Lihat ke Halaman Asli

Minggu Tenang yang Beda

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Dodi Faedlulloh Tidak seperti sebelumnya, minggu tenang  kali ini saya memilih untuk tidak pulang ke kota kelahiran, Tasikmalaya. Sabtu kemarin (5 Juni 2010) adalah hari terakhir kuliah di semester enam yang sedang saya jalani. Di kampus pun banyak dari kawan-kawan saya yang asyik membicarakan "pulang kampung" sebagai agendanya setelah perkuliahan hari sabtu selesai. Itung-itung sebagai refreshing sebelum ujian akhir semester dimulai. Dulu pun saya demikian selalu menyengajakan diri untuk pulang sebelum UAS. Sekedar temu kangen dengan keluarga atau rehat setelah kurang lebih enam bulan digodok dengan materi-materi akademik. Tapi tampaknya kesempatan itu meredup di minggu tenang kali ini. Alasan mendasarnya sederhana : malas. Pertama adalah rasa malas saya dalam proses perjalanan pulang. Dengan lucunya saya hanya ingin pulang andai kata saya mampu mucul di Kota Tasik secara tiba-tiba, seperti dalam adegan sinetron jin dan jun yang sering saya lihat saat ku masih berseragam SD. Karena itu mustahil, makanya saya memilih untuk menghabiskan minggu tenang di bumi Purwokerto saja. Alasan kedua hampir sama, yaitu masih dalam ranah kemalasan. Rasa malas untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah menjadi alasan berikutnya. Gara-gara adanya virus malas yang menyerang akhirnya saya menumpuk beberapa tugas kuliah. Tak ada waktu lain untuk menyelesaikannya selain di minggu tenang ini. Maka dari itu saya memilih untuk mengerjakan sisa tugas-tugas tersebut di Purwokerto saja. Rasa malas ini juga tidak bisa terlepas dari kejenuhan yang merasuki pikiran saya dalam rutinitas aktivitas di dalam dunia kuliah. Saya akui sekarang-sekarang ini memang kata jenuh, bosan, suntuk, penat  dan semacamnya yang sering saya rasa ketika bertemu dengan dunia akademik dan tak jarang justru seakan malah mengekang. Namun saya sedikit mewajarkan apa yang dirasa. Mungkin ini lah yang sering dikatakan oleh orang banyak sebagai roda kehidupan, kadang diatas, kadang dibawah. Karena saya menemukan kemonotonan nan membosankan di dunia kuliah, saya mencari hal-hal yang baru diluar kampus, yang lebih fresh dan lebih revolusioner. Diakui atau tidak, tampaknya aktivitas diluar kampus justru malah memabukan saya dan hampir membuat saya lupa tugas utama saya disini : kuliah. Berikutnya alasan kenapa saya tidak pulang saat minggu tenang adalah karena masih ada pekerjaan-pekerjaan saya di kantor. Kantor ? Ya, kebetulan kali ini saya sedang bekerja sebagai fasilitator di salah satu organisasi perusahaan yang bersifat sukarela dan terbuka yang mana juga pemiliknya adalah semua anggota. Ruang geraknya tak semata ekonomi, namun juga sosial dan budaya.  Terasa asing mendengar tempat kerja saya ? Anda pasti sudah tahu dan mengenalnya kok. Tiada lain tempat kerja saya adalah koperasi. Koperasi Kampus Unsoed jelasnya. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di tempat kerja baru saya. Profesionalitas, mungkin kata itu yang sedang saya bangun dalam diri saya. Bila tidak ada halangan dan keperluan yang begitu penting saya tetap akan pergi ke tempat kerja saya. Waktu kerja memang fleksibel namun dari sana justru tantangannya. Waktu kerja yang fleksibel jangan sampai membuat terlena dan melupakan kewajiban saya sebagai seorang fasilitator. Dalam pekerjaan ini saya bukan seorang part timer yang mana memungkinkan mereka bekerja di koperasi hanya untuk mencari penghasilan semata. Akan tapi saya adalah orang yang dengan sengaja menyeburkan diri secara sadar kedalam sistem secara keseluruhan sebagai volunteer. Memang kebetulan hadir kebijakan dari pengurus untuk memberi para fasilitator semacam insentif  sebagai  tanda ucapan terimakasih, namun insentif ini bukanlah tujuan utama, saya anggap ini tak lebih dari sekedar bonus atas hasil kerja yang dilakukan oleh para fasilitaor. Pekerjaan yang saya kerjakan tak melulu bersifat teknis semata, namun juga berupa hal-hal yang berbau manejerial. Karena saya bekerja dibawah manajer organisasi. Ide dan gagasan adalah yang saya coba berikan bersama kawan-kawan fasilitator lainnya. Diluar pekerjaan formal tersebut saya tetap setia untuk menyebarkan semangat nilai juang koperasi keseluruh pelosok dunia. Karena sebelumnya dengan tegas saya sudah memilih koperasi sebagai grand ideologi saya. Mungkin apa yang telah saya beberkan diatas adalah beberapa alasan kenapa saya memilih untuk tidak pulang saat mingggu tenang pra-uas. Adalah faktor malas dan profesionalitas yang menjadi alasan utama. Sungguh dua sisi yang kontradiksi bukan ?. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline