Sebagaimana fimnya yang sudah tiga kali saya tonton di bioskop, ini adalah artikel ketiga saya di Kompasiana tentang "Yowis Ben 2." Tentu bukan tanpa alasan saya kembali mengulasnya untuk kali ketiga.
Apa yang saya prediksi di artikel sebelumnya, dan juga prediksi para pengamat film, "Yowis Ben 2" akhirnya berhasil tembus 1 juta penonton. Tepatnya 1.001.207 penonton dalam waktu 22 hari penayangan sejak dirilis tanggal 14 Maret 2019.
Ini berarti "Yowis Ben 2" kembali mencetak rekor sebagai film berbahasa daerah pertama yang tembus 1 juta penonton. Sebelumnya, film arahan Fajar Nugros dan Bayu Skak ini sukses melampaui rekor film pertamanya sebagai film berbahasa daerah dengan jumlah penonton terbanyak.
"Yowis Ben" yang dirilis awal tahun 2018 berhasil meraih angka 935.622 penonton dan berada di urutan ke 15 box office Indonesia tahun 2018.
Pencapaian 1.001.207 penonton menjadikan "Yowis Ben 2 " sebagai film Indonesia ke-enam yang tembus 1 juta penonton di tahun 2019. Sementara hingga awal April, film berdurasi 1 jam 50 menit ini masih berada di urutan ke-enam untuk perolehan jumlah penonton, di bawah Dilan 1991, Keluarga Cemara, My Stupid Boss 2, Preman Pensiun dan Orang Kaya Baru.
Jika melihat judul-judul film pesaing di atasnya, tentu perolehan 1 juta penonton merupakan pencapaian yang luar biasa. "Yowis Ben 2" yang nyaris full berbahasa daerah bisa bersaing dengan film-film komersil lainnya dengan segmentasi penonton yang lebih luas karena berbahasa Indonesia. Walau berbahasa daerah, terbukti "Yowis Ben 2" bisa diterima oleh penikmat film tanah air, bahkan yang tak paham bahasa Jawa dan Sunda.
Terlampauinya rekor jumlah penonton film pertama, salah satunya berkat variasi bahasa daerah yang digunakan dalam dialog di film ini. Jika "Yowis Ben" hanya menggunakan bahasa Jawa, dalam hal ini Jawa Timuran khususnya Malang, maka di sequelnya ini juga digunakan bahasa Sunda dan sedikit bahasa Bali. Tentu penambahan bahasa daerah tersebut ikut memperluas segmentasi penonton dengan menyasar pengguna bahasa Sunda dan Bali.
Variasi bahasa daerah yang digunakan sempat dikritik sebagian kalangan karena membuat alur cerita menjadi tak fokus dan mengganggu konsentrasi penonton yang tak paham selain bahasa daerahnya. Meski demikian tak dapat dipungkiri variasi bahasa daerah terbukti berdampak positif karena ikut mendongkrak jumlah penonton, disamping kearifan lokal yang diangkat juga semakin beragam.
"Yowis Ben" dan "Yowis Ben 2" yang diproduksi dan dirilis secara komersial mencoba merubah mindset bahwa bahasa daerah itu kampungan, ndeso dan terbelakang. Dan terbukti, film berbahasa daerah mampu bersaing dengan film komersial lainnya baik yang berbahasa Indonesia maupun bahasa asing (Bahasa Inggris). Sebagaimana disampaikan Bayu Skak pada video singkat di akun Instagramnya @moektito.
"Trimakasih beribu-ribu terima kasih buat kalian semua saja, film Yowis Ben berhasil meraih 1 juta penonton. Ini adalah mengingatkan kepada semuanya bahwa fim yang menggunakan bahasa daerah bisa bersaing di perfilman tanah air. Kami selaku cast dan kru membuat karya ini dengan maksimal. Ingin memberikan pesan kepada semuanya saja bahwa bahasa daerah itu bahasa ibu kita, jangan dilupakan. Bisa dilihat bahwa bahasa daerah tidak kalah saing di perfilman tanah air. Jadi mari anak-anak di seluruh Republik Indonesia jangan malu menggunakan bahasa daerah masing-masing. Bahasa persatuan kita tetap Bahasa Indonesia, tetapi bahasa daerah tidak perlu dilupakan. Terima kasih, 1 juta penonton adalah apresiasi yang sangat gemilang, ini akan menjadi semangat buat kami semua untuk berkarya lebih bagus lagi."
Pencapaian 1 juta penonton ini patut mendapat apresiasi. Setidaknya bisa menjadi motivasi bagi anak bangsa untuk berkreasi dengan mengangkat kearifan lokalnya masing-masing.