dan ekonomis, meski juga risiko dari kecelakaan sangat tinggi.

Di samping itu banyak warga tinggal di jalan sempit (gang). Motor juga lebih flleksibel menembus kemacetan lalu lintas kronis di kota-kota besar. Mungkin, semakin parah kemacetan, semakin tinggi pula ketergantungan terhadap motor. Tidak sedikit pengguna mobil pribadi yang kemudian justru ganti pakai motor ke kantor.

Kemacetan lalu lintas sendiri terjadi terutama disebabkan lambannya pemerataan ekonomi dan penambahan infrastruktur. Faktor lain lain adalah minimnya sarana transportasi public, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Resultan dari berbagai factor pendorong itu menjadikan sepeda motor popular di Indonesia. Apalagi pembeliannya ‘dipermudah’ dengan system kredit melalui perusahaan pembiayaan (leasing?). Populasi sepeda motor di Wilayah Polda Metro Jaya kini diperkirakan mencapai sekitar 7 juta unit, tiga kali lipat lebih jumlah mobil.

Berbagai reaksi muncul terhadap rencana pembatasan sepeda motor di Jakarta. Umumnya ‘komunitas’ motor menolak. Misal, bagaimana dengan mobil yang bahkan hanya ditumpangi satu atau dua orang?Bahkan beberapa komentar bernada keras muncul di Kompas.Com., seperti mengajak bikers untuk aksi demo.

Seperti juga kebijakan-kebijakan lain yang bersifat parsial, pembatasan penggunaan sepeda motor hanya menyentuh sebagian kecilinti akar problem transportasi dan lalu lintas Jakarta. Di samping itu pelaksanaannya juga akan sangat merepotkan petugas di lapangan, terutama karena populasi sepeda motor yang terlanjur suda masif. Kita lihat kebijakan ‘3 in 1’ untuk mobilmisal, pada akhirnya banyak memunculkan praktek perjokian.Salah-salah penanganan motor malah dapat menimbulkan masalah baru yang kontra produktif, atau mungkin malah bersifat anarkis. Meski tidak saling kenal, sesama bikers memiliki solidaritas cukup tinggi.

Julius Aslam, Direktur Pemasaran PT Astra Honda Motor berpendapat sebaiknya pilihan dikembalikan ke masyarakat saja, tidak usah diatur-atur. Kalau sarana transportasi umum tersedia, mereka pasti beralih dengan sendirinya. Hanya saja bagi sebagian bikers, penggunaan motor juga bertujuan untuk menghemat biaya transportasi. Sekedar perbadingan, biaya angkot satu hari sama dengan biaya beli bensin untuk tiga hari pemakaian motor. Jadi ada juga permasalahan dari sisi ekonomi.

Pembatasan motor di ruas jalan tertentu akan memberi tekanan yang lebih besar kepada ruas jalan lain. Di samping akan merepotkan petugas lalu lintas di lapangan, regulasi ini sangat mungkin juga mendapat resistensi yang kuat dari para biker.

Nah ?

Adakah solusi problem kemacetan Jakarta yang lebih logis, tuntas, dan bersahabat.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline