Dalam satu tahun lebih satu bulan, yakni mulai 2 Juni 2023 hingga 5 Juli 2024 ini, sebanyak 41 khutbah Jum'at disampaikan oleh Khalifah Kelima Jemaah Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba dengan topik Nabi Muhammad saw: Uswatun Hasanah. Sementara 11 khutbah lainnya diseling dengan topik berbeda. Sebelumnya, mulai 1 Desember 2017 rangkaian khutbah Jum'at yang dimulai dengan topik yang sama, Nabi Muhammad saw sebagai uswah hasanah diikuti dengan pengisahan para sahabat Nabi radhiallahu 'anhum merentang hingga 24 Februari 2023. Tidak kurang dari 240 kutbah Jum'at Khalifah Ahmadiyah sampaikan dengan lebih dari 313 sahabat dikupas suri teladan terbaiknya.
Saat WHO menyatakan Covid-19 sebagai wabah mulai Maret 2020, saya memaknai penyampaian rangkaian khutbah tersebut sebagai 'bekal' dari Sang Khalifah untuk menghadapi kecamuk hebat pandemi yang dipicu oleh virus Corona. Riwayat tentang keteguhan iman dan kepekaan altruistik Nabi saw beserta para sahabat radhiallahu 'anhum yang dikupas lebih dari dua tahun sebelum pandemi melanda merupakan sebuah isyarat halus bahwa sebagaimana dulu mereka melalui masa-masa sulit yang disebabkan oleh penindasan dan peperangan, maka kita pun akan menghadapi kesulitan yang menuntut karakter agung tersebut.
Berpola kepada apa yang telah terjadi sebelumnya, dengan masih berlanjutnya kupasan khutbah berkenaan dengan para sahabat pun menimbulkan tanya. Apa gerangan yang menunggu kita di depan sana? Adakah, na'udzu billah, malapetaka katastrofik berikutnya yang tengah mengintai kita? Membayangkan sesuatu yang buruk akan terjadi tidak selalu merupakan bentuk dari pesemisme sebagaimana halnya juga bukan sebuah optimisme bila kita menutup mata atas konsekuensi perbuatan negatif kita. Terlebih, bila untuk wabah Covid-19 Sang Khalifah dalam khutbah Jum'at tanggal 10 April 2020 menyatakan bahwa wabah ini tidak seperti wabah yang merupakan tanda Ilahi yang diberikan kepada Pendiri Jemaah Muslim Ahmadiyah sebagai bukti kebenarannya, maka berkenaan dengan ancaman besar yang menanti tersebut senantiasa beliau nyatakan secara eksplisit, yakni ancaman bencana kemanusiaan berupa Perang Dunia Ketiga.
Pada khutbah Jum'at kemarin (05/07) ditegaskan bahwa dunia kini cenderung menuju kehancuran dan tampaknya tidak ada harapan bagi perdamaian. Di sisi lain, agenda Barat untuk memusuhi umat Islam telah meningkat pesat dan tampaknya akan terus berkembang di masa depan. "Oleh karena itu, umat Islam harus bersatu dan mereformasi diri mereka sendiri untuk menghadapi hal ini," nasihat Sang Khalifah.
Dalam tulisan saya, Perang Dunia Ketiga: Sebuah Paranoia atau Ancaman Nyata?, saya kutip apa yang dikatakan Annie Jacobsen tentang betapa dahsyatnya kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh Perang Dunia Ketiga. "Manusia memiliki kecenderungan untuk maju. Manusia melakukan apa pun yang diperlukan. Namun, perang nuklir meniadakan semuanya. Senjata nuklir akan memusnahkan kecemerlangan dan kecerdikan manusia, cinta dan hasrat, empati dan kecerdasan, menjadi abu," tulis Annie Jacobsen dalam bukunya, Nuclear War: A Scenario.
Dalam penelitian Profesor Cheryl Harrison dan rekan-rekannya dari Universitas Negeri Louisiana, menurut Ian Randall dalam World War 3 warning: Russia could plunge planet into ICE AGE with horror nuclear weapons, mereka menjalankan berbagai model dampak perang nuklir pada sistem Bumi. Mereka mempertimbangkan dampak pada skala regional dan skala yang lebih besar - dan memperhitungkan kemampuan perang nuklir negara-negara di dunia saat ini. Menurut Lembaga Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, sembilan negara saat ini menguasai lebih dari 13000 senjata nuklir. "Bila Rusia dan Amerika Serikat terlibat berperang nuklir atas Ukraina, dampaknya terhadap Bumi bisa membuat planet ini terjerumus ke dalam Zaman Es yang baru, dengan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan," tulisnya.
"Dalam semua simulasi komputer mereka, tim menemukan bahwa badai api nuklir akan melepaskan jelaga dan asap ke atmosfer atas, menghalangi sinar matahari dan menyebabkan gagal panen di seluruh dunia.
Dalam skenario AS-Rusia, lebih dari 330 miliar pon karbon hitam penghalang sinar matahari akan ditempatkan di atmosfer atas, sementara konflik India-Pakistan akan menghasilkan 11-103 miliar pon asap dan jelaga.
Lebih jauh lagi, bulan pertama setelah ledakan nuklir akan melihat suhu global rata-rata turun drastis sekitar 13F - pergeseran yang lebih besar yang terlihat sejak Zaman Es terakhir," tambahnya.
Sementara Michael Mechanic dalam An interview with Annie Jacobsen, author of 'Nuclear War: A Scenario', mengutip pernyataan Jacobsen berikut: