Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.
[caption id="attachment_354872" align="aligncenter" width="448" caption="Sabana Sumba (dokumentasi tim)"][/caption]
Sepenggal puisi karya Taufiq Ismail berjudul “Beri Daku Sumba” itu bercerita tentang pesona pulau Sumba berupa padang sabana dan kuda-kudanya. Pesona yang sangat jarang ditemukan di tempat lain. Membuat siapapun yang baru pertama kali mengunjungi Sumba akan terpana. Namun, pesona Sumba tak hanya itu saja, masih banyak hal menarik lainnya. Mari kita jelajahi Tanah Sumba.
Pesawat baling-baling yang kami tumpangi mendarat mulus di landasan bandara Tambolaka. Sebuah bandara kecil yang menjadi salah satu pintu masuk pulau Sumba. Awan hitam pekat menggantung di langit Tambolaka sore itu. Sesaat setelah kami masuk ruang tunggu, hujan deras disertai angin kencang pun datang. Sejam kemudian, hujan belum juga reda sementara kami harus melanjutkan perjalanan menuju kota Waikabubak, Sumba Barat.
Minibus yang kami tumpangi menembus lebatnya hujan, dan tak lama kemudian curahan air itu berubah menjadi rintik hujan yang makin menipis. Jalan utama pulau Sumba yang kami lewati sangat mulus dan cukup lebar sehingga perjalanan relatif lancar. Di sepanjang jalan terlihat rumah-rumah dengan atap unik yang mirip atap Joglo tapi lebih tinggi. Rumah Menara, biasa orang menyebut rumah tradisional Sumba itu. Biasanya rumah menara berbentuk panggung dengan dinding terbuat dari kayu dan lantai dari bambu atau kayu. Atapnya terbuat dari alang-alang atau seng. Untuk rumah yang beratap alang, masih banyak ditemukan di Sumba Barat.
[caption id="attachment_354874" align="aligncenter" width="448" caption="rumah menara (dokumentasi tim)"]
[/caption]
Di Sumba sangat lumrah kita temukan para pria membawa parang yang diselipkan di pinggang. Mereka bukan akan berkebun atau mengikuti upacara adat tapi dalam keseharianya memang selalu membawa parang. Ikat kepala dan kain tenun dibelitkan di pinggang serta parang menjadi aksesoris yang tak dapat dipisahkan dari pria Sumba. Tak lupa, mulut yang penuh sirih pinang menjadi penanda bahwa mereka adalah pria Sumba tulen. Mode berpakaian seperti itu masih banyak ditemukan di Sumba Barat, sementara di Sumba Timur sudah sangat jarang terlihat.
[caption id="attachment_354875" align="aligncenter" width="448" caption="alat tenun tradisional (dokumentasi tim)"]
[/caption]
Satu lagi yang khas dari Sumba adalah kain tenun. Menenun sudah menjadi budaya turun temurun bagi wanita Sumba. Di kecamatan Wanukaka, masih banyak ditemukan rumah yang memiliki alat tenun. Di sela kesibukannya berkebun para mama biasanya mengisinya dengan menenun. Hasil tenunannya kebanyakan untuk kebutuhan pribadi namun sudah ada beberapa yang menjualnya. Selembar kain tenun ukuran standar umumnya diselesaikan dalam waktu dua minggu. Motif kain tenun Sumba biasanya berupa hewan. Jika ingin membeli kain tenun Sumba, cukup datang ke pasar Waikabubak saja karena di sana tersedia kain tenun yang beragam bahkan banyak juga dijual kain tenun dari luar Sumba tapi masih dalam lingkup NTT.
[caption id="attachment_354877" align="aligncenter" width="448" caption="pantai pasir putih di Sumba Barat (dokumentasi tim)"]
[/caption]
Pantai adalah tempat yang wajib dikunjungi di Sumba. Terdapat beberapa pantai pasir putih di Sumba Barat, salah satunya adalah sebuah pantai di kecamatan Wanukaka. Akses menuju ke sana cukup bagus dengan aspal mulus. Dari Waikabubak, untuk menuju pantai memerlukan waktu sekitar dua jam. Cukup lama memang, namun sesampai di Wanukaka panorama perbukitan hijau memanjakan mata. Hamparan luas perbukitan itu berujung pada sebuah celah yang memisahkan rangkaian perbukitan. Dari celah itu, garis horizon nyaris tak tampak karena birunya langit menyatu dengan warna biru air laut. Sekitar sejam kemudian sampailah kita di sebuah pantai pasir putih. Pasir pantai begitu lembut, ombaknya pun begitu tenang. Di ujung pantai, terlihat beberapa perahu nelayan yang tertambat. Biru tosca air laut, dipadu dengan langit yang biru sempurna serta hijaunya perbukitan sekitar melengkapi pesona pantai itu.
[caption id="attachment_354879" align="aligncenter" width="448" caption="pantai tampak di celah antara deretan perbukitan (dokumentasi tim)"]
[/caption]
Padang sabana luas tanpa batas, itulah pesona utama Sumba. Untuk menikmatinya, kita menuju ke Sumba Timur. Sebenarnya di Sumba bagian barat ada juga padang sabana, tapi tidak seluas di daerah Sumba Timur. Sejauh mata memandang hanya tampak hijaunya rumput, pepohonan, dan perbukitan. Langit biru dengan beberapa gumpal awan putih, menjadi penyedap keindahan padang sabana. Sesekali terlihat kawanan ternak seperti kuda, sapi, dan kerbau sedang merumput. Luasnya padang membuat mereka dengan leluasa bergerak dan bisa makan rumput sepuasnya. Masih luasnya area padang rumput membuat peternakan menjadi salah satu sektor pekerjaan yang menjanjikan di Sumba. Puluhan hingga ribuan ekor ternak bisa dimiliki oleh seorang peternak. Sumba memang menjadi surga bagi para hewan ternak.
[caption id="attachment_354878" align="aligncenter" width="448" caption="padang luas tanpa batas (dokumentasi tim)"]
[/caption]
Kontur yang berbukit-bukit menambah keeksotisan alam Sumba. Perbukitan yang ada memudahkan kita untuk mendapatkan pemandangan yang lebih menawan. Hanya dengan mendaki sebuah bukit kecil, kita bisa menikmati lanskap alam Sumba dengan lebih leluasa. Sejauh mata memandang hanya tampak perbukitan hijau, membentang luas sampai batas horizon. Jika ada waktu luang, kita bisa menanti senja di puncak bukit. Tanpa terhalang apapun, bola matahari terlihat mendekati ufuk barat dan kemudian menghilang di balik perbukitan di ujung cakrawala. Malamnya, jika beruntung kita bisa menyaksikan purnama sempurna yang melimpahkan cahayanya menerangi seluruh padang. Tanpa gemerlap lampu, cahaya bulan dengan leluasa menerangi tanah Sumba.
[caption id="attachment_354880" align="aligncenter" width="448" caption="jelang senja di Sumba (dokumentasi tim)"]
[/caption]
Sumba Timur adalah wilayah terakhir yang kami kunjungi selama berada di Sumba. Tak terasa hampir sebulan berada di pulau ini. Pulau yang diberkahi dengan keelokan alam dan keunikan budayanya. Setiap jengkal tanahnya yang mempesona, selalu memunculkan kerinduan ketika kembali mengingatnya. Kerinduan akan padang-padang terbuka dengan ribuan kuda yang berlarian bebas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H