Lihat ke Halaman Asli

Budaya Diambil Malaysia, Siapa yang Salah?

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mulai tahun ini, bulan ini, hari ini, jam ini dan detik ini, marilah kita meluangkan sedikit waktu kita untuk memperhatikan budaya, tradisi yang ada di sekitar kita. Pengakuan Malaysia terhadap budaya Indonesia, menandakan kita sendiri lemah dalam melindungi budaya di tanah air.
Terbukti dalam keseharian kita. Sudahkah kita semua bangsa Indonesia peduli dengan budaya kita sendiri?

Kita biarkan para seniman kelaparan, kita biarkan para pelaku kesenian tradisional mondar-mandir ngamen di kampung-kampung untuk mencari sesuap nasi. Lalu, berapa banyak kelompok kesenian tradisional yang dulunya tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat, kini hilang tanpa bekas.

Seperti kethoprak, wayang orang, ludruk, gajah-gajahan dan masih banyak lagi jenis kesenian yang kini hilang ditelan bumi. Sepertinya, kini tidak ada lagi generasi dari anak-anak kita yang mau mencintai kesenian tradisional kita sendiri.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Kini Indonesia sedang demam musik pop. Membanjirnya industri musik pop yang berkembang sangat pesat dan tiada henti tanpa diimbangi kekuatan budaya tradisional dikalangan anak-anak muda kita, membuat seni budaya kita tersingkir dari pikiran mereka.

Ditengah keterlenaan kita itulah, rupanya tetangga dekat yang mengaku saudara serumpun yang memimiliki kehidupan yang berkecukupan mencoba untuk menaruh perhatian terhadap budaya kita. Mungkin, tak sekedar menaruh perhatian saja. Namun kini mulai ingin merebut budaya-budaya yang tidak diperhatikan oleh bangsa Indonesia sendiri.

Seperti yang dimuat Kompas edisi 31 Agustus 2009, yang menjelaskan perlindungan budaya di Indonesia lemah. Ini terbukti dari ketidak berdayaannya pemerintahan kita yang tidak memiliki data lengkap mengenai seni budaya kita sendiri. Aneh memang? Begitu halnya tentang publikasi tentang bduaya kita sendiri juga lemah. Publikasi multimedia secara internasional mengenai produk seni budaya Indonesia juga minim, sementara Malaysia sangat proaktif dalam mempublikasikan budaya-budaya yang mereka anggap miliknya.

Bahkan dari 33 provinsi di Indonesia, baru tiga provinsi yang telah melakukan inventarisasi terhadap seni budaya mereka. Ketiga provinsi itu adalah Bali, NTB dan DI Jogjakarta. Syukurlah! Tiga provinsi ini patut kita acungi jempol, dan hasilnya ada 600 seni budaya yang ada di tiga provinsi itu. Namun 31 provinsi yang lainnya, hanya bediam diri, belum melakukan apa-apa...

Kita bisa membayangkan berapa banyak jumlah seni budaya dari 33 provinsi di tanah air ini, seandainya kita mampu menginventarisir seni budaya kita, pastilah sangat banyak jumlahnya. Ribuan jumlahnya. Bukan kah itu aset yang tak terhingga nilainya.

Semoga, dengan persitiwa ini, pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah segera melakukan inventarisasi dan melakukan langkah-langkah penyelamatan terhadap seni budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat kita. Sekarang, janganlah kita hanya bediam diri, tanpa melakukan tindakan yang jelas tentang penyelamatan budaya kita sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline