Lihat ke Halaman Asli

MOH. RIDHO ILAHI ROBBI

Anda bertemu dengan sebuah tulisan yang dikarang dengan pikiran dan ditulis menggunakan perasaan.

Bullying dan Penyalahgunaan Kekuasaan oleh Oknum Polisi dalam Film "Vina: Sebelum 7 Hari"

Diperbarui: 14 Mei 2024   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi penulis 

Film "Vina: Sebelum 7 Hari" menyuguhkan sebuah narasi yang menggugah tentang isu-isu krusial yang sering kali terjadi di lingkungan sekolah, khususnya kasus pembullyan, serta penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepolisian. Melalui perjalanan karakter utamanya, Vina, film ini berhasil mengangkat masalah yang kerap tersembunyi di balik tembok institusi pendidikan dan sering diabaikan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.

Pembullyan di Sekolah: Potret Gelap Pendidikan

Dalam "Vina: Sebelum 7 Hari", kita diperkenalkan kepada Vina, seorang siswi yang menjadi korban bullying oleh teman-teman sekelasnya. Bullying yang dialami Vina bukan hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga psikologis dan verbal yang tak kalah menyakitkan. Melalui adegan-adegan yang realistis, film ini menyoroti bagaimana bullying dapat merusak kepercayaan diri dan kesehatan mental seorang anak. 

Kasus bullying yang dialami Vina mencerminkan realitas yang masih sering terjadi di banyak sekolah. Pelaku bullying biasanya merasa superior dan tanpa empati terhadap korban, sementara korban seringkali tidak berani melapor karena takut akan konsekuensi yang lebih buruk atau tidak percaya bahwa pihak sekolah akan bertindak tegas. Dalam film ini, ketidakberdayaan Vina terlihat jelas ketika dia merasa terisolasi dan tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari teman-teman atau pihak sekolah.

Penyalahgunaan Wewenang Oknum Kepolisian

Konflik dalam film ini semakin kompleks ketika terungkap bahwa salah satu pelaku bullying adalah anak dari seorang perwira polisi. Ketika kasus ini mulai mencuat, oknum polisi tersebut menggunakan kekuasaannya untuk menutupi perbuatan anaknya dan mengintimidasi pihak-pihak yang mencoba mencari keadilan untuk Vina. Film ini dengan berani menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan untuk melindungi kepentingan pribadi, bahkan ketika tindakan tersebut jelas-jelas melanggar etika dan hukum.

Penyalahgunaan wewenang ini menggambarkan betapa sulitnya bagi korban bullying seperti Vina untuk mendapatkan keadilan. Oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung hukum justru memanipulasi sistem untuk menutupi kesalahan anaknya. Hal ini bukan hanya menciptakan ketidakadilan bagi korban, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Implikasi Sosial dan Harapan untuk Perubahan

"Vina: Sebelum 7 Hari" tidak hanya berfungsi sebagai sebuah karya hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya bullying dan penyalahgunaan kekuasaan. Film ini mengajak penonton untuk merenungkan dampak jangka panjang dari bullying terhadap korban serta pentingnya peran aktif semua pihak, termasuk sekolah, keluarga, dan institusi penegak hukum, dalam menangani kasus-kasus semacam ini.

Untuk mencegah kasus bullying, sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua siswa. Program anti-bullying dan konseling harus diperkuat dan dijalankan dengan serius. Sementara itu, kepolisian harus memastikan bahwa setiap anggotanya bertindak sesuai dengan kode etik dan tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline