Wawancara cegat alias doorstep menjadi isu menarik di tengah dinamika pemilihan kepala daerah 2024. Presiden Joko Widodo biasa terbuka menanggapi isu aktual yang dilontarkan wartawan. Namun usai unjuk rasa akbar memprotes revisi kilat Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah presiden seperti menghindari wartawan. Belakangan akun resmi Sekretariat Negara di media sosial mengunggah rekaman seakan-akan hasil doorstep jurnalis Istana dengan presiden. Tak tangggung-tanggung dua kali tayangan "wawancara cegat" dilakukan (Kompas, 29/8/24). Lalu apa makna peristiwa yang heboh di media sosial sebagai wawancara "settingan" itu?
John Wilson dalam bukunya Understanding Journalism (2001) membahas persoalan doorstepping ke dalam bab praktik-praktik jurnalistik yang diperdebatkan (disputed practices). Menurutnya doorstepping atau wawancara cegat dilakukan jurnalis untuk menambah drama terlihat dalam tayangan berita. Sekedar kutipan "no comment" narasumber yang diduga terlibat dalam suatu persoalan hukum dianggap sudah cukup Liputan investigasi kerap menggunakan cara ini. Metode cegat dianggap dibenarkan sebagai satu-satunya harapan jurnalis untuk mendapatkan komentar, walaupun sangat sering komentar narasumber tidak substansial -- meskipun gambar atau suaranya dramatis.
Sementara Barbie Zelizer dan Stuart Allan (2010) mendefiniskan doorstepping sebagai praktik jurnalistik ketika jurnalis mengejutkan sumber potensial melalui pertemuan di depan pintu, dengan harapan mendapatkan pernyataan yang layak diberitakan dari mereka. Hal ini secara luas dianggap sebagai strategi penting untuk mengumpulkan informasi dan sering digunakan untuk memberikan laporan berita dengan nuansa drama yang lebih besar. Doorstepping kerap dilakukan jurnalis di seluruh dunia. Namun, beberapa organisasi berita, seperti BBC, secara tegas melarang praktik ini jika berisiko terlalu mengganggu, kecuali sebagai upaya terakhir, karena kekhawatiran tentang hak privasi individu. Kekhawatiran yang lebih sedikit diungkapkan ketika individu tersebut adalah figur publik.
Di Indonesia wawancara cegat adalah wawancara jurnalis terhadap narasumber secara mendadak dan tidak selalu berkaitan dengan reportase investigasi. Biasanya kesulitan mewawancarai narasumber secara resmi membuat jurnalis melakukan tindakan kreatif pencarian berita dengan metode doorstepping.
Persoalannya menjadi lain jika Istana yang melakukan tindakan kreatif memproduksi berita seolah-olah doorstepping. Tindakan ini dapat dimaknai sebagai upaya penguasa mengontrol narasi opini publik, menjaga stabilitas politik dan melindungi kepentingan pemerintah. Dengan mengontrol berita, pemerintah dapat membentuk cara pandang masyarakat terhadap isu-isu penting, seperti kebijakan pemerintah, konflik politik, atau keputusan ekonomi. Dukungan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dapat terpelihara. Selain itu kritik dan diskusi negatif dapat dicegah penyebarannya sehingga citra pemerintah (baca presiden) di mata masyarakat tetap baik.
Dengan doorstep settingan maka materi pertanyaan kepada presiden sudah diketahui sehingga sudah ada pula jawaban yang paling "pas" sekaligus aman yang dipersiapkan bagi presiden. Presiden dapat menjawab pertanyaan dengan ekpresi wajah sebagai seorang demokratis dengan body language tanpa terlihat dalam tekanan. Jumlah pertanyaan pun sudah diatur sehingga durasi doorstep terjaga.
Solusi agar peristiwa yang menciderai kebebasan pers dan hak masyarakat memperoleh informasi ini tidak terulang lagi adalah memfungsikan dengan segera Kantor Komunikasi Kepresidenan. Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2024 mengatur Kantor Komunikasi Kepresidenan. Sebuah lembaga nonstruktural yang dibentuk presiden untuk melaksanakan komunikasi dan informasi kebijakan strategis. Salah satu fungsinya adalah diseminasi informasi dan media komunikasi kebijakan strategis dan program prioritas presiden.
Dengan perpres ini pula secara resmi Indonesia akan memiliki juru bicara Presiden. Juru bicara Presiden inilah yang memelihara hubungan dengan wartawan, menjawab pertanyaan sekaligus klarifikasi persoalan, serta memberikan penjelasan isu-isu penting dan aktual baik dalam situasi normal maupun krisis. Tentunya semua yang disampaikan juru bicara presiden berdasarkan informasi akurat serta data dan fakta.
Dalam praktiknya juru bicara Presiden bertindak sebagai tameng alias bumper komunikasi kepresidenan. Jika terjadi koreksi atau kesalahan informasi dapat dilimpahkan kepada juru bicara Presiden Selama kepemimpinan Joko Widodo juru bicara presiden pernah diisi oleh Fadjroel Rachman dan Johan Budi.
Doorstep settingan membuat kredibilitas Istana sebagai narasumber tepercaya tergoyahkan. Alih-alih menciptakan public sphere, situasi ruang kehidupan sosial yang memungkinkan warga negara mendapatkan informasi dan mengekspresikan secara bebas, doorstep settingan menciptakan kegaduhan dan menambah ketidakpastian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H