Lihat ke Halaman Asli

Doddy Salman

pembaca yang masih belajar menulis

Sumpah dalam Makna Komunikasi

Diperbarui: 20 Oktober 2024   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini Ahad 20 Oktober Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan mengangkat sumpah sebagi Presiden dan Wakil Presiden. Sebelumnya 580 anggota DPR dan 152 anggota DPD periode 2024-2029 sudah mengucapkan sumpah jabatan (Kompas, 2/10/24). Dalam sumpahnya  atas nama Tuhan para pejabat publik tersebut berjanji akan bekerja sebaik-baiknya  dan seadil-adilnya sesuai ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kalimat-kalimat sumpah jabatan tersebut dilafalkan di bawah kitab suci dan disaksikan jutaan rakyat Indonesia. Sumpah, kata Rutgers (2013) adalah tradisi umum hampir semua masyarakat berbudaya. Sumpah adalah cara paling ampuh membangun kepercayaan pada janji yang dibuat di antara manusia. Itu artinya pengambilan sumpah presiden dan wakil presiden, anggota DPR  dan angota DPD adalah upacara formal dan janji pribadi untuk pelayanan terhormat.

Belakangan di Amerika para reformis etika memandang pengambilan sumpah jabatan sebagai sekedar acara ritual dan rutinitas belaka. Pengambilan sumpah jabatan dianggap sebagai isyarat simbolis kosong tanpa makna (Bowman,2021) Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Apakah sumpah jabatan sekedar simbolis kosong tanpa makna?

Dalam perspektif komunikasi sumpah adalah tindakan simbolik yang melibatkan pertukaran pesan yang sarat dengan nilai etis, moral dan sosial. Sumpah bukan sekedar pernyataan verbal. Sumpah adalah bentuk komunikasi yang menciptakan komitmen, kepercayan sekaligus legitimasi. Sumpah merupakan contoh tindakan performatif  di mana ucapan atau pernyataan tidak hanya menggambarkan sebuah keadaan, tetapi juga menciptakan tindakan atau situasi baru. Ketika seorang pejabat bersumpah  menjalankan tugasnya dengan setia, sumpah tersebut secara langsung menegaskan komitmen resmi yang diharapkan dari publik.

Ini berarti sumpah dilihat sebagai janji publik . Janji tersebut mengikat yang berjanji untuk bertindak sesuai dengan apa yang telah diucapkannya. Sumpah yang telah diucapkan membuat pesan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Jika terjadi pelanggaran sumpah maka terjadi kegagalan moral dan sosial.

Perlu diingat sumpah berfungsi sebagai bentuk komunikasi yang memperkuat hubungan kepercayaan antara pihak yang bersumpah dan pihak yang menyaksikannya. Antara pejabat publik yang bersumpah dan publiknya. Dalam konteks komunikasi, kepercayaan adalah unsur utama relasi sosial dan politik. Sumpah memberikan jaminan bahwa pihak yang bersumpah akan memegang teguh kata-katanya, sehingga membangun dan memelihara kepercayaan di antara komunikator dan komunikannya.

Ketika  sumpah  diucapkan maka kredibilitas pembicara meningkat karena ia memberikan jaminan terhadap komitmen yang diucapkan. Kredibilitas ini penting untuk membangun hubungan yang stabil dan transparan antara pihak yang bersumpah dan masyarakat.

Dalam teori retorika, sumpah dipahami sebagai alat untuk membangun ethos---yaitu kredibilitas dan karakter moral seseorang. Ucapan sumpah memungkinkan pembicara untuk memposisikan dirinya sebagai individu yang dapat dipercaya, memiliki integritas, dan siap untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Sumpah juga menegaskan nilai-nilai moral dan etika yang diharapkan dari pembicara, terutama ketika ia menempati posisi publik atau kepemimpinan.

Di sisi lain sumpah berfungsi sebagai bentuk komunikasi yang memperkuat hubungan kepercayaan antara pihak yang bersumpah dan pihak yang menyaksikannya. Antara pejabat publik yang bersumpah dan publiknya. Dalam konteks komunikasi, kepercayaan adalah unsur utama relasi sosial dan politik. Sumpah memberikan jaminan bahwa pihak yang bersumpah akan memegang teguh kata-katanya, sehingga membangun dan memelihara kepercayaan di antara komunikator dan komunikannya.

Bagaimana jika sumpah yang telah diucapkan dilanggar? Pelanggaran sumpah  akan menimbulkan krisis komunikasi. Masyarakat akan mengalami ketidaknyamanan psikologis karena terjadi perbedaan antara janji dan kenyataan. Terjadi disonansi.Biasanya pejabat yang melanggar sumpah akan melakukan tindakan justifikasi agar disonansi antara janji dan tindakan yang bertentangan berkurang.

Jika sumpah dianalisis sebagai wacana maka sumpah adalah kontrak sosial yang diucapkan secara terbuka dan menciptakan realitas sosial. Jika sumpah dilanggar maka wacana legitimasi runtuh. Akan terjadi perubahan narasi untuk mempertahankan tindakan agar otoritas dapat dikembalikan. Ketika sumpah dilanggar, sesungguhnya terjadi dekonstruksi  struktur sosial yang dibangun oleh sumpah tersebut. Pelanggaran sumpah bukan saja mencerminkan kegagalan individu, namun juga ketidakstabilan dalam performa institusi atau sistem kekuasaan yang menopang pejabat tersebut. Pelanggaran memproduksi "gangguan" dalam struktur sosial, mengundang kritik, dan dapat mengarah pada delegitimasi jabatan atau posisi seseorang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline