Lihat ke Halaman Asli

Dodi Kurniawan

Simplex veri sigillum

Kongruensi

Diperbarui: 11 Agustus 2024   02:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

id.pinterest.com/zazzle/

Al-Wahid, sekolah tempat saya mengajar, berlokasi di kampung Wanasigra  yang tepat berada perbatasan Tasikmalaya-Garut. Sebatang sungai memisahkan kedua kabupaten tersebut. Sungai tersebut bernama Cikuray. 

Google map memberikan estimasi jarak 14,5 km dari Al-Wahid ke Gunung Cikuray. Gunung stratovolcano yang menurut van Bemmelen berumur sekitar 2,5 juta tahun ini menjadi sumber mata air sungai yang diberi nama sama dengan gunung tersebut, Cikuray. Menurut beberapa catatan, gunung Cikuray dulu bernama Larang Srimanganti atau Srimanganten, yang secara sederhana bisa diartikan sebagai gunung tempat penantian raja. Boleh jadi penamaan ini merujuk kepada peran gunung Cikuray yang pada abad ke-15 hingga 17 menjadi kamandalaan tempat di mana para pengeran Pajajaran belajar kearifan dan tata kelola pemerintahan. Selain itu, penamaan Srimanganti yang berasal dari kata sri (raja) dan manganti (menanti) juga mengisyarahkan bahwa gunung ini banyak dikunjungi para calon raja Pajajaran. 

Prebu Jaya Pakuan atau Bujangga Manik tercatat berkunjung ke gunung ini. "Ngalalar ka Ti(m)bang Jaya, datang ka Bukit Cikuray, nyangla(n)deuh aing ti inya, datang ka Mandala Puntang - Berjalan melewati Timbang Jaya, pergi ke Gunung Cikuray, seturunku dari sana, pergi ke Mandala Puntang)," begitu tulis Bujangga Manik dalam catatan perjalanannya

Jacobus "Koos" Noorduyn (1926-1994) dan Andries "Hans" Teeuw (1912-2012) memperkirakan perjalanan yang dilakukan oleh Bujangga Manik terjadi sebelum tahun 1511. "Pada masa Kesultanan Malaka masih menguasai jalur perniagaan Nusantara, sebelum jatuh ke tangan Portugis pada 1511," tulis Teeuw. Bujangga Manik sendiri adalah seorang bangsawan Kerajaan Sunda (Pakuan Pajajaran) yang memilih menjadi rahib Hindu-Sunda. Ia berkelana ke beberapa tempat suci hingga ke Bali lalu kembali untuk mencari tempat untuk masa akhir hidupnya dan meninggal di Gunung Patuha. 

Sementara untuk asal-usul kata Cikuray, boleh jadi berasal dari kata 'kuray' (Melayu, mengkirai atau mengkurai) yaitu spesies tumbuhan berbunga dari keluarga rami, Cannabaceae. Variasi penulisan Cikuray adalah Cikurai sebagaimana kita temukan dalam catatan pada masa kolonial Belanda, Tjikoeraj atau Tjikoerai. Atau, barangkali berasal dari kata kuray yang dalam bahasa Sunda berarti 'merinding bulu roma'. Boleh jadi nama ini diambil dari sakralisasi kamandalaan Srimanganti agar tidak dimasuki sembarang orang. Sebuah hal yang lazim kita temui sekarang bila sekolah atau kawasan pendidikan lainnya dibatasi aksesnya untuk umum demi keberlangsungan proses pendidikan yang optimal. Saat papan nama, banner ataupun poster belum populer seperti sekarang, maka larangan berupa pamali dan ekspresi kearifan lokal lainnya lazim digunakan. Termasuk menanamkan kesan angker pada kawasan pendidikan seperti halnya sebuah kamandalaan.   

Al-Wahid dan Cikuray

Al-Wahid dibangun tepat menghadap ke arah Gunung Cikuray. Kedua lembaga pendidikan seolah ditakdirkan untuk berbagi kisah tentang bagaimana keduanya merawat anak-anak bangsa dan mengembangkan potensi mereka.  

Secara pribadi saya mendapat kesempatan untuk berdiri di puncak Gunung Cikuray. Bulan September 2003, ditemani Alwahidians - sebutan untuk siswa Al-Wahid - dan di bawah panduan Kang Akmal, rekan guru pengampu mata pelajaran PJOK, dengan sangat susah payah saya (karena yang lainnya jauh lebih bugar) berhasil melakukan summit attack. Ini adalah tanah tertinggi yang pernah saya injak. Berdiri di ketinggian 2.821 meter atau 9.255 kaki bagi seorang akrofobis seperti saya jelas merupakan pengalaman yang sulit untuk dilupakan. Kita menyempatkan untuk mendirikan tahajjud yang disambung Subuh berjamaah di ketinggian tanah Garut. 

Ketika cahaya Matahari menyapa puncak gunung, saya berdiri takjub memandang ke bawah lereng. Saya merasa berdiri di sebuah negeri di atas awan. Sungguh indah. Semua lelah dan letih saat menaiki puncak sirna seketika. Rasa kagum memaksa pikiran dan lidah untuk berucap hamdalah. Salah satu momen di mana ungkapan alhamdulillah terasa sekali maknanya. Di ufuk tenggara dari arah puncak, tampak samar laut Pameungpeuk. "Bila cuaca sedang bagus dan tidak terlalu berawan, kita bisa melihatnya dengan lebih jelas," ungkap Kang Akmal menguatkan visualisasi dalam benak. 

Tidak salah bila Garut disebut Kota Pangirutan. Pemandangan indahnya memesona hati. Hampir 200 tahun lalu, menurut satu sumber, Pangeran Nikolai Alexandrovich Romanov atau Tsar Nicholas II saat mengunjungi Garut pada 1819 dan menginap di rumah Bupati Garut yang saat itu menjabat yakni RAA Wiratanudatar VII, ia diberitakan pergi ke Gunung Cikuray untuk berburu babi. Tsar Nicholas II boleh jadi terkekeh geli bila mengetahui bahwa babi tidak lagi diburu di Cikuray. Merekalah yang kini berburu para pendaki. Bahkan, yang leluhur mereka yang diburu Tsar, kini populer dengan sebutan 'Bagas' alias babi ganas. Hehehe

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline