Virus Corona tidak hanya menghantam warga Indonesia namun juga partai politiknya. Hal ini merujuk Lembaga Survei Indikator Politik yang menerbitkan hasil survei terbaru elektabilitas (keterpilihan) partai politik Indonesia. Menggunakan 1200 responden melalui telepon dengantingkat kesalahan 2,9% dan tingkat kepercayaan 95%. Survei berlangsung 16-18 Mei 2020.
Seperti yang diberitakan kompas.com Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi parpol yang elektabilitasnya terjun bebas. Dari semula Februari 2020 29,8% menjadi 22,2%. Parpol lainnya yang ikut turun elektabilitasnya adalah PKB (Februari 7,8 persen; Mei 5,7 persen); Partai Golkar (Februari 6,7 persen; Mei 6,4 persen); Gerindra (Februari 16,2 persen; Mei 15,2 persen);PKS (Februari 4,7 persen; Mei 4 persen)
Lalu apa maknanya penurunan elektabilitas ini?
Tafsir politik paling mudah adalah suasana pandemik virus corona (Covid-19) yang mendunia dan mewabah pula di nusantara mempengaruhi keputusan 1200 responden tersebut. Sepak terjang partai politik di masa pandemic Covid-19 tidak terlihat apalagi terasakan masyarakat. Di awal Maret saat korban Covid-19 diakui terjadi di Indonesia parpol seperti sembunyi.
Tak ada pembagian masker gratis seperti pembagian kaos gratis ketika pemilu. Masa pemilu masih panjang. Masih 4 tahun lagi. Mungkin kalkulasi politik itulah yang membuat parpol seperti sembunyi tak menampakkan gigi ketika masyarakat dihantam mahluk tak kasat mata yang dapat menghilangkan jiwa.
Tafsir kedua adalah pemerintahan Jokowi merupakan representasi Parpol yang diketuai Megawati Soekarnoputri. Tindak tanduk aparat menanggapi epidemic virus corona dilimpahkan kepada Jokowi dan PDIP. Sejak 3 Maret lalu mengakui telah tejadi korban virus corona belum ada keberhasilan pemerintahan ini menanggulanginya.
Narasi himbauan untuk menjaga kesehatan dengan masker dan jaga jarak ternyata tidak banyak membuahkan hasil. Korban yang positif terkena virus corona terus bertambah setiap hari secara nasional. Belum ada tanda-tanda penurunan. Hingga hari ini sudah 32 ribu lebih WNI yang positif Covid-19.
Upaya persiapan pemerintah Jokowi dengan mengubah wisma atlet menjadi rumah sakit tak mempengaruhi banyak opini masyarakat. Belum lagi wacana PSBB yang disambut dengan wacana Lockdown sempat viral di media sosial. Namun mungkin yang paling tidak bisa diterima warga adalah ketika Jokowi secara resmi melarang mudik.
Mudik sebagai bagian ritual ibadah bulan Ramadhan selama berpuluh tahun tiba-tiba menjadi aktivitas terlarang. Makin tidak jelas ketika selesai wawancara Najwa Shibab dengan presiden yang membuat kehebohan bahwa presiden melarang mudik namun tidak melarang pulang kampung.
Keputusan PSBB sangat mungkin memberikan sentiment penilaian kepada Jokowi dan tentu saja partai utama pendukungnya yaitu PDIP. Namun yang mungkin perlu disorot secara khusus adalah kinerja para pembantu presiden. Di periode kedua ini menteri-menteri baru bukan saja tak populer kerjanya bahkan namanya pun tidak populer.
Menteri Kesehatan yang seharusnya populer di era pandemik ini juga jarang disorot media. Menteri-menteri lama seperti Luhut Pangaribuan, Sri Mulyani, Pratikno, Budi Karya tetap populer. Namun menteri ESDM, Menteri perdagangan, Menteri ketenagakerjaan dan menteri pemuda dan olah raga adalah tokoh-tokoh yang nyaris tak terdengar. Mungkin saja mereka berprinsip sepi ing pamrih rame ing gawe?
Menteri baru yang populer adalah Prabowo Subianto, Nadiem Makarim, Erick Thohir. Selebihnya?