Lihat ke Halaman Asli

Dodik Suprayogi

Independen

Kontradiktif: Semangat Diversifikasi Pangan Lokal dengan Bansos Beras

Diperbarui: 14 September 2022   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bantuan sosial beras. Sumber: Antara Foto: Yusran Uccang via Kompas.com

Pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian yang kini diintegrasikan menjadi tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional sesuai Pasal 45 Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, bertanggungjawab dalam peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan nasional.

Gerakan diversifikasi pangan sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1960-an, karena pemerintah kala itu, sudah menyadari pentingnya gerakan diversifikasi pangan secara nasional untuk mengurangi ketergantungan pada beras padi dan meningkatkan alternatif pangan lokal seperti jagung, sorgum, singkong, umbi-umbian, dan kentang.

Gerakan diversifikasi pangan merupakan gerakan untuk untuk mendorong masyarakat agar tidak hanya mengkonsumsi satu bahan pokok saja seperti beras dengan memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak ketergantungan pada satu bahan saja.

Intinya mengurangi ketergantungan masyarakat pada bahan pokok beras dengan alternatif bahan pokok non-beras seperti jagung, singkong, labu, umbi-umbian, sorgum, dan kentang.

Menurut data BKP Kementan, tahun 1954 di Indonesia pemenuhan pangan pokok dari beras hanya mencapai 53,5% dari konsumsi nasional. Selebihnya dipenuhi dari ubi kayu sekitar 22,26%, jagung 18,9% dan kentang 4,99%, namun saat ini justru beras menjadi kebutuhan pokok hingga 97%, sehingga konsumsi selain beras nyaris hilang. 

Pentingnya Diversifikasi Pangan Lokal

Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan (Suhardjo, 1998).

Tujuan utama dari gerakan diversifikasi pangan adalah untuk memperoleh nutrisi dari sumber gizi yang lebih beragam dan seimbang. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan akut masyarakat pada salah satu bahan pokok saja, karena hal itu rentan menyebabkan risiko kriris pangan dalam negeri sehingga ketahanan pangan nasional lemah.

KPM Terima Bantuan Sosial Beras untuk hadapi Covid-19. (DOK. Humas Kemensos)

Meski secara nasional, konsumsi beras masyarakat Indonesia menurun, perlu dianalisa lebih dalam, karena konsumsi bahan pangan lokal secara rata-rata masih rendah. Di tahun 2015 konsumsi beras per kapita seminggu adalah 1,631 kg, dan di tahun 2021 turun menjadi 1,569 kg.  Cukup mengejutkan, justru konsumsi gandum per kapita di tahun 2020/2021 sebesar 32 kg naik dari tahun sebelumnya 31 kg. Padahal gandum bukanlah bahan pangan lokal.

Oleh karena itu, antisipasi terhadap pangan asing seperti gandum yang tidak dapat dibudidayakan di dalam negeri harus diperhatikan dalam mengembangkan pertanian pangan dan menerapkan jenis teknologi serta industri yang akan dipilih. Indonesia memiliki berbagai macam pangan alternatif, seperti jenis umbi-umbian, yakni talas, gandum dan jagung, yang semuanya bisa menjadi pengganti beras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline