Mobil, begitu seorang bocah menyebut benda yang sedang didorongnya itu. Dengan malu-malu dia menjawab pertanyaanku tentang nama mainan yang terbuat dari bambu panjang, diujungnya terdapat semacam roda dari kayu. Benda itu dimainkan dengan cara didorong menggunakan semacam setang dari kayu yang ditusukkan di badan bambu. Entah kenapa mainan itu dinamakan mobil. Si bocah pun hanya bengong, tak bisa menjawab kekepoanku itu. Mungkin karena malu, takut, atau bingung mau jawab apa. Yang pasti mainan itu jadi kegemaran anak-anak di kampung Heret, sebuah kampung kecil di suatu sudut pulau Flores, NTT.
Tiap sore, terlihat beberapa bocah berlarian di jalan kampung sambil mendorong mobilnya. Tawa ceria dan celoteh yang saling sahut menyiratkan kegembiraan mereka. Keriaan yang tercipta dari suka cita anak-anak mewarnai sore di kampung Heret. Sore yang selo (bergelimang waktu luang), ketika anak-anak selesai sekolah dan orangtua mereka pulang dari kebun. Kampung jadi ramai kembali setelah sesiangan tadi begitu sepi.
Roda-roda kayu berputar kencang menggilas permukaan jalan berbatu tanpa ampun. Si pengendalinya berlari makin kencang ketika roda-roda mobil lain milik kawannya berputar kian kencang. Mereka berlari kesana kemari seolah tanpa lelah. Sementara itu di halaman sekolah, tampak tiga mobil yang dikendarai oleh dua anak dan satu pemuda. Mobil milik si pemuda mengangkut ember yang akan digunakannya untuk mandi. Di halaman belakang sekolah memang ada beberapa cerukan batu yang beberapa diantaranya masih menyimpan air bekas hujan kemarin. Di sanalah biasanya beberapa warga mandi atau sekedar cuci muka, karena sumber air terdekat berada cukup jauh di lembah.
Kembali lagi ke kampung, sore beranjak senja. Beberapa anak masih terlihat wara-wiri dengan mobil kebanggaannya. Entah sampai mana tadi mereka melajukan mobilnya, mereka beranjak pulang saat terang berganti temaram. Kini mobil-mobil mereka terparkir di rumah masing-masing. Di rumah-rumah sederhana yang berjajar rapi di sepanjang jalan kampung. Tak ada listrik, hanya cahaya pelita yang terpancar menembus celah dinding bambu rumah warga. Maklum saja, kampung Heret ini terletak jauh dari jalan utama kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur sehingga belum tersentuh pembangunan.
Jalan menuju kampung Heret hanyalah jalan terjal berbatu. Tak semua pemotor mampu dan mau membawa motornya ke sana. Hanya tukang ojek handal, berpengalaman, dan nekat saja yang mau mengantar sampai kampung ini. Otokol (truk angkutan pedesaan) pun sudah beberapa waktu tak kedengaran suara mesin dieselnya. Jalan memang cukup lebar, namun kondisinya sudah tak terawat dan sangat riskan untuk dilewati. Beberapa waktu yang lalu ada otokol yang celaka terguling ke jurang, satu orang dikabarkan meninggal. Karena itu sangat jarang ada orang “gila” yang nekat bawa kendaraannya ke Heret. Mungkin hanya mobil milik bocah-bocah itulah satu-satunya kendaraan yang ada di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H