Desakan agar kepolisian segera mengusut tuntas pihak-pihak yang bertangungjawab atas kerusuhan 21-22 Mei 2019 terus menggema. Sejauh ini polisi sudah menetapkan 442 orang tersangka perusuh dan 6 orang sebagai tersangka merencanakan pembunuhan empat pejabat negara (Kompas, 31/5/2019).
Namun aktor intelektual yang diyakini ada belum terungkap. Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga berinisiatif membentuk Tim Investigasi Kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Tim yang rencananya bekerja independen, terpisah dari tim yang dibentuk Polri, akan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki keahlian dan pengalaman (Kompas, 28/5/19).
Pengusutan diperlukan agar publik mendapat penjelasan yang tuntas atas peristiwa yang berawal dari demonstrasi menolak hasil pemilihan umum presiden yang digelar di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), namun berujung pada kerusuhan dan kematian delapan orang.
Jikalau upaya pengungkapan kerusuhan tersebut jadi dilakukan maka ada beberapa persoalan yang diperkirakan akan muncul. Persoalan pertama adalah persoalan keindependensian tim investigasi.
Dari segi representasi maka Tim Investigasi Kerusuhan 21-22 Mei 2019 bentukan Komnas HAM boleh jadi memilik kredibilitas lebih baik karena tingkat independensi yang lebih tinggi di mata masyarakat. Bagaimanapun peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019 melibatkan masyarakat dan anggota kepolisian. Sehingga sikap keindependensian akan sangat diutamakan.
Persoalan kedua adalah Tim Investigas Kerusuhan 21-22 Mei 2019, baik dari pihak kepolisian maupun Komnas HAM, harus menyadari bahwa peristiwa selama dua hari tersebut bukanlah, meminjam istilah Saukko, innocent alias terjadi di ruang hampa.
Peristiwa tersebut adalah resultante berbagai tindakan sosial yang terjadi di dunia nyata dan dunia maya melalui media sosial. Posisi dunia maya menjadi penting karena media sosial kini tak lagi berhenti sebagai pencatat peristiwa namun tindak tanduk di media sosial dapat menjadi peristiwa itu sendiri.
Gencarnya narasi tuduhan kecurangan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU), pendeskreditan lembaga survei, serta narasi kebencian pada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu di media sosial adalah sebagian faktor-faktor yang patut diduga sedikit atau banyak memberikan andil kerusuhan itu terjadi.
Selain memaparkan temuan yang berhasil diperoleh maka tim investigasi akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah tindakan apa yang harus dilakukan untuk menuntaskan peristiwa tersebut.
Rekomendasi ini hanya dapat dieksekusi oleh pemerintah sebagai lembaga yang menjalankan roda kehidupan bernegara. Pelaksanaan rekomendasi ini sangat bergantung kepada kemauan pemerintah (political will).