Lihat ke Halaman Asli

Kontroversi Denny JA Sebagai Sastrawan Paling Berpengaruh

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sambil mempertanyakan kredibilitas 8 orang yang selanjutnya disebut Tim 8 saya menulis pikiran picik saya ini. Tersebutlah Tim 8 ini dengan segala kelihaian mereka telah membaptis 33 orang Indonesia sebagai sastrawan paling berpengaruh di tanah air ini hanya dengan 4 kriteria yang diciptakan dari hasil pergolakan selama dua hari. Entah yang disebut dua hari itu adalah dua hari penuh yang dua puluh empat jam atau dalam dua hari itu hanya ada lima menit diskusi. Intinya, dua hari.

Saya tidak tau persis 8 orang luar biasa itu -yang tak perlu saya sebutkan namanya alias silahkan googling- karena hanya beberapa karya mereka yang selintas saya baca. Selebihnya, di dalam Tim 8 tersebut tidak lebih hebat dari novelis dari kampung saya yg karna punya modal lantas melahirkan novel ecek-ecek memuakan ketika dibaca ataupun puisi-puisi mereka yg tak menggigit seperti nyamuk.

Jika menilik perkembangan sastra tanah tanah air, maka pantaslah jika sekalian penikmat sastra melantunkan protes mereka atas ditetapkannya Denny JA sebagai salah satu dari antara 33 sastrawan itu. Puisi esainya atau lebih banyaknya dia menggolontorkan dana untuk lomba puisi esai yang sampai saat ini masih dipertentangkan spesifikasi dan onderdilnya sepertinya menjadi salah satu alasan dia ditetapkan sebagai sastrawan berpengaruh. Inti protes bukan hanya masalah pada kualitas sastra, tapi kuantitas puisi yang dihasilkan Denny JA dari apa yang disebutnya sebagai puisi esai. Hanya ada satu buku karya Denny yang lantas oleh dia sendiri disebut sebagai pelopor genre baru sastra. Buku ini pun bukanlah keluaran penerbit mayor, tapi indie ala Denny.

Mencermati lagi salah satu kriteria penetapan yaitu “menempati posisi sebagai pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak, atau bahkan penentang” yang menjadi dasar pengangkatan Denny, maka alangkah sangat tak bijaknya Tim 8 ini. Lihat saja pendapat para sastrawan yang sampai saat ini masih mempertanyakan label “Puisi Esai” yang diciptakan Denny. Juga, Denny tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap dunia baru di ranah sastra Indonesia. Apa yang selanjutnya disebut sebagai pengikut Denny adalah manusia-manusia setengah sadar yang ikut dalam lomba puisi esai karena iming-iming hadiah yang WOW!!

Penggerak??? Penggerak apa yang dimaksud dalam kriteria ini?? Apakah orang yang bergerak untuk ikut dalam fenomenona puisi esay yang diciptakan Denny? Tidak. Tidak ada. Selain tentunya tim sukses Denny yang dibayar untuk bekerja keras demi nama besarnya.

Penentang?? Ya jelaslah banyak yang menentang jika Denny menyebut diri sebagai pelopor puisi esai dengan – sekali lagi – ketidakjelasan kriteria yang diciptakannya. Puisi Esai Denny tidak lebih dari prosa yang sudah diciptakan sebelum Denny dilahirkan. Yang membedakannya hanyalah jumlah karakter dalam puisi esai dan prosa. Jika prosa memiliki karakter yang lebih sedikit namun tetap bernyawa hingga akhir. Esai Denny tidak lebih seperti orang tua bernafsu tinggi tapi loyo. Tidak ada evokasi yang tercipta dari puisi-puisi Denny.

Maka, penting untuk diketahui oleh dunia sastra Indonesia, bahwasanya ada kemungkinan Tim 8 ini telah dibayar untuk menyebut nama Denny JA dalam jejeran sastrawan paling berpengaruh. Kapasitas pas-pasan Tim 8 juga menjadi acuan untuk ditolaknya hasil penetapan yang berlebihan dan memalukan ini. @dodydoohan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline