Oleh : Dodi Putra Tanjung
20 hari lagi menuju TPS Pemilu 2024.
Para Timses Capres saling tuding tentang penggunaan jabatan dan kekuasaan untuk kampanye pasangan calon capres-cawapres.
Menarik menonton dialog yang ditayangkan oleh beberapa stasiun TV dengan menghadirkan para Timses dan juru bicara pasangan capres-cawapres yang akan berlaga di 14 Februari mendatang.
Biasalah, namanya Timses tentu akan selalu membenarkan tindakan yang dilakukan oleh kubu mereka, dan menyalahkan atau mencari kesalahan dari kubu lain. Menghangat beberapa hari ini tentang penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan, baik di tingkat kementerian, kepala daerah sampai ke tingkat kepala desa, dan juga lembaga pemerintah lainnya.
Manariknya lagi, ke tiga pasangan capres-cawapres ini kebetulan ada pejabat pemerintahan di kubu mereka.
Walau sorotan lebih di arahkan ke paslon 2 dan paslon 3, karena yang satu adalah partai penguasa dan satu lagi pemerintah yang sedang berkuasa, namun tentu kedua pihak saling ada keterkaitan. Karena tidak bisa dipungkiri, rekomendasi dan intervensi dari partai penguasa ataupun partai pendukung pemilu 2019 lalu ke dalam pemerintahan sangat tinggi. Itu bisa dilihat dari pidato salah seorang pemimpin partai yang mengatakan bahwa kader mereka harus masuk sebanyak-banyaknya ke dalam pemerintahan.
Sekarang ke dua pihak ini saling berkompetisi menjadi penguasa peride berikutnya, sementara mereka sama-sama berada dalam pemerintahan. Termasuk juga paslon 1, kader partai pengusung mereka juga berada dalam pemerintahan. Jadi kerawanan penggunaan kekuasaan bisa dikatakan cukup tinggi. Penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of power) adalah tindakan yang mencakup izin yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain, atau organisasi.
Hal inilah yang kerap jadi perdebatan, saling tuding bahkan saling tuduh antara kubu paslon. Beberapa contoh kejadian seperti mobilisasi massa oleh kepala daerah kepada paslon tertentu. Ada juga tentang penyerahan bansos oleh salah satu kementerian dimana menterinya adalah kader partai yang mengusung salah satu paslon capres-cawapres. Dan masih banyak temuan lainya dalam kasus yang berbeda, namun tujuannya tetap sama, memenangkan paslon capres-cawapres mereka.
Begitu juga lembaga-lembaga pemerintahan lainnya, termasuk penyelenggara dan pengawas pemilu yang juga terindikasi disusupi oleh kader-kader partai atau titipan partai yang jadi pengusung capres-cawapres. Sehingga dikhawatirkan, abuse of power bisa saja terjadi untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres tertentu.
Kondisi diatas tentu hal yang biasa bagi mereka yang terlibat politik praktis, karena demi mencapai tujuan apa saja bisa dilakukan, namun tentu bukan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat. Penyalahgunaan kekuasaan dalam politik dapat berdampak pada kerusakan demokrasi, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan meningkatnya korupsi. Selain itu, hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam pelayanan publik dan berpotensi memicu konflik sosial.
Penyalahgunaan jabatan dalam pemilu dapat merusak integritas proses demokratis. Dampaknya meliputi ketidaksetaraan akses, distorsi hasil pemilu, dan penurunan kepercayaan publik terhadap sistem politik. Hal ini bisa merugikan keadilan, menghambat partisipasi warga, dan merongrong fondasi demokrasi.
Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada solusi dari persoalan diatas demi menciptakan demokrasi dan suasana pemilu yang baik. Solusi terhadap penyalahgunaan jabatan dalam politik harus melibatkan penguatan mekanisme pengawasan dan penegakan hukum. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat yang lebih besar dapat membantu mencegah penyalahgunaan. Reformasi kebijakan, pelatihan etika bagi pejabat dari tingkat bawah sampai level paling atas, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran juga merupakan langkah-langkah penting untuk menanggulangi masalah ini.
Kita sebagai masyarakat pemegang kedaulatan tertinggi tentu juga punya peranan sangat penting dalam mengawasi tindakan pelanggaran dan penyalahgunaan jabatan ini, terutama jelang 14 Februari ini.