Lihat ke Halaman Asli

“Bos Pintar”: Musuh Kreatifitas

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain perusahaan milik sendiri atau milik bapaknya, seorang direktur atau manajer tentu mempunyai kelebihan – kelebihan personalitas. Salah satunya, mungkin sedikit lebih pintar dari staf – staf dibawahnya. “Kalau kamu sepintar pak direktur, tentu nggak terus – terusan jadi bawahan begini.” Begitu biasanya kita dengar percakapan di kantor – kantor. Tapi nanti dulu, pernyataan seperti itu harus kita tinjau ulang. Pengalaman saya sebagai konsultan, justru saya melihat ada satu paradigma yang harus dirubah. Bahwa saat ini pimpinan belum tentu mempunyai semua kelebihan diatas bawahannya. Dan hal ini sah – sah saja. Toh nasib orang juga tidak sama. Sebagai atasan disebuah kantor atau tim kerja, tidak selamanya superior dibanding bawahannya. Ini berlaku disemua  level jenis kegiatan, baik itu presiden terhadap menteri – menterinya, menteri terhadap staf – stafnya, direktur terhadap manajer – manajernya dan lain lain. Kalah pintar tidak masalah. Yang tidak boleh adalah kalah bijak. Kelebihan yang tidak boleh ditandingi dari seorang pemimpin yang ditunjuk adalah kebijaksanaannya. Dengan modal kebijaksanaan yang kuat, maka seorang pemimpin akan makin kuat kepemimpinannya  karena seluruh potensi tim kerjanya dapat dikelola dengan kebijaksanaannya tersebut.

Tapi kan tidak sembarangan orang bisa jadi pemimpin? Untuk apa ada seleksi, fit and propher test? Tidak semua orang kan yang sanggup memenuhi persyaratan dan kualifikasi sebagai pemimpin? Asalkan tidak dikaitkan dengan KKN, pertanyaan –pertanyaan diatas memang betul adanya. Justru salah satu tujuan penulisan saya kali ini untuk memberikan perspektif yang mungkin agak berbeda mengenai kriteria persyaratan dan kualifikasi seseorang menjadi pemimpin. Dalam pakem organisasi dan manajemen “konvensional”, persyaratan jenjang pendidikan, pengalaman, rewards, rekomendasi dan bukti – bukti legalitas administrasinya menjadi tolak ukur terhadap pemenuhan kualifikasi yang dimaksud. Kalau ditinjau dari akal sehat memang begitu. Akan tetapi jika kita bicara tentang kualitas pribadi sesorang (pemimpin), pada pelaksanaan dan pertanggung jawabannya nanti sangat terkait erat dengan kualitas daleman. Maksudnya integritas kepribadiannya. Tidak cukup hanya kredibilitas diatas kertas. Nah puncak dari kualitas kepribadian yang dimaksud adalah kebijaksanaan. Kenapa menjadi penting untuk dibicarakan? Karena akal sehat atau logika sering kali tidak cukup untuk menggali satu sisi yang lain, yaitu kreatifitas.

Seorang bos yang pintar boleh jadi musuh utama dari kreatifitas, artinya alih alih sebagai penanggung jawab kemajuan suatu perusahaan atau lembaga, justru secara tidak sadar menjadi penyebab kemunduran atau bahkan bencana besar. Kenapa hal ini menjadi masalah, karena kondisi seperti ini lumrah terjadi dan sudah menjadi tembok tebal yang kayaknya susah untuk diruntuhkan kecuali dilakukan perubahan oleh pemimpin yang dimaksud. Mari kita gali lebih dalam lagi kaitannya kebijaksanaan dengan kreatifitas:

1. Meninjau kembali Penerapan rewards and punishments

“Bayar mahal untuk kerjaan bagus, bukan untuk wanprestasi.” Seringkan kita mendengar perkataan bos pada bawahan atau freelancer seperti ini. Saya pun sebagai konsultan (third Party) sering mengalaminya. Perkataan ini menunjukan penerapan rewards & punishment. Yang salah bukan pada apresiasi dan hukumannya. Tapi seringkali penerapannya kaku dan berorientasi pada target. Kaku karena seringkali permintaan pencapaian target tidak menghiraukan proses. Padahal tidak cukup dengan iming – iming bayaran. Prestasi erat kaitannya dengan kreatifitas. Orang dibayar karena kerja kerasnya memang bagus, tapi tidak menjamin loyalitas seseorang tinggi dan tentu saja tidak ada jaminan kreatifitas. Sesuai dengan kompleksitas manusia yang terdiri dari fisik dan spirituil. Kebutuhan konsumtif manusia pun berorientasi pada keseimbangan keduanya. Tidak melulu yang namanya uang, bonus atau hadiah menjadi motivasi seseorang dalam bekerja.

Alangkah baiknya prestasi seseorang berangkat dari kepuasan jiwa untuk melakukan dan menghasilkan karya terbaik. Motivasi materi, fisik atau ekstrinsik berupa reward dalam banyak situasi yang kompleks tidak cukup untuk menghadapi kasus kasus sulit dan melelahkan. Apalagi kalau menerapkan ancaman. Bagaimana mungkin seseorang akan kreatif jika bekerja dibawah tekanan negatif dan dihantui rasa takut. Sudahlah letih, cape hati, masih di takut – takuti. Jadi kebijaksanaan dalam penerapan motivasi ekstrinsik berupa rewards & punishment ini sangat diperlukan. Jika kita benar – benar ingin bawahan kita terlibat dalam kinerja kreatif, maka harus dibangun dan di dukung daya juangnya dengan memberikan situasi yang kondusif agar mereka fokus berkosentrasi tanpa limit dalam upaya mengembangkan potensi intrinsiknya (daleman). Apa ciri – ciri kinerja kreatif seseorang sedang berjalan? Masalah disikapinya sebagai tantangan, tertarik dengan kesulitan, bebas berekspresi, jiwa merdeka dan anda akan suprise dengan gagasan dan penerapan kreatif yang dihasilkan mereka.

2. Kreatifitas Tidak Bisa Dibeli

Dalam banyak kasus, pekerja – pekerja kreatif menjadi persoalan yang menjengkelkan para manajer "konvensional". Manajer merasa sangat terganggu dengan sikap moody yang diperlihatkan oleh mereka. Belum lagi kalau sudah meeting, konsep strategi yang sudah dipersiapkan dengan matang, seenaknya saja di patah – patahkan oleh anak buahnya. Karena tuntutan atasan dari manajer tersebut yang juga dari golongan "konvensianal", membuat para manajer harus ekstra untuk menjalani target. Tekanan tersebut membuat mereka seperti pendekar yang serba bisa. Hal ini menjadikan mereka seringkali mendominasi urusan pekerjaan. Manajer merasa harus melakukan pengawasan ketat dan ikut campur secara mikro sampai urusan terdetail dalam setiap divisi atau tim kerja yang berada di bawahnya. Seorang direktur atau manajer segera terperangkap dalam situasi yang menegangkan, sehingga kata – kata yang sering keluar dari mulut mereka adalah dengar saya, ikut saya, disiplin, absensi, ayo kerja, kerja dan kerja. Ketika pemimpin seperti ini memulai sesuatu, maka dia tidak pernah akan tahu kapan harus stop.

Dapat kita bayangkan suasana sangat tidak nyaman akan terjadi. Kinerja kreatif tentu tidak bisa diharapkan tumbuh dan berkembang. Satu- satunya motivasi untuk tetap bertahan akhirnya Cuma karena soal gaji, bayaran atau perjanjian keuntungan. Perusahaan berada dalam kondisi yang berbahaya, karena sewaktu – waktu, aset SDM yang dimiliki bisa berhamburan keluar menangkap tawaran diluar yang lebih menguntungkan. Maka manajer seperti ini dipastikan gagal memahami bahwa mungkin orang bisa dibeli waktunya untuk bekerja, tetapi kreatifitas mereka tidak bisa dibeli begitu saja. Anda harus menginspirasikan mereka. Menunjukan kepada mereka melalui kebijaksanaan bahwa bekerja dengan anda adalah menarik, bermakna, memberi tantangan, menumbuh kembangkan dan tentunya menyenangkan.

3. Memelihara Kreatifitas

Setelah memahami bahwa kinerja kreatif harus di ciptakan melalui dukungan inspiratif, maka kitapun harus memelihara semangat kreatifitas tersebut. Diawali dengan mengetahui keunikan dari “hukum” kreatifitas itu sendiri. Banyak tulisan saya sebelumnya yang membahas panjang lebar soal itu (silahkan mengunjungi blog saya di www.creativealwayson.blogspot.com). Apa saja usaha – usaha yang dapat dilakukan?

a. Mulai dari diri sendiri, yaitu menjadi semakin kreatif dan menjadi bagian penting dari proses kreasi yang menyenangkan dalam setiap tantangan pekerjaan. Setiap bagian dari tim dipastikan mempunyai kompetensi dasar dibidangnya masing – masing. Walupun pada awalnya mereka kurang kreatif, dengan contoh teladan yang anda tunjukan, maka suasana kreatif yang anda inspirasikan akan membuat semua orang menggali sisi kreatifnya masing – masing yang akan segera menjadi nilai tambah bagi kemampuan profesionalisme mereka.

b. Gunakan Otoritas anda untuk melakukan perubahan dan penyesuaian yang diperlukan untuk memaksimalkan alur kinerja kreatif di lingkungan kerja anda. Belajar dan ikuti perkembangan perusahan – perusahaan dengan kinerja kreatif yang tinggi. Keberhasilan mereka biasanya berhasil melepaskan diri dari pakem konvensional mengenai aturan baku hirarki organisasi, yaitu memberi atensi khusus pada tim – tim  di unit yang lebih kecil dengan otonomi yang lebih besar dan lebih kondusif untuk berkreasi. Hal ini jauh lebih efektif daripada penggemukan sebuah departemen dengan garis komando berjenjang dan kontrol terpusat.

C. Dua kancil lebih baik dari satu profesor. Maksudnya kreatifitas sebuah tim tentu lebih baik dari kreatifitas satu orang. Walaupun mungkin anda adalah manusia paling kreatif dilingkungan anda, tapi anda tidak akan pernah tahu seberapa kreatifnya anda jika tidak diuji dengan ide – ide kreatif yang lain. Keunikan dalam hukum kreatifitas adalah, antara ide kreatif satu dengan yang lain tidak akan saling menjatuhkan, justru akan saling memperkaya dan memunculkan solusi kreatif yang paling hebat. Hal ini juga terkait dengan hubungan antara pemimpin dan tim, dan di antara rekan-rekan - bagaimana tantangan dibingkai, apa yang manajer katakan kepada tim mereka, dan bagaimana anggota tim saling memberi dukungan, dorongan, dan memberikan stimulus saling menantang untuk menghadapi tantangan bersama – sama. Sekian dari saya, semoga bermanfaat.

Doddy Hidayat – Creative Business Consultan

Konsultasi Gratis melalui Email: doddysaja@gmail.com

www.creativealwayson.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline