Lihat ke Halaman Asli

Dodi Kurniawan

Simplex veri sigillum

Hakikat Pendidikan adalah Mempercepat Penyesalan

Diperbarui: 9 April 2024   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Mempercepat Penyesalan  (Sumber: kompas.id/DIDIE SW)

1994 dan 1996, merupakan tahun-tahun istimewa dalam linimasa perkuliahan saya di prodi Pendidikan Bahasa Arab IKIP Bandung. Pertama, 1994-1995, terjadi pergantian Kurikulum di kampus, dari Kurikulum 1984 menjadi Kurikulum 1994. 

Seingat saya terjadi penambahan SKS plus terjadi konversi satu atau dua mata kuliah kepada mata kuliah baru sesuai tuntutan kurikulum baru. 

Sayangnya, karena tidak termasuk mahasiswa yang menjalani perkuliahan dengan baik, dinamika perkuliahan tersebut kurang tersimpan dengan rapi dalam ingatan. 

Kedua, medio 1996 sesuai jadwal saya harus mulai menyusun skripsi untuk menuntaskan perkuliahan. Sebagai mahasiswa yang kurang berbakat secara akademik, saya mengajukan tema skripsi tentang filsafat bentuk huruf-huruf Hijaiyah dengan asumsi memiliki peran besar dalam membentuk makna sebuah kata. 

Malangnya pihak prodi tidak meloloskan proposal tersebut. Setelah sempat mandek, akhirnya dengan mengikuti arahan kampus, sebuah proposal baru diajukan dan dengan itu saya bisa menyelesaikan perkuliahan.

Saya memang kurang tahu diri. Kesempatan untuk mengakses kitab-kitab klasik di kampus saat itu terhitung kurang karena keterbatasan koleksi perpustakaan  kampus --khususnya untuk literatur Arab yang saya perlukan. 

Ditambah lagi kemampuan saya dalam menelaah literatur berbahasa Arab pun terhitung payah. Penolakan kampus atas proposal skripsi saat itu boleh jadi atas pertimbangan ini. 

Meskipun saya sempat curiga, dosen pembimbing dan saya tidak satu selera dalam bertema. 27 tahunan kemudian pun kemampuan saya dalam menelaah literatur klasik apalagi manuskrip-manuskrip Arab pra-Islam ternyata nyaris tidak beranjak membaik. 

Saya memang tidak berbakat secara akademik. Atau jangan-jangan saya termasuk 87% mahasiswa yang salah pilih  jurusan sebagaimana diungkapkan Irene Guntur dari Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF). Saya merasa benar-benar termasuk kategori tersebut rupanya. Hahaha

Sebagai mahasiswa yang tidak cemerlang, salah satu keuntungannya relatif bisa menghargai kecemerlangan orang lain. Termasuk saat menjadi guru, saya cenderung mudah untuk menemukan celah untuk kagum atau terpesona dengan potensi anak-anak didik saat di kelas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline