Lihat ke Halaman Asli

Kreatif Itu “Sederhana”

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kreatif Itu “Sederhana”

Esensi Kreatifitas adalah penyederhanaan masalah

Manusia hari ini sepakat bahwa kreatifitas adalah jawaban dari kompleksitas masalah yang semakin bertambah. Kecanggihan hasil karya cipta manusia sejalan lurus dengan rumitnya persoalan kehidupan. Ibarat perlombaan lari yang tidak kunjung usai, “persoalan” memimpin di depan berkejaran dengan “solusi” nya. Kita dituntut berusaha lebih dan lebih agar tidak terlalu jauh dengan persoalan. Menyadari hal itu, kita perlu energi hebat sebagai bahan bakar pemenuh stamina. Pemenuhan stamina di hasilkan melalui pengelolaan segala sumber daya yang dimiliki. Fakta inilah yang memunculkan isu tentang kreatifitas dan produktifitas. Akhirnya kita menemukan sebuah rumus, jika ingin berhasil maka harus produktif. Jika ingin produktif maka harus kreatif. Rumusan ini disampaikan, dilaung – laungkan, diajarkan dan ditanamkan di sekolah dan di tempat kerja. Kreatif menjadi  satu kata yang mewakili banyak makna. Kreatif dipakai orang untuk menunjukan suatu keahlian, barometer, kualitas, kebanggaan, bahkan tujuan. Banyak yang kemudian berbuat sesuatu yang beda, sesuatu yang terbalik, sesuatu yang tidak umum agar di juluki manusia kreatif. Kreatifitas menjadi bias karena tingkah aneh, nyentrik, gokil. Bahkan sering saya terbengong ria karena seseorang yang nyentrik, walaupun bicaranya ngawur karena memang konsepnya juga ngawur, malah disebut sebagai manusia kreatif. Kenapa saya repot – repot mengulas hal ini?  Karena saya tidak ingin masyarakat salah mengartikan kreatifitas. Kreatif bukan lah sejenis binatang aneh atau makhluk luar angkasa yang ujug – ujug menghipnotis penduduk bumi dengan tingkah polah ganjilnya. Kreatif mempunyai arti yang sungguh sederhana seperti kata kreatif itu sendiri. Karena kreatifitas itu esensinya adalah penyederhanaan terhadap masalah. Karena kreatif itu adalah solusi, makanya salah kaprah anggapan bahwa sesuatu yang mengandung unsur kreatif harus rumit. Memang kita tidak menyebutnya rumit. Kita bilangnya canggih, mutakhir dan sophisticated. Masa yang jlimet solusinya? Yang jlimet itu “masalah” nya, kreatifitas lah yang menyederhanakannya. Karena sifatnya sederhana, maka sesuatu yang disebut kreatif harus memiliki kriteria sebagai sesuatu yang sederhana. Sederhana itu simpel, lugas, pas, tepat, cukup, match, kunci, all in one, one for all. Kalau begitu dimana canggihnya menjadi kreatif? Apa kerennya kalau hanya menciptakan  sesuatu yang sederhana? Jawabannya gampang dan sangat amat sederhana. Ganti saja yang dengan menjadi. The answer is: Canggihnya kreatif karena menciptakan sesuatu menjadi sederhana. Setuju? Kalau setuju, berarti anda sudah mendapatkan pelajaran kreatif pertama,  yaitu: Pola Pikir Kreatif! Selamat datang di dunia kreatif, karena anda sebentar lagi akan berpikir kreatif. Tapi jangan bangga dulu dong. Cerita belum berakhir. Film belum tamat. Setelah tahu apa itu berpikir kreatif, selanjutnya bagaimana cara berpikir kreatif itu? Jangan dijawab dulu. Jawabannya ntar salah heuheu. Karena jawaban itu hanya bisa di jawab setelah anda menjalani apa yang disebut dengan proses kreatif. Nah baru kita bicara sisi jlimet nya. Namanya juga proses, ngga boleh dong sederhana. Semakin sederhana prosesnya, semakin sedikit dan prematur hasilnya, betul apa betul? Masih bingung? Baiklah saya kasih “contoh kreatif” (habis itu coba bikin contoh yang lain untuk membuktikan anda sedang berpikir kreatif) : Pilih mana dari 3 menu yang saya hidangkan: a). Ayam mentah, dikasih garam, diolesi mentega. b). Ayam rebus dikasih garam diolesi mentega dihidang langsung dari kuali, atau c). Ayam digoreng mentega dengan tepung bumbu lengkap, direbus dulu sebelum di goreng, dipotong sedang, di selipkan daging salami, dilumuri dressing mayonaise, disajikan lengkap diatas hot plate plus saos sambel dan taburan keju mozarela? Kecuali anda adalah sejenis harimau langka, lidah mati rasa, sedang mutih ingin jadi petapa di hutan, sedang diet goreng – gorengan atau memang anda pemalas atau tidak punya selera, silahkan saja pilih hidangan selain nomer 3 heuheu. Tapi apapun selera anda, dari 3 pilihan tersebut jelas menandakan 3 tahapan proses yang berbeda. Hasil tergantung dari proses, right? Ulangi sekali lagi: hasil tergantung proses. Lantas kesederhanaannya ada dimana? Pada solusinya dong. Yang lapar jadi kenyang, yang tidak selera jadi selera, yang ngga suka ayam jadi mau coba, yang jualan jadi laku, yang punya warung jadi untung, yang makan jadi sehat, yang ditraktir jadi senang, yang mentraktir jadi disayang, yang disayang jadi penyayang, jadi traktir terus mudah mudahan. Jadilah kreatifitas koki pembuat ayam goreng pake mentega plus plus itu mempunyai nilai tambah. Yang dibayar bukan hanya nilai bahan pokoknya saja. Pelanggan rela membayar lebih untuk proses kreasi yang dibuat. Supaya hasil dari proses kreasi itu menjadi sederhana buat semua orang, maka lahirlah sebuah nama untuk penemuan kreatif baru yang digemari semua orang, yaitu: Chicken Cordon Blue. Kalau mau sederhana lagi sebut kordonblu juga boleh. Yang belum tahu apa itu Chicken Cordon Blue, Silahkan googling di internet, baca brosur dan simpelnya datang saja mencoba di resto yang bersangkutan. Simpel kan? Demikianlah memaknai kreatifitas yang seharusnya. Sebelum saya tutup, ada satu hal yang juga harus di rubah dari cara pandang kita tentang kreatif. Apa itu? Apresiasi terhadap proses kreatif. Karena sudah paham prosesnya, seharusnya kita menghargai kreatifitas dengan melihat kreatifitas sebagi hasil dari sebuah proses. Ini penting dipahami karena kesalahan dalam menghargai proses kreatifitas yang membuat potensi kreatif dimana saja oleh siapa saja menjadi tidak berkembang. Walaupun kita kagum dengan hasil kreasi berupa gagasan, konsep, karya, alat, fungsi, solusi atau manfaat, tetapi dalam prakteknya, kita tidak mengubris prosesnya. Bagi pelaku kreatif ataupun pengguna kreatifitasnya. Alahasil karya kreatif di Indonesia masih d hargai rendah. Anak – anak yang berpotensi kreatif tidak terdeteksi sebagai calon penggiat kreatif. Pekerja – pekerja kreatif masih disamakan upah, apresiasi dan kedudukannya mengikut patokan standar umum upah minimal. Dan akhirnya kita sendiri yang menjadi penghambat perkembangan industri kreatif ditanah air tercinta ini. Indonesia Emerging Creative Program menjadi isu yang harus di utamakan sebanding dengan isu pendidikan, ketenaga kerjaan, peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, penegakan hukum, serta pengembangan sektor riil dan UMKM yang sedang giat dilaksanakan dalam ruang lingkup program perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Dimikian ulasan kali ini tentang kreatifitas. Untuk makin memahami dunia kreatif, saya akan bikin tulisan tentang 10 mitos awam yang tidak berlaku dalam dunia kreatif. Nantikan kehadirannya, terimakasih atas perhatiannya, sekian terimakasih Doddy Hidayat Konsultan Kreatif doddysaja@gmail.com Artikel Terkait: 1. Gagasan Terbaik Itu Tidak Pernah Ada 2. Resep Dan Konsep 3. Apakah Anda Termasuk Gila? 4. Mengenag Steve Jobs, Bukan Hanya Gadgetnya saja 5. 10 Mitos Awam Yang Tidak Berlaku Dalam Dunia Kreatif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline