Lihat ke Halaman Asli

Arief Setyo Widodo

Pengetik teks bebas

Drama di Negeri Pengekspor Minyak Goreng

Diperbarui: 30 April 2022   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

minyak goreng (dok. pribadi)

Sejak beberapa bulan lalu, kelangkaan minyak goreng menjadi berita hangat yang sering dibicarakan. Diawali dengan naiknya harga minyak goreng kemasan lalu berujung pada kelangkaan minyak goreng. Antrean panjang yang kebanyakan ibu-ibu menjadi gambar yang sering muncul pada pemberitaan tersebut. Tak bisa dipungkiri, minyak goreng sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Tanpa minyak goreng di dapur, tak akan tersaji makanan gurih dan renyah yang menggugah selera. Maka tak heran jika orang-orang berusaha mendapatkan minyak goreng meskipun harus mengantre panjang.

Setelah HET (Harga Eceran Tertinggi) tidak diberlakukan bagi minyak goreng kemasan, tidak ada lagi kelangkaan. Stok minyak goreng melimpah, namun dengan harga yang gila-gilaan. Harga yang dibanderol mulai dari 20 ribuan hingga 50 ribuan untuk setiap liter minyak goreng kemasan. Padahal beberapa waktu lalu masih banyak dijumpai minyak goreng kemasan seharga belasan ribu rupiah. Akibatnya, banyak masyarakat beralih ke minyak goreng curah yang harganya relatif tetap. Kembali lagi banyak dijumpai masyarakat antre untuk beli minyak goreng curah. Padahal minyak goreng curah kualitasnya lebih rendah dan memungkinkan untuk dioplos.

Tak lama kemudian muncul berita penangkapan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag. Bapak yang tertangkap kamera membisiki Mendag saat menyampaikan permasalahan mafia minyak goreng di DPR itu lah tersangkanya. Usai dibisiki Pak Menteri berkata, "Jadi, Pak Ketua. Saya baru dikasih tahu oleh Pak Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Hari Senin sudah ada calon TSK nya". Rupanya TSK nya ya beliau juga, si pembisik yang kemudian pergi menjauh saat Pak Menteri bicara. Pak Dirjen ditangkap atas dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor minyak goreng tahun 2021 -- 2022. Beliau ditangkap beserta petinggi dari tiga perusahaan sawit raksasa.  

Melihat kacaunya distribusi minyak goreng, pemerintah pada akhirnya menerbitkan kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. Dalam konferensi pers pada 26 April 2022 Menko Perekonomian menyatakan bahwa yang dilarang sebenarnya hanya ekspor minyak goreng dan bahan bakunya yakni RBD (Refined, Bleached, Deodorized) Palm Olein. Namun esok harinya, pernyataan tersebut diralat. Pelarangan ekspor berlaku untuk CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, POME/limbah cair kelapa sawit, dan minyak jelantah.          

Pelarangan ekspor ini seketika membuat panik para petani sawit rakyat. Harga beli TBS (Tandan Buah Segar) dari petani turun drastis sebelum kebijakan tersebut berlaku pada 28 April 2022. Protes dan kiritikan pun dilayangkan oleh petani sawit dan para pengamat terhadap kebijakan pelarangan ekspor ini. Mereka menilai kebijakan ini seperti membasmi tikus dengan membakar lumbung padi. Sasaran pelarangan ekspor ini adalah para pengusaha sawit namun para petani juga turut terkena imbasnya. Namun pemerintah tetap pada pendiriannya dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut info terbaru, pelarangan ekspor ini berlaku hingga harga minyak goreng di seluruh Indonesia turun jadi Rp14.000/liter.

Kebijakan yang sulit dibuat pemerintah karena untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau harus mengorbankan petani sawit yang harus rela TBS nya dibeli dengan harga rendah. Sebenarnya ada opsi yang patut dicoba selain pelarangan ekspor yakni dengan pengawasan yang ketat terhadap DMO (Domestic Market Obligation) atau kewajiban menjual untuk pasar domestik sebesar 30%. Namun sepertinya pemerintah lebih memilih strategi bakar lumbung alih-alih menangkap tikus yang menjadi biang keladi.

Mengawasi para pengusaha agar menaati peraturan ekspor memang sulit. Godaan cuan dari luar negeri tentu sangat menggiurkan dan mereka akan menempuh segala cara untuk mengekspor sebanyak mungkin termasuk dengan cara menyuap. Suap menyuap masih terbilang lazim di negeri ini. Terbukti dengan ditangkapnya salah satu pejabat tinggi Kemendag yang seharusnya mengawasi perdagangan luar negeri atas dugaan menerima suap dari pengusaha sawit. Mungkin opsi pelarangan ekspor dipilih salah satunya karena lemahnya pengawasan dari kementerian perdagangan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline